BAB
II
PEMBAHASAN
A. KONSEP MANAJEMEN
HUMAS (PUBLIC RELATION).
1. Pengertian
Manajemen
Berbicara mengenai definisi manajemen humas, terlebih dahulu penulis akan
menjelaskan tentang definisi manajemen. Kata Manajemen berasal dari kata latin,
yaitu dari asal kata manus yang berarti tangan dan agre yang
berarti melakukan.[1]
Kata-kata itu digabung menjadi kata kerja managre yang artinya
menangani. Managre diterjemhakan ke dalam bahasa inggris dalam bentuk
kata kerja to manage dengan kata benda managemen dan manager untuk orang
yang melakukan kegiatan manajemen yang ahirnya di Indonesiakan menjadi
manajemen atau pengelolaan.
Manajemen merupakan sebuah proses yang terdiri atas fungsi-fungsi
perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian kegiatan hubungan
masyarakat dan sumber daya yang lain untuk mencapai tujuan secara efisien.[2] Paling tidak manajemen dapat didefinisikan sebagai
sebuah proses yang terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian
karena apa yang direncanakan harus dilaksanakan dan selanjtnya apa yang
dilaksanakan perlu dikendalikan untuk menjamin agar pelaksanaan sesuai dengan
rencana.
Menurut Andrew
F. Sikula yang dikutip oleh Malayu Hasibuan manajemen pada umumnya dikaitkan
dengan aktivitasaktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian,
penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi dan keputusan yang dilakukan
oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk mengkoordinasikan beberapa sumber
daya yang dimiliki oleh perusahaan sehingga akan dihasilkan suatu produk atau
jasa secara efisien.[3]
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa manajemen berkaitan dengan
pelaksanaan fungsi manajemen agar dapat mencapai tujuan secara efisien.
Fungsi-fungsi tersebut terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan,
dan pengendalian.
Perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen yang berkaitan dengan
penentuan rencana yang akan membantu tercapainnya sasaran yang telah
ditentukan. Rencana dapat berupa strategi dan rencana oprasional. Setelah
rencana atau seperangkat kegiatan telah ditentukan, maka kegiatan tersebut
harus dibagi-bagi sesuai dengan kemampun setiap individu. Maka setelah itu
perlu peran pengorganisasian, pengorganisasian merupakan fungsi manajemen yang
berkaitan dengan pembagian kerja. Selanjtnya, agar mereka yang telah ditunjuk
mampu dan mau melaksanakan pekerjaannya, maka mereka memerlukan seorang yang
memiliki kepemimpinan, yaitu seorang yang mempunyai kemampuan untuk memberikan
pengarahan dan dorongan untuk berperilaku sebagaimana diharapkan.[4]
Maka setelah ada yang melaksanakan pekerjaan tersebut, diperlukan
pengendalian. Fungsi pengendalian ini diperlukan untuk memastikan agar rencana
akan berjalan dan sedang berjalan untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain,
fungsi ini mencoba menjamin agar rencana yang telah dipilih terlaksana dengan
tepat dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam Al-Qur’an disebutkan mengenai manajemen Allah berfirman;
ãÎn/yã tøBF{$# ÆÏB Ïä!$yJ¡¡9$# n<Î) ÇÚöF{$# ¢OèO ßlã÷èt Ïmøs9Î) Îû 5Qöqt tb%x. ÿ¼çnâ#yø)ÏB y#ø9r& 7puZy $£JÏiB tbrãès?
Dia mengatur
urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu
hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.[5]
Dari ayat diatas, kata يُدَ بِرُ
الاَمْرُ yang berarti mengatur segala urusan dengan kata lain
Allah pengatur (memanage) segala perkara urusan mahlukNya, merupakan bukti kebesaran
Allah SWT dalam mengatur dan mengelola alam ini, merupakan hakikat manajemen.[6] Namun
karena manusia diciptakan sebagai khalifah dibumi, maka manusia diberi amanah
mengatur alam semesta.
2. Pengertian
Manajemen Humas
Berbicara tentang Humas, (Hubungan Masyarakat)
sering kita persamakan dengan istilah bahasa asingnya dengan istilah Public
Relations. Menurut Rachmad Kriyantono, penyamaan istilah tersebut kurang
tepat. Arti kata public berbeda dengan makna kata masyarakat.[7] Istilah masyarakat mempunyai makna yang luas,
sedangkan makna kata public merupakan bagian dari masyarakat yang
tertentu. Publik merupakan sekumpulan orang atau sekelompok masyarakat yang
memiliki kepentingan yang sama terhadap sesuatu hal, namun juga tidak harus
dalam satu wilayah geografis. Namun, penyamaan itu sudah dianggap sebuah
kewajaran dalam masyarakat.
Secara sederhana, humas diibaratkan sebagai
penyampaian segala informasi. Menurut kamus Fund and Wagnel, pengertian humas
adalah segenap kegiatan dan teknik/kiat yang digunakan organisasi atau individu
untuk menciptakan atau memelihara suatu sikap dan tanggapan yang baik dari
pihak luar terhadap keberadaan dan aktivitasnya.[8]
Dengan kata lain, bahwa hakikat humas dalam lembaga pendidikan Islam adalah ”to way communication to increase citizen
understanding” (proses komunikasi dua arah atau lebih untuk
meningkatkan pemahaman masyarakat).
Secara sederhana manajemen Humas (Public
Relations) adalah salah satu peroses dalam menangani perencanaan,
pengorganisasian, mengkomunikasikan serta mengkoordinasikan dengan serius dan
rasional dalam upaya pecapaian tujuan bersama bagi sebuah lembaga atau
organisasi.[9]
Jadi hakikat Humas (hubungan masyarakat) dalam manajemen
lembaga pendidikan Islam adalah suatu proses hubungan timbal balik antara
lembaga pendidikan dengan masyarakat yang dilandasi dengan i’tikad dan semangat
ta’aruf (saling mengenal), tafahum (saling memahami), tarahum
(saling mengasihi) dan ta’awun (saling tolong atau kerja sama) dalam
rangka mencapai tujuan yang telah di rencanakan sebelumnya.
3. Pengertian
Manajemnen Humas Menurut Para Pakar
Berikut adalah beberapa pengertian tentang Public
Relations (Hubungan Masyarakat) menurut para pakar untuk mengantarkan kita memahami
fungsi dan perannya dalam lembaga pendidikan Islam, diantaranya:
a.
John E. Marston
Mengartikan bahwa “Public relations is planned, persuasive communications designed to
influence significant public”.[10]
(hubungan masyarakat adalah kegiatan komunikasi persuasive dan terencana yang
didesain untuk mempengaruhi public secara signifikan).
b.
Frang
Jefkins
Public Relations consint of all forms of planned communications,
outwards and inward, between an organizations and its publics for the purposes
of achieving specifict objective concerning mutual understanding.[11]
( suatu bentuk komunikasi yang
berlaku terhadap semua jenis organisasi, baik yang bersifat komersial maupun
yang bersifat non komersial di sektor publik (pemerintah) maupun privat
(swasta).
c.
Cultip M. Scott
Hubungan masyarakat adalah keseluruhan upaya yang
dilangsungkan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan
dan memelihara niat baik dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan
segenap khalayaknya.[12]
d.
Glen M. Broom
Mengartikan public relations adalah fungsi
manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat
antara organisasi dengan public yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan
organisasi tersebut.[13]
e.
Mc. Elraath
Public relation adalah melakukan perencanaan,
pelaksanaan, penilaian dan evaluasi terhadap berbagai kegiatan komunikasi yang
diseponsori oleh organisasi atau lembaga.[14]
f.
Wahjosumidjo
Hubungan masyarakat adalah suatu proses
pengembangan hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat yang bertujuan
memungkinkan orang tua dan warga wilayah perpartipasi aktif dan penuh arti
didalam kegiatan pendidikan di sekolah.[15]
g.
Onong Uchjana Efendi
Hubungan masyarakat adalah kegiatan berencana
untuk menciptakan membina dan memelihara sikap budi yang menyenangkan bagi
organisasi di satu pihak dan publik di pihak lain, untuk mencapainya yaitu
dengan jalan komunikasi yang baik dan luas secara timbal balek.[16]
Berdasarkan definisi menurut para pakar di atas
pegertian humas dalam pendidikan tidak terlepas dari manajemen dan begitu
sebaliknya hubungan masyarakat tidak akan berjalan tanpa manajemen. atau dengan
kata lain manajemen hubungan masyarakat dengan lembaga pendidikan secara
internal (guru, karyawan, siswa) dan warga eksternal (wali siswa, masyarakat,
institusi luar, patner sekolah). Dalam konteks ini jelas bahwa humas atau
public relation (PR) adalah termasuk salah satu elemen yang penting dalam suatu
organisasi kelompok ataupun secara individu.
4. Fungsi Manajemen
Humas di Lembaga Pendidikan Islam
Dari pengertian manajemen humas menurut para pakar diatas, maka manajemen
humas memiliki fungsi pokok yang tidak jauh beda dengan manajemen secara umum.
Fungsi manajemen Humas secara garis besar meliputi: Planning (perencanaan),
Organizing (pengorganisasian), Actuating (penggerakan), Coordinating
(pengkoordinasian).[17]
Menurut penyusun tidak cukup dengan fungsi diatas, untuk menvapai tujuan uang
ingin dicapai maka ditambah Leading (pengarahan), Motivating
(motivasi), Fasilitating (mempasilitasi), Empowring
(pemberdayaan), Evaluating (evaluasi) dan Communication (komunikasi)
dalam konteks kegiatan di lembaga pendidikan. Adapun penjabarannya penulis akan
menjabarkannya satu persatu agar pemahaman kita mengenai fungsi manajemen humas
di sebuah lembaga pendidikan bisa diimplementasikan fungsi tersebut sebagai
berikut:
a. Fungsi
perencanaan (Planning)
Perencanaan dapat diartikan sebagi hal, cara atau hasil kerja
merencanakan(berniat untuk melakukan sesuatu).[18]
Fungsi perencanaan meliputi kegiatan apa yang ingin dicapai, bagaimana
mencapai, berapa lama, berapa orang yang diperlukan dan berapa jumlah biaya
yang dibutuhkan. Dalam jangkauan waktunya perencanan dibagi menjadi tiga (3)
tahapan yakni: 1). Perencanaan jangka pendek, 2). Perencanaan jangka menengah
dan 3). Perencanaan jangka waktu panjang.
Perencanaan merupakan syarat mutlak bagi setiap kegiatan manajemen atau
administrasi, tanpa perencanaan maka kegiatan atau pelaksanaan akan mengalami
kesulitan dan bahkan kegagalan.[19]
Jadi perencanaan adalah sejumlah kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk
melaksanakan dalam rangka mencapai tujuan. Dalam prsepektif Islam disebut
dengan Niat.
b. Fungsi
pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian diartikan sebagai kegiatan membagai
tugas-tugas kepada orang lain yang terlibat dalam lembaga pendidikan.[20]
Fungsi pengorganisasian bertujuan untuk menentukan siapa yang akan melaksanakan
tugas sesuai dengan prinsip manajemen pendidikan. Fungsi pengorganisasian
meliputi pembagian tugas kepada masing-masing pihak, membentuk bagian,
mendelegasikan, mentapkan wewenang dan tanggungjawab, sistem komunikasi, serta
mengkoordinir kerja setiap karyawan. Pengorganisasian dapat pula dirumuskan
sebagai keseluruhan aktivitas manajemen dalam mengelompokkan orang-orang serta
menetapkan tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab. Adapun prinsip-prinsip
pengorganisasian meliputi:
1) Memiliki tujuan yang jelas;
2) Ada kesatuan tujuan tindakan dan pikiran;
3) Ada keseimbangan antara wewenang dan tanggungjawab;
4) Pembagian tugas sesuai dengan kemampuan, keahlian
dan bakat masing-masing, sehingga dapat menimbulkan kerja sama yang harmonis
dan kooperatif;
5) Bersifat permanen, trstruktur sesuai dengan
kebutuhan, koordinasi, pengawasan dan pengendalian;
6) Ada jaminan keamanan bagi anggota; serta
7) Ada tanggungjawab serta tatakerja yang jelas dalm
struktur organisasi.[21]
Jadi pengorganisasian humas pada dasarnya semua
komponen sekolah adalah pelaksana hubngan sekolah dengan masyarakat, oleh
karena itu, tugas dan fungsi mereka perlu ditata, sehingga penyelenggaraan
sekolah dengan masyarakat dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam
prsepektif Islam disebuat Mujahadah. Bahwasanya tiap-tiap orang yang beramal,
baik ketaatan kepada Allah SWT, atau kemaksiatan, akan memeperoleh martabat
masing-masing sebagai akibat amal yang dikerjakannya sebagai ganjaran.
c. Fungsi penggerakan
(Actuating)
Penggerakan (Actuating) didefinisikan sebagai
keseluruhan proses pemberian dorongan bekerja kepada anggota sedemikian rupa
sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan yang
diinginkan. Fungsi pengerakan dilakukan untuk merangsang anggota-anggota
melaksanakan tuga-tugas dengan antusias dan kemauan yang baik.
Dalam pelaksanaan Humas perlu diperhatikan
koordinasi antara berbagai bagian kegiatan
dan didalam penggunaan waktu perlu adanya sinkronisasi. Penggerkan
dilakukan oleh pemimpin lembaga pendidikan seperti kepala yayasan atau pembina
pondok pesantren. Dalam persepektif Islam Actuating identik dengan
Mujahadah.
d. Fungsi
pengkoordinasian (Coordinating)
Pengkoordinasian berarti menjaga agar masing-masing
tugas yang telah diberi wewenang dan tanggung jawab di laksanakan sesuai dengan
aturan dalam mencapai tujuan.[22]
e. Fungsi
pengarahan (Leading)
Fungsi pengarahan dilakukan agar kegiatan yang
dilakukan bersama tetap melalui jalur yang ditetapkan, tidak terjadi
penyimpangan yang menimbulkan terjadinya kesalahan dan pemborosan.
f. Fungsi
pengawasan (Controlling)
Fungsi pengawasan dapat
diartikan sebagai salah satu kegiatan untuk mengetahui realisasi lembaga
pendidikan. Secara umum pengawasan dikaitkan dengan upaya mengendalikan,
membina dan pelurusan sebagai upaya pengendalian kualitas pendidikan secara
sitematis.[23] Controling
identik dengan muhasabah diri dalam Islam.
g. Fungsi motivasi
(Motivating)
Motivasi adalah salah satu
faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan. Secara umum motivasi dapat
didefinisikan sebagai faktor-faktor yang menggerakkan dan mengarahkan tingkah
laku. Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk
melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana
atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup.
Dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya
suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia telah mempunyai
kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan Motivasi merupakan proses
psikis yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat pula
dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri (drive
arousal).[24] Dalam
persepektif islam disebut Ad-Dafiya’.
h. Funsi fasilitas
(Fasilitating)
Fasiltas adalh semua hal yang dibutuhkan oleh Humas dalam meningkatkan
mutu manajemen sekolah yang ada, untuk memacu dan mengupayakan terujudnya
fungsi manajemen humas yang baik disuatu lembaga. Sebenarnya konsep dan
aplikasi Humas dalam suatu lembaga mudah dilaksanakan yang penting sadar akan
fungsi dan tugas dalam manajemen lembaga.
i. Fungsi
pemberdayaan (Empowering)
Pemberdayaan adalah proses memberdayakan orang-orang dalam suatu lembaga
untuk menjadikan lembaga tersebut menjdai lebih maju. Humas dlam pemberdayaan
manajemen sekolah menjadikan pendidikan sebagai praktik pemberdayaan, dimana
misi menjadikan manusia sebagai basis utama atau titik sentral. Untuk itu perlu
direkonstruksi secara mendasar.
j. Funsi evaluasi (Evaluating)
Humas dapat dievaluasi atas kerja yang selama ini dilakukan dengan dua kritetria,
pertama efektivitasnya, yakni sampai sejauh mana tujuan telah tercapai,
misalnya apakah memang masyarakat sudah merasa terlibat dalam masalah yang
dihadapi sekolah, apakah mereka mau memberikan masukan untuk perbaikan sekolah
dan sebagainya. Kedua efisiennya, yakni sampai seberapa jauh sumber yang
ada yang potensial telah digunakan secara baik untuk kepentingan kegiatan
masyarakat.
Evaluasi ini dilakukan pada waktu proses kegiatan sedang berlangsung atau
pada akhir suatu program untuk melihat seberapa jauh keberhasilannya. Dalam perspektif
islam disebut Muhasabah yakni menilai apa yang dikerjakan selama ini apa
sudah memberikan manfaat atau belum bernilai sama sekali
Menurut M. Sobry Sutikno,
tugas pokok Humas adalah sebagai berikut:
1) Memberikan informasi dan gagasan kepada masyarakat
atau pihak-pihak lain yang menjadi sasaran;
2) Menjadi perantara pemimpin dalam bersosialisasi dan
memberikan informasi kepada masyarakat atau pihak-pihak lain yang membutuhkan;
3) Membantu pemimpin dalam mempersiapkan bahan-bahan
yang berhubungan dengan permasalahan dan informasi yang akan diberikan kepada
masyarakat yang menarik pada saat tertentu; serta
4) Membantu pemimpin untuk mengembangkan rencana dan
kegiatan lanjutkan yang berkaitan dengan pelayanan terhadap masyarakat, sebagai
koskwuensi dari komunikasi timbal balik dengan pihak luar untuk menumbuhkan
harapan penyempurnaan kegiatan yang telah dilakukan lembaga pendidikan.[25]
Jadi dapat disimpulkan bahwa fungsi Humas (public relation) pada
lembaga pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1) Mampu menjadi mediator dalam penyampaian kopmunikasi
secara langsung.
2) Mendukung dan menunjang kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan mempubkikasi lembaga pendidikan.
3) Menciptakan suatu citra yang positif terhadp lembaga
pendidikannya.
4) Membantu mencari solusi dan menyelesaikan masalah
antar lembaga dengan masyarakat.[26]
Oleh sebab itu tugas dan fungsi Humas dilembaga pendidikan Islam harus
dibangun dengan manajemen yang profesional penting pula untuk melakukan
komunikasi langsung dengan elemen stakeholders lainnya untuk membangun
dan memperkuat silaturrahim.[27]
Diantara program humas adalah memperkenalkan misi, visi, tujuan, program,
kegiatan-kegiatan dan prestasi-prestasi yang di lahirkan lembaga pendidikan Islam
atau Pesantren.
B. KAIDAH-KAIDAH
PUBLIC RELATIONS DALAM AL-QUR’AN
1. Public Relations
Menurut Al-Qur’an
Public Relation pada hakekatnya
adalah penyampaian berbagai pesan yang berupa komunikasi. Al-Qur’an adalah
kitab suci yang berisi petunjuk dari Allah bagi umat manusia, karena itu subjek
utamanya adalah pengkajian terhadap manusia dan segala bentuk-bentuk kebidupan
sosialnya.
Dalam
berbagai literatur tentang kaidah-kaidah Humas dalam Al-Qur’an kita dapat
menemukan setidaknya enam jenis gaya bicara atau pembicaraan (qaulan)
yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip hubungan masyarakat (public
relations) dalam Al-Qur’an. Public
relations yang terdapat dalam Al-Qur’an adalah
sebagai berikut:
a. Qaulan Ma’rufa, (Selalu berkata dan berbuat baik)
Allah SWT,
brfirman dalam Al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 36;
(#rßç6ôã$#ur ©!$# wur (#qä.Îô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Í$pgø:$#ur Ï 4n1öà)ø9$# Í$pgø:$#ur É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# $tBur ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷r& 3 ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä `tB tb%2 Zw$tFøèC #·qãsù
Sembahlah Allah
dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah
kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[28]
dan teman sejawat, Ibnu sabil[29]
dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
dan membangga-banggakan diri.[30]
Ayat diatas
menunjukkan bahwa hubungan antara manusia yang satu dengan yang lainnya
merupakan sunnatullah. Manusia berhak bekerjasama denagn yang lain dalam
rangka mencapi tujuan hidup yang dicita-citakan dengan selalu berharap Ridho
Allah SWT.
b. Qaulan Sadida, (Perkataan yang benar, jujur). Allah Azza Wajalla berfirman dalam Al-Qur’an
surat An-Nisa, ayat 9;
|·÷uø9ur úïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz ZpÍhè $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøn=tæ (#qà)Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´Ïy
Dan hendaklah takut kepada Allah
orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
Perkataan yang benar.[31]
Kata Qaulan
Sadidan (perkataan yang benar), menurut Syaikh Al-Alusi adalah perkataan
yang benar yang disertai dengan lemah lembut dan adab yang baik.[32]
Maka hendaknya Humas dalam mengkomunikasikan sesuatu kepada public hendaknya
dilakukan dengan benar dan tidak kasar juga dengan tatakrama yang sopan yang
paling penting info itu akurat.
c. Qaulan Baligha (tepat sasaran, komunikatif, to the point, mudah dimengerti) QS. an-Nisa, ayat 63.;
y7Í´¯»s9'ré& úïÉ©9$# ãNn=÷èt ª!$# $tB Îû óOÎhÎ/qè=è% óÚÌôãr'sù öNåk÷]tã öNßgôàÏãur @è%ur öNçl°; þ_Îû öNÎhÅ¡àÿRr& Kwöqs% $ZóÎ=t/
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati
mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran,
dan Katakanlah kepada mereka Perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.[33]
Kata
baliighan (membekas pada jiwa), hal ini dapat kita pahami bahwa seseorang
humas atau pimpinan lembaga pendidikan hendaknya dalam berkomunikasi mempunyai
rasa atau membekas pada lawan bicara atau pada publik.
d. Qaulan
Ma’rufa, (Perkataan yang baik). QS. al-Ahzab,
ayat 32.
uä!$|¡ÏY»t ÄcÓÉ<¨Z9$# ¨ûäøó¡s9 7tnr'2 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4 ÈbÎ) ¨ûäøøs)¨?$# xsù z`÷èÒørB ÉAöqs)ø9$$Î/ yìyJôÜusù Ï%©!$# Îû ¾ÏmÎ7ù=s% ÖÚttB z`ù=è%ur Zwöqs% $]ùrã÷è¨B
Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain,
jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk[34] dalam berbicara
sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya[35] dan ucapkanlah
Perkataan yang baik,[36]
e. Qaulan Karima, (Perkataan yang mulia) QS. al-Isra’, ayat 23;
4Ó|Ós%ur y7/u wr& (#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$Î) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) 4 $¨BÎ) £`tóè=ö7t x8yYÏã uy9Å6ø9$# !$yJèdßtnr& ÷rr& $yJèdxÏ. xsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& wur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJÌ2
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
Perkataan "ah"[37]
dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang
mulia.[38]
Dari ayat
tersebut jelas bahwa kita diperintahkan untuk mengucapkan perkataan yang baik
atau mulia karena perkataan yang baik dan benar adalah suatu komunikasi yang
menyeru kepada kebaikan dan merupakan bentuk komunikasi yang menyenangkan.
f. Qaulan Layyinan, (perkataan yang lembut) QS. Thaha, ayat 43-44.;
!$t6ydø$# 4n<Î) tböqtãöÏù ¼çm¯RÎ) 4ÓxösÛ ÇÍÌÈ wqà)sù ¼çms9 Zwöqs% $YYÍh©9 ¼ã&©#yè©9 ã©.xtFt ÷rr& 4Óy´øs
Pergilah kamu berdua kepada
Fir'aun, Sesungguhnya Dia telah melampaui batas; Maka berbicaralah kamu berdua
kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau
takut".[39]
Dari ayat tersebut maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa Qaulan Layina berarti pembicaraan yang lemah-lembut,
dengan suara yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh
hati maksudnya tidak mengeraskan suara, seperti membentak, meninggikan suara. Siapapun tidak suka bila berbicara dengan
orang-orang yang kasar. Rasullulah selalu bertuturkata dengan lemah lembut,
hingga setiap kata yang beliau ucapkan sangat menyentuh hati siapapun yang
mendengarnya. Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, yang dimaksud layina
ialah kata kata sindiran, bukan dengan kata kata terus terang atau lugas,
apalagi kasar.[40]
Ayat di atas adalah perintah Allah SWT
kepada Nabi Musa dan Harun agar berbicara lemah-lembut, tidak kasar, kepada
Fir’aun. Dengan Qaulan Layina, hati komunikan (orang yang diajak
berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya tergerak untuk menerima pesan
komunikasi kita.
Dengan demikian, dalam komunikasi Islam,
semaksimal mungkin dihindari kata-kata kasar dan suara (intonasi) yang bernada
keras dan tinggi.
Allah melarang bersikap keras dan kasar dalam berdakwah, karena kekerasan akan
mengakibatkan dakwah tidak akan berhasil malah ummat akan menjauh. Dalam berdoa
pun Allah memerintahkan agar kita memohon dengan lemah lembut, “Berdoalah
kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lemahlembut, sungguh Allah
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas,” (Al A’raaf ayat 55)
g. Qaulan Maysura, (Perkataan yang ringan) QS. al-Isra’, ayat 28.;
$¨BÎ)ur £`|ÊÌ÷èè? ãNåk÷]tã uä!$tóÏGö/$# 7puH÷qu `ÏiB y7Îi/¢ $ydqã_ös? @à)sù öNçl°; Zwöqs% #YqÝ¡ø¨B
Dan jika
kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu
harapkan, Maka Katakanlah kepada mereka Ucapan yang pantas.[41]
Itulah beberapa ayat-ayat al-Qur’an yang
menjelaskan secara umum mengenai hubungan masyarakat (public relation) yang
harus di jalankan oleh maniusia pada khususnya humas.
2. Rasulullah SAW,
Sebagai Suri Teladan (Public Pigur) dan Tabligh (communikatif)
Bagi Manajemen Lembaga Pendidikan Islam.
Dalam praktik manajemen
Humas dilembaga pendidikan Islam sudah bisa dipastiakan bahwa figur yang
dicontoh adalah Nabi Muhammad SAW, paling tidak penekanan pada aspek moralitas,
yang di era dewasa ini diyakini sebagai key success factor (kunci
sukses) paling tidak dalam pengelolaan lembaga pendidikan Islam yaitu; Shiddiq
(benar dan jujur), Amanah, (terpercaya, kredibel), Tabligh,
(komunikatif), dan Fatanah (cerdas).[42]
Hal tersebut sama pentingnya dengan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan
yang dapat diimplementasikan di lembaga pendidikan Islam.
Diantara sifat komunikatif
(Tabligh) Rasulullah SAW, yang bisa diterapkan di lembaga pendidikan Islam
adalah sebagai berikut:
a. Sebagai rahmat
bagi sekalian alam
Nabi
Muhammad SAW, yang diutus sebagai rahmatan lil ‘alamin. Allah SWT
berfirman dalam al-Qur’an Surat Al-Anbiyya, (21) ayat 107;
!$tBur »oYù=yör& wÎ) ZptHôqy úüÏJn=»yèù=Ïj9
Dan Tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.[43]
Dari ayat diatas
jelas bahwa tugas dan fungsi Rasulullah SAW tidak hanya sebagai Nabi, dan
pembawa risalah semata. Tetapi juga sebagai pemimpin ummat, pemimpin
hamba-hambaNya yang beriman, sekaligus sebagai pemimpin komunitas masyarakat
demi risalah Islam yang diperuntukkan bagi seluruh umat manusia dibawah naungan
risalah yang rahmatatn lil ‘alamiin.
b.
Sebagai
suri teladan yang baik
Salah satu contoh nyata yang bisa diambil dari
diri Rasulullah SAW, adalah keteladanan, para Nabi dan Rasul selalu menjadi
model teladan bagi umatnya. Begitupula dengan Nabi Muhammad SAW, yang
diabadikan dalam al-Qur’an dibawah ini;
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx.
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu
suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan banyak menyebut Allah.[44]
Ayat
diatas menjelaskan bahwasanya Rasulullah adalah al-Qur’an yang hidup artinya
pada diri Rasulullah SAW, tercermin semua ajaran Islam dalam bentuk nyata.
Beliau adalah pelaksana pertama semua perintah Allah dan meninggalkan semua
larangan-Nya. Oleh karena itu semua umatnya dipermudah dalam mengamalkan ajaran
Islam yaitu dengan meniru perilaku Rasulullah SAW.[45]
c.
Selalu bermusyawarah dengan bawahan
Humas lembaga pendidikan Islam yang edial
didasarkan kepada prinsip syura’ atau musyawarah. Syura’ berasal dari istilah
bahasa arab yang semual berarti “mengambil madu dari sarang lebah” kata ini
juga digunakan untuk menyebut arti majelis legislatif (MPR).[46]
Intinya syura’ adalah prosedur untuk membuat keputusan dengan orang lain dan
peroses ini dapat dijalankan oleh siapapun yang ingin membuat keputusan. Dalam
Al-Qur’an telah disinggung mengenai syura’ di beberapa surat misalnya di surat
asy-syura;
tûïÏ%©!$#ur (#qç/$yftGó$# öNÍkÍh5tÏ9 (#qãB$s%r&ur no4qn=¢Á9$# öNèdãøBr&ur 3uqä© öNæhuZ÷t/ $£JÏBur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZã
Dan (bagi) orang-orang yang menerima
(mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian
dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.[47]
Ayat-ayat diatas
menjelaskan bahwasanya Rasulullah SAW top pigur, dan panutan dalam segala
urusan uammat Islam. Salah satu yang bisa diterapkan oleh humas di lembaga
pendidikan islam adalah selalu menjadi rahmat bagi masyarkat lain, sebagai
contoh bagi stakeholder dan masyarakat luas dan selalu bermusyawarah dengan
anggota atau tenaga pengajar yang kesemuanya ini adalah prinsip-prinsip yang
harus dianut oleh humas lembaga pendidkan Islam.
Di dalam hadits Nabi SAW juga ditemukan kaidah-kaidah
hubungan masyarakat, bagaimana tidak seseorang Rasulullah yang di utus ke
tengah-tengah suatu kaum, sudah jelas mengajarkan bagaimana berintraksi dengan
sesama baik yang bersifat Qouliyah (Perkataan), Fi’iliyah
(Perbuatan), Taqrir (Persetujuan). Rasulullah SAW mengajarkan berkomunikasi kepada sesama.
Rasulullah SAW bersabda;
عَنْ اُنَسَ بْنَ مَلِكِ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اِنَّ اُمَّتِي لاَ تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلاَ
لَةٍ فَاِذَا رَآيْتُمْ اِخْتِلاَ فَا فَعَلَيْكُمْ بِا لسَّوَادِ ألاَعْظَمِ
Dari Anas bin
Malik berkata: aku mendengar Raslullah SAW, bersabda, Sesungguhnya umatku tidak
dibenarkan untuk berkumpul dalam satu kebatilan, apabila menemukan perbedaan selesaikanlah
dengan syawadhil ‘adham (musyawarah untuk mufakat) (H.R Ibnu Majah). [48]
Dalam hadits lain disebutkan;
عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ مَا رَأَيْتُ أَحَدًا أَكْثَرُ مَشُرَةٌ لأَصْحَابِهِ
مَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ
Dari
Abu Hurairah berkata, Aku tidak menemukan orang yang lebih banyak bermusyawarah
selain Rasulullah SAW,(H.R At-Tirmizi).[49]
Dalam hadits diatas dapat kita
tarik intisarinya, bahwasanya Rasulullah SAW tidak pernah memutuskan suatu
perkara atau masalah tanpa melalui musyawrah.
d.
Menghormati,
menghargai dan mengakui hak asasi manusia.
Rasulullah SAW bersabda;
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُماَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ
لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
Dari
Abdullah bin Amr RA, dari Rasulullah SAW bersabda: Orang Islam yang sempurna
adalah orang yang apabila orang-orang muslim (di dekatnya) selamat dari
lisannya dan tangannya (kekuasaannya), dan orang yang hijrah yaitu orang yang
hijrah dari sesuatu yang dilarang Allah. (H. R Bukhari). [50]
Dalam
hadits lain disebutkan, dari Abu Syuraih, sesungguhnya Nabi bersabda, demi
Allah tidak beriman, demi Allah yidak beriman, demi Allah tidak beriman, para
shahabat bertanya siapa itu wahai Rasulullah?, Nabi menjawab, orang-orang yang
tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya (tipu dayanya) (H.R bukhari).
Dalam hadits ini sesungguhnya Rasulullah
mencontohkan kepada kita untuk senantiasa menghormati, menghargai dan menjaga
hak orang lain yang ada di sekitar kita.
e.
Menggunakan
perkataan yang baik
Rasulullah SAW, bersabda;
وَقَالَ
لِلْأَخَرِيْنَ قَوْلاً حَسَنًا وَقَالَ لاَ طَا عَةُ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ
اِنَّمَا الطَّاعَهُ فِي الْمَعْرُوْفِ
Nabi berkata
kepada sahabat yang lain dengan perkataan yang baik, dan Nabi berkata: tidak
ada ketaatan pada maksiat kepada Allah dan sesungguhnya ketaatan itu hanya pada
sesuatu yang baik. [51]
f.
Menggunakan
bahasa yang efektif
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ
خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ
فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ.
[رواه
البخاري ومسلم]
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda: Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir
hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya, (Riwayat Bukhori
dan Muslim.[52]
Demikian sekedar contoh beberapa prinsip dan kaidah serta etika public
relations dalam perspektif al-Qur’an dan al-Hadits yang dipandang sebagai
kaidah-kaidah dasar public relations. Sebenarnya masih banyak prinsip, kaidah
serta etika public relations dalam al-hadits. Untuk mentrasformasikan
pesan ayat dan hadits tersebut menjadi teori manajemen Humas di lembaga
pendidikan Islam dewasa ini.
C. KONSEP
PENGEMBANGAN PUBLIC RELATIONS DALAM MEMBANGUN CITA LEMBAGA PENDIDIKAN
ISLAM
1. Pengertian
Pengembangn Citra Lembaga pendidikan Islam
Sebelum kita membahas
mengenai pengembangan citara lembaga pendidikan Islam, maka perlu dijelaskan
terlebih dahaulu beberapa istilah secara etimologis (bahasa). Menurut
Baharuddin, Kata pengembangan berasal dari kata sifat kembang, yang berarti
mekar terbuka atau membentang, menjadi besar dan menjadi tambah sempurna.[53]
Sedangkan menurut istilah pengembangan adalah proses, cara dan perbuatan
mengembngkan komponen-komponen sistem ke arah yang lebih baik atau lebih maju. Sedangkan
Lembaga Penidikan
Islam adalah suatu wadah atau organisasi pendidikan yang sengaja didirikan dengan
hasrat dan niat untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai Islam.[54]
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka yang
dimaksud dengan pengembangan lembaga pendidikan Islam adalah suatu upaya yang
sistematis dalam merencana, mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan lembaga
pendidikan dengan segala aspeknya untuk mencapai tujuan secara efektif dan
efisien agar seluruh komponen sistem lembaga pendidikan Islam berkembang kearah
yang lebih baik, lebih bersar dan lebih sempurna.[55]
2. Pengertian
Pengembangn Citra Lembaga pendidikan Islam Menurut Para Pakar
a. Pengembangan
James L. Gibson mengatakan bahwa pengembangan
adalah proses yang berusaha meningkatkan efektifitas organisasi dengan
mengintegrasikan keinginan individu akan pertumbuhan dan perkembangan tujuan
organisasi secara khusus.[56]Proses
ini merupakan usaha mengadakan perubahan berkaitan dengan misi organisasi.
Christine S. Broket mendefinisikan
pengembangan dengan suatu proses dari perubahan berencana terhadap orang-orang
yang ada dalam suatu organisasi secara umum.[57]
Sedangkan menurut Richard Beckhord, berpendapat bahwasannya pengembangan adalah
suatu usaha menyeluruh yang memerlukan dukungan dari puncak pimpinan yang
dirancang untuk meningkatkan efektifitas.[58]
Adapun menurut Adam Indra
Wijaya, Pengembangan
merupakan suatu proses dari perubahan
berencana terhadap orang-orang yang ada dalam suatu organisasi atau lembaga.[59] Sedangkan lembaga adalah wadah/tempat
berlangsungnya proses mendidik dan mengajar.[60] Jadi pengembangan lembaga merupakan suatu
rencana yang cermat yang memfokuskan pada perubahan sekolah (lembaga) untuk
meningkatkan mutu lembaga.
b. Citra
Citra (image)
adalah sebuah pandangan mengenai sesuatu perusaan atau instansi yang bersifat
penilaian objektif masyarakat atas kesan, perasaan, gambaran dari publik
terhadap intitusi, kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek orang
atau organisasi.[61]
Dalam teori manajemen,
pengembangan citra merupakan salah satu bagian yang terpisahkan dari strategi
marketing. Citra akan datang dengan sendirinya dari upaya yang ditempuh
sehingga komunikasi dan ketrebukaan merupakan salah satu faktor utama untuk
mendapatkan citra yang positif.
Menurut R. Abratt, citra
adalah konteks strategi lembaga terkait dengan proses corporate image
managemen. Sedangkan menurut Sanaky, citra berarti kepercayaan, ide dan
impresi seseorang terhadap sesuatu. Senada dengan pendapat Alma Buchari, citra
merupakan kesan, impersi, perasaan atau persepsi yang ada pada publik mengenai
perusaan atau institusi suatu obyek, orang atau lembaga.[62]
Jadi citra merupakan gambaran
yang ada dalam benak publik tentang lembaga. Citra idealnya mencerminkan wajah
dan budaya institusi sejalan dengan strateg institusi, jelas dan konsisten.
Sasran pencitraan adalah bagaimana tercipta opini publik dalam kaitannya dengan
keberadaan sebuah lembaga yang melayani atau memperjelas lembaga tersebut yang
tergabung dalam istilah public relations atau humas.
Ada empat cara membentuk
citra lembaga pendidikan sebagaimana cutlip mengatakan sebagai berikut:
1. Menciptakan public undstanding (persetujuan
atau penerimaan);
2. Menciptakan public confidence (kepercayaan);
3. Menciptakan public support ( dukungan ) dan
4. Menciptakan public corporate (kerjasama
antara masyarakat dengan lembaga).[63]
Dengan demikian peran dan tugas public relations atau Humas
merumuskan nilai-nilai penting yang bisa mendekatkan produk hasil kepada
masyarakat.
c. Lembaga Pendidikan
Islam
Sedangkan Lembaga Penidikan
Islam adalah suatu wadah atau organisasi pendidikan yang sengaja didirikan
dengan hasrat dan niat untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai Islam.[64]
Lembaga pendidikan Islam bisa dikategorikan sebagai
lembaga industri mulia (nobel industry) karena mengemban misi ganda,
yaitu propit dan sosial. Misi propit yaitu untuk mencapai keuntungan sedangkan
misi sosial bertujuan mewariskan dan menginternalisasikan nilai luhur.[65] Misi
ini dapat tercapai secara maksiamal apabila lembaga pendidikan Islam tersebut
memiliki modal human-capital dan sosial-capital yang memadai dan juga memiliki
tingkat keefektifan dan keefisiensi yang tinggi.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka yang
dimaksud dengan pengembangan lembaga pendidikan Islam adalah suatu upaya yang
sistematis dalam merencana, mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan lembaga
pendidikan dengan segala aspeknya untuk mencapai tujuan secara efektif dan
efisien agar seluruh komponen sistem lembaga pendidikan Islam berkembang kearah
yang lebih baik, lebih bersar dan lebih sempurna.[66]
D. IMPLEMENTASI PUBLIC
RELATION DI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM (PESANTREN)
Manajemen hubungan masyarakat (Publik relations)
di pesantren adalah hubungan antara pesantren dengan masyarakat. Pesantren
membangun citra dengan masyarakat baik dalam menjaga citra juga menjalin
kesinambungan antara pondok pesantren dengan masyarakat. Untuk memahami
implementasi public relation di lembaga pendidikan Islam terlebih dahulu kita
bahas pengertian pesantern sebagai lembaga pendidikan Islam. Masa depan pesantren
sangat ditentukan oleh faktor manajerial. Pesantren yang menerapkan manajemen Humas
akan berkembang secara signifikan jika dikelola secara profesional.
1.
Pengertian
Pesantren
Secara sederhana Pesantren adalah tempat para santri.[67]
Imam Zarkasyi,
secara definitif mengartikan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dengan
sistem asrama atau pondok, di mana Kyai sebagai figur sentralnya, masjid
sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama Islam dibawah
bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamnya.[68]
Sehingga secara singkat pesantren dapat dikatakan sebagai laboratorium serta
miniatur kehidupan, di mana para santri belajar hidup dan bermasyarakat dari
berbagai segi dan aspeknya.
Dalam pondok
pesantren ada beberapa unsur-unsur yang perlu diperhatikan yaitu meliputi: (1)
pondok; (2) masjid; (3) santri; (4) pengajian kitab-kitab Islam klasik; dan (5)
Kyai.[69]
Sedangkan fungsi utama
pesantren sesungguhnya sangat sederhana yaitu mensinergikan pelaku pendidikan
yakni tenaga pendidik dan santri, dengan materi yang menjadi objek kajian dalam
suatu lingkungan tersendiri. Selain itu kiprah pesantren dalam berbagai hal
amat sangat dirasakan oleh masyarakat, salah satu contohnya adalah selain
sebagai sarana pembentukan karakter dan pencetak kader-kader ulama, pesantren
merupakan bagian dari khazanah pendidikan Islam Indonesia yang setia berada
dalam barisan “apa adanya” .
Adapun tujuan pendidikan pesantren harus berorientasi
pada dua tujuan pokok, yaitu: pertama, tujuan yang berorientasi ukhrowi,
yaitu membentuk seorang hamba agar melakukan kewajiban kepada Allah. Kedua, tujuan
yang berorientasi duniawi, yaitu membentuk manusia yang mampu menghadapi segala
bentuk kehidupan yang lebih layak dan bermanfaat bagi orang.[70]
Pesantren harus
mampu memunculkan atau membentuk kepribadian yang mantap yang dilengkapi dengan
ilmu pengetahuan dengan harapan setelah kembali ke kampung halaman dapat
menjadi muslim yang menjadi suri tauladan yang mampu memantulkan culture pesantren
dalam menempuh hidup di dunia serta dapat menyiarkan nilai-nilai dari ajaran
agama Islam yang menjadi pembuka terhadap cakrawala baru dalam kehidupan
beragama dan bermasyarakat.
Dari berbagai
definisi pesantern diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pondok pesantren adalah
lembaga pendidikan yang tertua di Indonesia yang
dipimpin oleh seseorang kyai yang mempunyai karismatik dan bersifat independent
dimana santri disediakan tempat menginap.
Pesantren merupakan hasil usaha mandiri Kyai yang
dibantu oleh para dewan pengajar, santri serta masyarakat, sehingga memiliki
berbagai macam bentuk. Selama ini belum pernah terjadi, dan barangkali cukup
sulit jika harus menyeragamkan sistem pendidikan pesantren dalam skala
nasional. Karena setiap pesantren pasti memiliki ciri khusus dalam hal
pelaksanaan pendidikannya disebabkan perbedaan pola piker Kyai dan keadaan
social budaya maupun social geografis yang mengelilinginya. Untuk kategori
pendidikan pesantren bisa diteropong dari segi rangkaian kurikulumnya dan juga
dari sudut sistem pendidikannya.
Dari segi kurikulumnya, M. Arifin, menggolongkan menjadi pesantren modern, pesantren tahassus
(tahassus ilmu alat, ilmu fiqh/ ushul fiqh, ilmu tafsir/ hadits, ilmu
tasawuf/ thariqat, dan qira’at al-Qur’an) dan pesantren campuran.[71]
Sedangkan kategori pesantren jika dipandang dari sistem pendidikan yang
dikembangkan dikelompokkan menjadi tiga macam: pertama, memiliki santri
yang belajar dan tinggal bersama Kyai, kurikulum tergantung Kyai, dan
pengajaran secara individual. Kedua, memiliki madrasah, kurikulum
tertentu, pengajaran bersifat aplikasi, Kyai memberikan pelajaran secara umum
dalam waktu tertentu, santri bertempat tinggal di asrama untuk mempelajari
pengetahuan agama dan umum. Dan ketiga, hanya berupa asrama, santri
belajar di sekolah/ madrasah, dan Kyai sebagai pengawas dan pembina mental.[72]
Pada permulaan didirikan pondok pesantren, sistem pengajaran yang digunakan adalah sejenis
sistem wetonan, sorogan, dan non-klasikal. Akan tetapi disebabkan oleh tuntutan zaman dan kebutuhan
masyarakat serta akibat kemajuan dan perkembangan pendidikan,
maka pada sebagian pondok pesantren ada yang mengembangkan dengan menyesuaikan diri
dengan sistem pendidikan dan pengajaran pada lembaga pendidikan jalur sekolah
(pendidikan formal), dan sebagian lagi masih tetap bertahan pada sistem
pengajaran yang lama. Perbedaan
bentuk dan sistem yang berlaku di kalangan pondok pesantren karena bentuk dan sistem pondok pesantren ditentukan oleh Kyai sebagai pemimpin pondok
pesantren dan para pendukung pondok pesantren
masing-masing. Oleh sebab itu penyelenggaraan sistem pendidikan dan
pengajaran antara satu pondok pesantren
dengan pondok pesantren yang lain berbeda-beda dan tidak ada
keseragaman. Hal demikian ini menjadikan pondok pesantren sebagai sebuah kultur yang unik.
2. Pengembangan Pendidikan Pondok Pesantren
Pengembangan pendidikan yang terjadi di dunia Islam tidak lebih
dari respon positif para modernis Muslim terhadap ketertinggalan umat Islam
dari kemajuan Barat modern. Pengembangan sendiri merupakan sebuah gerakan Islam yang mencakup
gerakan-gerakan pembaharuan atau moderinisasi Islam.[73]
Menurut Fazlur Rahman modernisasi di dunia Islam
terjadi pada abad ke-19 yang digerakkan
oleh elit penguasa (birokrat) dengan tujuan menciptakan keseimbangan (equilibrium)
antara masyarakat Barat dan Islam. Sedangkan untuk modernisasi pendidikan
di Indonesia Hasnun Asrohah mengatakan pada permulaan abad ke-20 masyarakat
Islam Indonesia telah mengalami beberapa perubahan baik dalam bentuk
kebangkitan agama, perubahan, maupun pencerahan yang diakibatkan adalah
dorongan untuk melawan penjajah bangsa Belanda. Sebab tidak mungkin bangsa
Indonesia harus mempertahankan segala aktivitas dengan cara tradisional untuk
melawan kekuatan-kekuatan kolonialisme Belanda.[74]
Ada hubungan yang erat antara modernisasi dan
pendidikan terutama pendidikan Islam yang turut mewarnai dinamika di Indonesia.
Istilah modernisasi lebih diarahkan kepada istilah pengembangan (development)
yang merupakan proses multidimensional yang kompleks. Dalam dunia
pendidikan, Azyumardi Azra mengatakan bahwa modernisasi umumnya dilihat dari
dua segi, yaitu pertama pendidikan dipandang sebagai suatu variabel
modernisasi. Artinya tanpa pendidikan yang memadai akan sulit bagi masyarakaat
manapun untuk mencapai tujuan. Kedua, pendidikan dipandang sebagai objek
modernisasi.[75]
Dalam konteks ini, pendidikan pesantren pada umumnya
dipandang masih terbelakang dalam berbagai hal, karena itulah pendidikan harus
diperbarui, dibangun kembali sehingga dapat memenuhi harapan dan fungsi yang
dipikulkan kepadanya. Dari perspektif kependidikan, pesantren merupakan satu-satunya
lembaga pendidikan yang tahan terhadap gelombang modernisasi. Padahal, di
berbagai kawasan Dunia Muslim, lembaga-lembaga pendidikan tradisional Islam
seringkali lenyap, tergusur oleh ekspansi sistem pendidikan modern. Kenyataan
ini dapat dilihat pada kelembagaan pendidikan tradisional di kawasan Timur
Tengah yang tersimplifikasi atas tiga jenis, yaitu madrasah, kuttab, dan
masjid. Hingga pertengahan akhir abad ke-19, ketiga lembaga tersebut masih
mampu bertahan, akan tetapi sejak perempatan terakhir abad ke-19, gelombang
pembaharuan dan modernisasi yang semakin kencang menimbulkan perubahan yang
tidak bisa dimundurkan lagi dalam eksistensi lembaga pendidikan Islam
tradisional itu.[76]
Berkaitan dengan kenyataan di atas, ada benarnya jika
kemudian analisis Karel A. Stenbrink dimunculkan. Menurut pengamat keIslaman
asal Belanda itu, Pesantren meresponi atas kemunculan dan ekspansi sistem
pendidikan modern Islam dalam bentuk “menolak sambil mengikuti”.[77]
Dalam wujudnya secara konkrit, pesantren merespon tantangan itu dengan beberapa
bentuk. Pertama, pembaharuan substansi atau isi pendidikan pesantren
dengan memasukkan subyek-subyek umum dan keterampilan (vocational). Kedua,
pembaharuan metodologi, seperti sistem klasikal dan penjenjangan. Ketiga,
pembaharuan kelembagaan seperti kepemimpinan pesantren, diversifikasi
lembaga pendidikan. Dan keempat, pembaharuan fungsi, dari fungsi
kependidikan untuk juga mencakup fungsi sosial-ekonomi.[78]
Jika kita mencari lembaga pendidikan Islam yang asli
di Indonesia dan berakar sangat kuat dalam masyarakat, tentu kita akan
menempatkan pondok pesantren di nomor pertama. Akan tetapi, ternyata lembaga
yang dianggap merakyat ini masih menyisakan berbagai kegelisahan yang dirasakan
oleh masyarakat juga. Karena keluaran pondok pesantren masih diragukan
kemampuannya dalam menjawab tantangan zaman, terutama ketika berhadapan dengan
derasnya arus modernisasi dan perkembangan IPTEK.
Ada
hubungan sinergis peran kyai sebagai pemimpin lembaga pendidikan Islam dengan
respon masyarakat dengan menjalin kerja sama yang signifikan dengan para tokoh
masyarakat. Apabila kepercayaan masyarakat tinggi, pendekatan aktif, maka
menghasilkan respon positif; Bila kepercayaan tinggi, pendekatan sedang, maka
repon cukup positif; Bila kepercayaan tinggi, pendekatan pasif, maka respon
agak positif, Bila kepercayaan sedang, pendekatan aktif, maka respon masyarakat
ada peningkatan; Bila kepercayaan sedang, pendekatan sedang, maka respon
masyarakat pasif; Bila kepercayaan sedang, pendekatan pasif, maka respon
masyarakat agak negatif; Bila kepercayaan rendah, pendekatan aktif, maka respon
masyarakat ada sdikit peningkatan; Bila kepercayaan rendah, pendekatan sedang,
maka respon masyarakat negatif, dan bila kepercayaan rendah, pendekatan pasif,
maka respon masyarakat negatif; dan bila kepercayaan rendah, pendekatan pasif,
maka respon masyarakat sangat negatif sekali. Agar lebih dimengerti teori ini,
coba perhatikan tabel dibawah ini;
Tabel 2. 1
Hubungan
sinergis antara kepercayaan, pendekatan humas dan respon masyarakat.
No
|
Kepercayaan
(Trustment) masyarkat terhadap lembaga pendidikan Islam
|
Pendekatan
(Approach) yang dilakukan kyai atau Humas
|
Respon
masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam
|
1
|
Tinggi
|
Aktif
|
Positif
|
2
|
Tinggi
|
Sedang
|
Cukup
Positif
|
3
|
Tinggi
|
Pasif
|
Agak
Positif
|
4
|
Sedang
|
Aktif
|
Ada
peningkatan
|
5
|
Sedang
|
Sedang
|
Pasif
|
6
|
Sedang
|
Pasif
|
Agak
negatif
|
7
|
Rendah
|
Aktif
|
Sedikit
peningkatan
|
8
|
Rendah
|
Sedang
|
Negatif
|
9
|
Rendah
|
Pasif
|
Negatif
sekali.
|
Gambar. Hubungan
lembaga pendidikan dengan masyarakat.[79]
Berdasarkan
tabel diatas, respon masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam akan
bergantung kepada kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut dan
pendekatan yang dilakukan oleh humas.
[1]Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktek dan
Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 3.
[7]Onong Uchjana Efendi, Human Relations dan
Public Relations,, (Bandung: Mandar Maju, 1993), hlm. 5.
[9]Rosadi Ruslan, Manajemen Public Relation;
Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 15.
[11]F. Rahmadi, Public Relations Teori dan
Praktek, Aplikasi dalam Badan Usaha Swasta dan Lembaga Pemerintah (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm. 18-19.
[12]Cultip M Scott, Effective Public
Relations, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 23.
[14]Mc. Elerath, Managing Syistematic and
Ethical Public Relation Compaigns, (New York: Beanchmark publisher, 1997),
hlm. 7.
[15]Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah,
(Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya), (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011), hlm. 334.
[21]Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi
Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), hlm. 17.
[24]Anwar
Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya
Manusia Perusahaan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001), hlm. 93.
[25]M. Sobry Sutikno, Manajemen Pendidikan,
Langkah Praktis Mewujudkan Lembaga Pendidikan yang Unggul (Tinjauan Umum dan
Islami), (Lombok: Holistica, 2012), hlm. 94.
[27]Jamal Ma’mur Asmani, Kiat Melahirkan
Madrasah Unggulan, Merintis dan Mengelola Madrasah yang Komperhensif,
(Jogjakarta: Diva Press, 2013), hlm. 103.
[28]Dekat dan
jauh di sini ada yang mengartikan dengan tempat, hubungan kekeluargaan, dan ada
pula antara yang Muslim dan yang bukan Muslim.
[29]Ibnus sabil ialah
orang yang dalam perjalanan yang bukan ma'shiat yang kehabisan bekal. Termasuk
juga anak yang tidak diketahui ibu bapaknya.
[34]Yang dimaksud dengan tunduk di sini ialah berbicara dengan sikap yang
menimbulkan keberanian orang bertindak yang tidak baik terhadap mereka.
[35]Yang dimaksud dengan dalam hati mereka ada penyakit Ialah: orang yang
mempunyai niat berbuat serong dengan wanita, seperti melakukan zina.
[37]Mengucapkan
kata Ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh agama apalagi mengucapkan
kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.
[40]Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Shahih
Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2011), hlm. 725.
[41]Maksudnya:
apabila kamu tidak dapat melaksanakan perintah Allah seperti yang tersebut
dalam ayat 26, Maka Katakanlah kepada
mereka Perkataan yang baik agar mereka tidak kecewa lantaran mereka belum
mendapat bantuan dari kamu. dalam pada itu kamu berusaha untuk mendapat rezki
(rahmat) dari Tuhanmu, sehingga kamu dapat memberikan kepada mereka hak-hak
mereka. Departemen
Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 285.
[45]Muhammad Syafii Antonio, Muhammad Saw: The
Super Leader Super Manager, (Jakarta: Tazkia Publising, 2009), hlm. 195.
[46]Veithzal Rivai & Arviyan Arifin, Islamic Leadership, hlm. 8.;
Chritine Huda Dodge, Kebenaran Islam, Segala Hal Tentang Islam dari A-Z,
terj. Ahmad Asnawi, (Jogjakarta: Deglossia, 2006), hlm. 363.
[54]Muhaimin, Pemikian dan Aktualisasi
Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 39.
[56]James L. Gibson dan Ter Djo Ebon Wahid, Organisasi
dan Manajemen: Perilaku Struktur dan Proses, (Jakarta: Erlangga, 1994),
hlm. 658.
[57]Adam Indra Wijaya, Perubahan dan
Pengembangan Organisasi, (Bandung: Sinar Baru, 1989), hlm. 244.
[60]Muhammad Dava Ali & Habibah Dova, Lembaga-Lembaga
Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1991), hlm.
1.
[64]Muhaimin, Pemikian dan Aktualisasi
Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 39.
[65]Muhaimin, et al, Manajemen Pendidikan
Islam: Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah,
(Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 5.
[68]Amir Hamzah Wirosukarto, dkk, KH. Imam
Zarkasyi dari Gontor Merintis Pesantren Modern, (Ponorogo: Gontor Press,
1996), hlm. 56.
[69]Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren:
Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 44.
[71] M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan
(Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 251-252
[72]Suparlan Suryopratondo, Kapita Selekta
Pondok Pesantren Jilid II, (Jakarta: PT. Paryu Barkah, t.t), hlm. 84.
[73]John L. Esposito (Edit.), The Oxford
Encyclopedia of The Modern World, (London: Oxford University Press, 1995),
hlm. 242.
[75]Azyumardi Azra, Pembaharuan Pendidikan
Islam: Sebuah Pengantar, dalam Marwan Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan
Agama Islam, (Jakarta: CV. Amissco, 1996), hlm. 2.
[76]Umiarso & Nur Zazin, Pesantren
di Tengah Arus Mutu Pendidikan: Menjawab Problematika Kontemporer Manajemen
Mutu Pesantren, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2011), hlm. 92.
[77]Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah,
Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, (Jakarta: LP3ES, 1986.