Jumat, 13 Maret 2015

METODE TAFSIR SAYYID QUTUB DALAM KITAB FI ZHILALIL QUR'AN



BAB 1
                                                  PENDAHULUAN                                                 
      1.1. Latar Belakang
       Sayyid Qutub adalah tokoh agama, ilmuwan, sastrawan, ahli tafsir dan intelektual Islam asal Mesir, dalam sejarah hidupnya, Sayyid Qutub tidak pernah lelah untuk berdakwah meskipun beliau dizalimi, disiksa dan dipenjara puluhan tahun, beliau tidak pernah putus asa, beliau adalah sosok yang luar bisa dengan segala kegigihannya dalam berdakwah.
Sayid Qutub hidup dalam nuansa iman ketika menulis zhilal, Beliau hidup  bersama Al Qur’anul Karim dengan surat-surat, ayat-ayat, dan kalimat-kalimatnya. Dari Al Qur’an ini Beliau menimba makna-makna yang begitu banyak serta merasakan kenikmatan hidup yang penuh berkah di bawah naungannya, Beliau memperoleh curahan rahmat Allah di dalam penjara serta diberi anugerah dan pertolongan untuk bisa beradaptasi di dalamnya serta mengubah kondisi cobaan di dalam penjara menjadi sebuah anugerah, sehingga ilmu, keimanan dan keyakinan beliau justru semakin bertambah, dan perkataan beliau dalam Zhilal merupakan buah dari ilmu, anugerah dan kekayaan tersebut.
Maka tidak perlu di dengar lagi perkataan sebagian pencela dalam melancarkan tuduhan yang bukan-bukan terhadap Sayid mengenai kejiwaan dan perasaan-perasaan beliau, ilmu dan anugerah beliau, kesehatan pemikiran beliau, keseimbangan pandangan-pandangan beliau, serta kebenaran hukum-hukum dan penjelasan-penjelasan  beliau.[1]
Sayyid Quth dizalimi dan dipenjara rezim yang berkuasa bukan karena tindakan kriminal yang beliau lakukan tetapi karena tulisan dan karya-karyanya yang mampu menggugah ribuan pemuda untu bangkit melawan kejahiliahan dan menegakkan Islam, dan dalam penjara itulah beliau torehkan karya yang monumental yaitu Tafsir Fi Zilal Al-Qur’an.
      
       1.2. Rumusan Masalah
1.    Bagaimana Biografi Sayyid Qutub ?
2.    Bagaimana Metodologi tafsir Sayyid Qutub dalam Fi Zhilalil Qur’an ?

1.3. Tujuan Masalah
1.    Untuk mengetahui Biografi Sayyid Qutub
2.    Untuk mengetahui Metode tafsir Qutub dalam Fi Zhilalil Qur’an



















BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Biografi Sayyid Qutub
Sayyid Qutub Ibrahim Husain Syadzili. dilahirkan pada tahun 1906 di Kampung Musyah, daerah Asyut, Egypt dalam keluarga yang kuat mematuhi ajaran agama dan mempunyai kedudukan yang terhormat di kampungnya. Bapanya bernama Haji Qutub Ibrahim seseorang yang disegani dan peduli terhadap orang miskin, setiap tahun beliau menghidupkan hari-hari kebesaran Islam dengan mengadakan majlis-majlis jamuan dan tilawah al-Quran di rumahnya terutama di bulan Ramadhan. Ibunya adalah seorang yang bertaqwa dan menyintai al-Quran, ketika majlis tilawah al-Quran diadakan di rumahnya, ia mendengar dengan penuh khusyu’ dan beliau telah menghafal al-Qur’an sejak usianya belum sampai sepuluh tahun.
Kakeknya yang keenam, Al-Faqir Abdullah, datang dari India ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Setelah itu ia meninggalkan Mekah menuju dataran tinggi Mesir. Ia merasa takjub atas daerah Mausyah dengan pemandangan-pemandangan, kebun-kebun serta kesuburannya. Maka akhirnya ia pun tinggal di sana. Di antara anak turunnya itu lahirlah Sayid Qutub rahimahullah.[2]
Sayyid Qutub bersekolah di daerahnya selama 4 tahun. Usia 13 tahun beliau dikirim untuk belajar ke Kairo, beliau lulus dari Dar AlUlum dengan gelar S1 dalam bidang sastra (Lc) sekaligus diploma pendidikan. Pada tahun 1951 M beliau mendapatkan beasiswa dari pemerintah Mesir ke Amerika Serikat. Beliau belajar di beberapa kampus favorit, yaitu: Stanford University di California, Greenly Collage di Colordo, dan Wilson’s Teacher College di Washington.[3]
Dalam kesehariannya, ia bekerja sebagai tenaga pengajar di Universitas tersebut. Selain itu, ia juga diangkat sebagai penilik pada Kementerian Pendidkan dan Pengajaran Mesir, hingga akhirnya ia menjabat sebagai inspektur. Sayyid Qutb bekerja dalam Kementerian tersebut hanya beberapa tahun saja. Beliau kemudian mengundurkan diri setelah melihat adanya ketidak cocokan terhadap kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang pendidikan karena terlalu tunduk oleh pemerintah Inggris. Pada waktu bekerja dalam pendidikan tersebut, beliau mendapatkan kesempatan belajar ke U.S.A untuk kuliah di Wilson’s Teacher College dan Stanford University dan berhasil memperoleh gelar M.A di bidang pendidikann. Beliau tinggal di Amerika selama dua setengah tahun, dan hilir mudik antara Washington dan California. Melalui pengamatan langsung terhadap peradaban dan kebudayaan yang berkemabng di Amerika Sayyid Qutb melihat bahwa sekalipun Barat telah berhasil meraih kemajuan pesat.
Dari pengalaman yang diaperoleh selama belajar di Barat inilah yang kemudian memunculkan paradigma baru dalam pemikiran Sayyid Qutb. Atau, bisa juga dikatakan sebagai titik tolak kerangka berfikir sang pembaharu masa depan. Sepulangnya dari belajar di negeri barat, Sayyid Qutb langsung bergabung dalam keangotaan gerakan Ikhwân al-Muslimîn yang dipelopori oleh Hasan al-Banna. Dan dia juga banyak menulis secara terang-terangan tentang masalahah keislaman. Dari organisasi inilah beliau lantas banyak menyerap pemikiran-pemikiran Hasan al-Banna dan Abu A’la al-Maududi. Sayyid Qutb memandang Ikhwan al-Muslimin sebagai satu gerakan yang bertujuan untuk mewujudkan kembali syarat politik islam dan juga merupakan medan yang luas untuk menjalankan Syariat islam yang menyeluruh.[4]
Penyebaran ideologi yang ditegakkan di atas fikrah perjuangan al-Banna, dikembangkan oleh Qutb dengan pendekatan yang agak radikal dalam menolak kebejatan politik dan kepincangan sosial, dan mencanangkan ide-ide pembaharuan yang revolusioner. Qutb merangka khittah perjuangan yang jelas, bagi meluaskan pengaruh Ikhwan dan menegakkan agenda perubahan yang besar. Beliau melancarkan gerakan untuk menghukum kezaliman pemerintah, menolak kebobrokan budaya dan cengkaman politik yang rakus, menyingkirkan faham jahiliyah, membungkam sistem kapitalis,  nasionalis, dan feudalis dan melantarkan dasar-dasar perjuangan dan dakwah berteraskan kalimah La-ilaha-illallah.[5]
Beliau wafat di waktu fajar hari senin  13 Jamadil Awal 1386 atau 29 Agustus 1966 di tiang gantungan setelah didakwai bersalah oleh “Mahkamah Militer” yang telah dibangun oleh kerajaan revolusi di zaman itu, mahkamah ini mempunyai sejarah pengadilan yang hitam dan banyak mengorbankan orang-orang yang tidak berdosa.
Berikut Curriculum Vitae Sayyid Qutb: [6]
Nama Lengkap            : Sayyid Qutb Ibrahim Husain Syadzili
Tanggal Lahir             : 9 Oktober 1906
Tempat Lahir              : Asyut, Mesir
Riwayat Pendidikan   : Pendidikan Dasar di sekolah Kuttâb (TPA) (1918)
Madrasah Tsanawiyah  di Kairo ( 1921)
Diklat Keguruan (1928)
Universitas Dar al-Ulum bidang sastra dan pendidikan (1933)
Wilson’s Teacher’s College, (Washington)
Greeley College (Colorado)
Stanford University (California)
Aktivitas                     : Aktivis gerakan Islam Ikhwanul Muslimin
Penulis Sastra
Kritikus Sastra
Tokoh Pendidikan
Karya                          : Muhimmat al-Syi’r fi al-Hayah (1933)
Naqd Mustaqbal al-Thaqafah fî Misr (1939)
Al-Tas}wir al-Fanni fi al-Qur’an (1945)
Mashahid al-Qiyamah fi al-Qur`an.
Al-‘Adalah al-Ijtima’iyyah fi al-Islam
Ma’rakah al-Islam wa ar-Ra’s al-Maliyyah.
Hadhaal-Din
Al-Mustaqbal li Hadha al-Din.
Tafsir fi Zilal al-Qur’an, dll.


a.        Kerangka Pemikiran Sayyid Qutub
              Dalam kitabnya yang berjudul Sayyid Qutb: Khulâshatuhu wa Manhâju Harakatihi, Muhammad Taufiq Barakat membagi fase pemikiran Sayyid Qutb menjadi tiga tahap:[7]
1. Tahap pemikiran sebelum mempunyai orientasi Islam
2. Tahap mempunyai orientasi Islam secara umum
3. Tahap pemikiran berorientasi Islam militan
Pada fase ketiga inilah, Sayyid Qutb sudah mulai merasakan adanya keenggan dan rasa muak terhadap westernisme, kolonialisme dan juga terhadap penguasa Mesir. Masa-masa inilah yang kemudian menjadikan beliau aktif dalam memperjuangnkan islam dan menolak segala bentuk westernisasi yang kala itu sering digembor-gemborkan oleh para pemikir Islam lainnya yang silau akan kegemilingan budaya-budaya barat.Dalam pandangannya, Islam adalah way of life yang komprehansif.Islam adalah ruh kehidupan yang mengatur sekaligus memberikan solusi atas problem sosial-kemasyarakatan. Al-Qur`an dalam tataran umat islam dianggap sebagai acuan pertama dalam pengambilan hukum maupun mengatur pola hidup masyarakat karena telah dianggap sebagai prinsiputama dalam agama islam, maka sudah menjadi sebuah keharusan jika Al-Qur`an dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada. Berdasar atas asumsi itulah, Sayyid Qutb mencoba melakukan pendekatan baru dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur`an agar dapat menjawab segala macam bentuk permasalahan.Adapun pemikiran beliau yang sangat mendasar adalah keharusan kembali kepada Allah dan kepada tatanan kehidupan yang telah digambarkan-Nya dalam Al-Quran, jika manusia menginginkan sebuah kebahagiaan, kesejahteraan, keharmonisan dan keadilan dalam mengarungi kehidupan dunia ini.[8]
Meski tidak dipungkiri bahwa Al-Qur`an telah diturunkan sejak berabad abad tahun lamanya pada zaman Rasulullah dan mengganggambarkan tentang kejadian masa itu dan sebelumnya sebagaimana yang terkandung dalam Qashash Al-Qur`an, namun ajaran-ajaran yang dikandung dalam Al-Qur`an adalah ajaran yang relevan yang dapat diterapkan di segala tempat dan zaman. Maka, tak salah jika kejadian-kejadian masa turunnya Al-Qur`an adalah dianggap sebagai cetak biru perjalanan sejarah umat manusia pada fase berikutnya.Dan tidak heran jika penafsiran-penafsiran yang telah diusahakan oleh ulama klasik perlu disesuaikan kembali dalam masa sekarang. Berangkat dari itu, Sayyid Qutb mencoba membuat terobosan terbaru dalam menafsirkan Al-Qur`an yang berangkat dari realita masyarakat yang kemudian meluruskan apa yang dianggap tidak benar yang tejadi dalam realita tersebut.
b.        Sekilas tentang corak penafsiran sayyid Qutub
Bisa dikatakan kitab Fî Zhlilâl al-Qur`an yang dikarang oleh Sayyid Qutb termasuk salah satu kitab tafsir yang mempunyai terobosan baru dalam malakukan penafsiran al-Qur`an. Hal ini dikarenakan tafsir beliau selain mengusung pemikiran-pemikiran kelompok yang berorientasi untuk kejayaan islam, juga mempunyai metodologi tersendiri dalam menafsirkan al-Qur`an. Termasuk diantaranya adalah melakukan Pembaruan dalam bidang penafsiran dan disatu sisi beliau mengesampingkan pembahasan yang diarasa kurang begitu penting. Salah satu yang menonjol dari corak penafsiran beliau adalah mengetengahkan segi sastera untuk melakukan pendekatan dalam menafsirkan Al Qur’an.[9]
Sisi sastera beliau terlihat jelas ketika kita menjulurkan pandangan kita ke tafsirnya bahkan dapat kita lihat pada barisan pertama. Akan tetapi, semua pemahaman uslub al-Qur`an, karakteristik ungkapan al-Qur`an serta dzauq yang diusung semuanya bermuara untuk menunjukkan sisi hidayah al-Qur`an dan pokok-pokok ajarannya yang dikemukakan Sayyid Qutb untuk memberikan pendekatan pada jiwa pembacanya pada khususnya dan orang-orang islam pada umumnya. Melalui pendekatan semacam ini diharapkan Allah dapat memberikan manfaat serta hidayah-Nya.Karena pada dasanya, hidayah merupakan hakikat dari al-Qur`an itu sendiri.Hidayah juga merupakan tabiat serta esensi al-Qur`an. Menurutnya, al-Qur`an adalah kitab dakwah, undang-undang yang komplit serta ajaran kehidupan.[10]
Menurut Issa Boullata, seperti yang dikutip oleh Antony H. Johns, pendekatan yang dipakai oleh Sayyid Qutb dalam menghampiri Al-Qur`an adalah pendekatan tashwîr (penggambaran) yaitu suatu gaya penghampiran yang berusaha menampilkan pesan Al-Qur`an sebagai gambaran pesan yang hadir, yang hidup dan konkrit sehingga dapat menimbulkan pemahaman “aktual” bagi pembacanya dan memberi dorongan yang kuat untuk berbuat. Oleh karena itu, menurut Sayyid Qutb, qashash yang terdapat dalam Al-Qur`an merupakan penuturan derama kehidupan yang senantiasa terjadi dalam perjalanan hidup manusia. ajaran-ajaran yang terkandung dalam cerita tidak akan pernah kering dari relevansi makna untuk dapat diambil sebagai tuntunan hidup manusia.
Mengaca dari metode tashwir yang dilakukan oleh Sayyid Qutb, bisa dikatakan bahwa tafsir Fî Zhilâl Al-Qur`an dapat digolongkan kedalam tafsir al-Adabi al-Ijtimâ’i (sastera, budaya, dan kemasyarakatan). Hal ini mengingat background beliau yang merupakan seorang sastrawan hingga beliau bisa merasakan keindahan bahasa serta nilai-nilai yang dibawa al-Qur’an yang memang kaya dengan gaya bahasa yang sangat tinggi.[11]
c.         Pandangan Sayyid Qutub terhadap Naskh dan Mansukh
Fenomena naskh dan mansukh dalam al-Qur`an memang telah terjadi silang pendapat dalam kalangan ulama islam sendiri. Disatu pihak ada yang menerimanya dan dipihak lain ada yang menolaknya dengan beberapa argumentasi mereka masing-masing. Dalam hal ini, Sayyid Qutb termasuk kedalam kelompok yang menerima adanya naskh dalam al-Qur`an. Ini dapat dilihat ketika beliau menafsirkan kandungan ayat 106 surat al-Baqarah. Beliau mengemukakan bahwa pada ayat itu al-Qur`an secara umum menandaskan adannya peralihan sebagian perintah ataupun hukum seiring dengan perkembangan masayarakat muslim, dan secara khusus ayat tersebut menggambarkan tentang peralihan qiblat. Adanya pergantian sebagian ketentuan sebagian hukum adalah untuk kepentingan dan kemashlahatan manusia, serta untuk merealisasikan kebaikan yang jauh lebih besar sesuai tuntutan perkmbangan masyarakat. Selain itu, Allah sebagai sang pencipta memang mempunyai hak prerogratif melakukan hal tersebut. Sayyid Qutb melihat naskh dari perspektif ganda, yaitu perspektif Tuhan dan manusia.Seakan-akan dia mengatakan, terjadinya naskh merupakan kemauan Tuhan dan untuk kepentingan manusia.Selain itu, nashk juga sesuai dengan watak ajaran islam yang evolotif yang lebih mengedepankan kemashlahatan umat. [12]
Memang diakui, naskh terkait dengan dinamika kemashlahatan manusia.Namun, tidak menjadi persoalan, mengigat kondisi masyarakat pada risalah Nabi merupakan contoh bagi perkembangan masyarakat manusia sepanjang masa. Hal ini akan bisa sesuai dengan al-Qur`an sendiri yang selalu aktual dalam menghadapi perkembangan masa. Dengan demikian gerak sejarah manusia tidak akan keluar dari dinamika masyarakat Arab pada masa Nabi. Oleh karena itu, menurut Sayyid Qutb sendiri gambaran seluruh persoalan sejarah umat manusia telah ditemukan jawabannya dalam teks suci melalu pemahaman baku masyarakat masa risalah. Atas asumsi itulah, Sayyid Qutb disebut sebagai pemikir Fundamentalisme Islam; pemikir yang mempunyai romantisme terhadap masa lalu Islam (klasik), dan secara singkatnya dia ingin mewujudkan gambaran masyarakat masa lalu kedalam masa sekarang dan yang akan datang.[13]
d.        Contoh Penafsiran Sayyid Qutub dalam Tafsir Fi Zhilal al-Qur’an
Ayat surat Al- Anfal Banyak sekali ulama yang mengtakan bahwa ayat ini mengalami proses naskh. Maka dari itu mereka berpendapat bahwa dahulu perbandinagn pada saat bertempur dengan kaum kafir adalah satu banding sepuluh.Artinya, satu kaum muslimin diwajibkan menumpas sepuluh orang kafir. Lalu datanglah ayat berikutnya yang berisi tentang keringanan yang diberikan oleh Allah kepada orang islam berupa satu orang islam melawan dua oang kafir. Inilah model penafsiran ulama-ulama klasik.Sayyid Qutb mencoba menghadirkannya dalam zaman sekarang. Beliau berpendapat, ayat ini berbicara mengenai taksiran kekuatan pasukan muslim menghadapi pasukan kafir dalam pandanagan Tuhan. Namun inti dari semua itu adalah untuk menenteramkan jiwa kaum muslimin agar tidak cepat gentar dan patah semangat dalam menghadapi pasukan musuh yang berjumlah besar. Menurut Sayyid Qutb, dari ayat ini dapat diambil pelajar tentang mentalitas umat islam. Kemenangan bukanlah terletak pada banyaknya jumlah, melainkan pada mentalitasnya. Meski berjumlah sedikit, umat islam dapat memperoleh kemenangan, asalkan mempunyai militan yang mempunyai semangat juang yang gigih.[14]

2.1. Metodologi tafsir Sayyid Qutub dalam Fi Zhilalil Qur’an
a.      Tafsir Fi Zhilalil Quran
Pada awalnya penulisan Tafsir fi Zilal al-Qur’an. dituangkan di rublik majalah al-Muslimun edisi ke-3, Yang terbit pada Februari 1952. Sayyid Qutb mulai menulis tafsir secara serial di majalah  itu, dimulai dari surah al-fatihah dan di teruskan dengan surah al-Baqarah dalam episode-episode berikutnya, hal itu dilakukan atas permintaan Sa’id Ramadan, pemimpin redaksi majalah tersebut, Sayyid Qutb menjadi penulis sekaligus direktur dalam rubrik ini, bagi Sayyid Qutb sendiri rubrik ini merupakan suatu wadah penampung dari gejolak ide dan dakwahnya untuk hidup di bawah naungan al-Qur’an. Namun kemudian penulisan rubrik ini dihentikan dengan alasan ia ingin menggantinya dengan rubrik lain, disertai dengan janji untuk menulis tafsir  secara khusus yang akan diterbitkan pada setiap juznya.
Menurut Manna’ al-Qattann Tafsir fi Zilal al-Qur’an merupakan karya tafsir yang sangat sempurna dalam menjelaskan kehidupan di bawah bimbingan al-Qur’an. tafsir ini memiliki kedudukan tinggi di kalangan intelektual Islam lantaran kekayaan kandungan pemikiran dan gagasannya, terutama menyangkut masalah sosial kemasyarakatan, oleh karena itu Tafsir fi Zilal al-Qur’an mutlak diperlukan oleh kaum muslim kontemporer. [15]
Sesuai dengan judul karya tafsirnya fi Zilal al-Qur’an. Sayyid Qutb dalam muqaddimah tafsirnya mengatakan bahwa hidup dalam nauangan al-Qur’an adalah suatu kenikmatan, Sebuah kenikmatan yang tidak diketahui kecuali oleh orang yang telah merasakannya, suatu kenikmatan yang mengangkat umur (hidup), memberkatinya dan menyucikannya. Beliau sendiri merasa telah mengalami kenikmatan hidup di bawah naungan al-Qur’an itu yaitu sesuatu yang belum dirasakan sebelummya, semua ini merupakan cermin pemikiran serta perasaannya akan al-Qur’an ketika beliau merasakan hidup dibawah naungannya, dan mampu memberikan pesan pada umat manusia bahwa kenikmatan hidup itu dapat diperoleh dengan berpegang teguh pada al-Qur’an.
Tafsir fi Zilal al-Qur’an ini bernuansa sastra yang kental selain dari konsep-konsep dan motivasi pererakan, selain itu berusaha membumikan al-Qur’an melalui analog-analogi yang terjadi di masyarakat saat itu. Perjuangan dan pembebasan dari segala tirani merupakan sesuatu yang sudah seharusnya dilakukan umat Islam.Jadi ada satu pendekatan dilakukan Sayyid Qutb dalam Tafsirnya yakni bagaimana sastra yang merupakan unsur mukjizat al-Qur’an mampu mempengaruhi kaum Muslimin dan memotivasinya untuk bangkit dan berjuang.[16] Kemudian Kitab Tafsir Fi Zilal al-Qur’an yang pertama diterbitkan dalam tulisan jawi ialah Juz ‘Amma dalam empat jilid. Kitab ini telah diterbitkan pada tahun 1953. Kitab tafsir edisi jawi ini mengguna pakai tajuk Tafsir Fi Zilal al-Qur’an “Di dalam Bayangan al-Qur’an” oleh al-Syahid Sayyid Qutb dan telah dialih bahasa oleh Yusoff Zaky Haji Yacob. Edisi ini telah dicetak dan diterbitkan oleh Dian Darul Naim Sdn Bhd, kota bharu, kelantan dengan cetakan pertama pada tahun 1986.[17]
b.      Metode dan Sumber Penafsiran Tafsir fi Zilal al-Qur’an
Sayyid Qutb mengambil metode penafsiran dengan Tahili/tartib mushafy. Sedangkan sumber penafsiran terdiri dari dua tahapan yakni: mengambil sumber penafsiran bil ma’tsur, kemudian baru menafsirkan dengan pemikiran, pendapat ataupun kutipan pendapat sebagai penjelas dari argumentasinya.Tafsirnyaini tidak menggunakan metode tafsir tradisional, yaitu metode yang selalu merujuk keulasan sebelumnya yang sudah diterima.Sayyid Qutb seringkali mengemukakan tanggapan pribadi dan spontanitasnya terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Tafsir  ini lebih menekankan kepada pendekatan iman secara intuitif, artinya, secara langsung tanpa perlu dirasionalisasikan atau dijelaskan dengan merujuk kepada metode filsafat. Iman itu harus diterapkan langsung dalam tindakan sehari-hari.
Meskipun secara garis besar Tafsir beliau termasuk bersumber pada bil ra’yi karena memuat pemikiran social masyarakat dan sastra yang cenderung lebih banyak.Selain kedua sumber tersebut, beliau juga mengambil referensi dari berbagai dsiplin ilmu, yakni sejarah, biografi, fiqh, bahkan social, ekonomi, psikologi, dan filsafat.
c.       Motivasi Penulisan Tafsir Fi Zhilal  al Qur’an
Kondisi Mesir tatkala itu sedang porak poranda ketika Sayyid Qutb telah kembali dari perhelatannya menempuh ilmu di negeri Barat. Saat itu, Mesir sedang mengalami krisis politik yang mengakibatkan terjadinya kudeta militer pada bulan juli 1952. Pada saat itulah, Sayyid Qutb memulai mengembangkan pemikirannya yang lebih mengedepankan terhadap kritik sosial dan politik. Oleh karenanya, tak heran memang jika kita melihat upaya-upaya yang dilakukan Sayyid Qutb dalam tafsirnya lebih cenderung mengangkat terma sosial-kemasyarakatan. Salah satu karya terbesar beliau yang sangat terkenal adalah karya tafsir Al-Qur`an yang diberi nama Fî Zhilâl Al-Qur`an. Dalam tafsir ini lebih cenderung membahas tentang logika konsep negara islam sebagai mana yang didengungkan oleh pengikut ikhwan al-muslimin lainnya seperti halnya Abu A’la al maududi. [18]
Secara singkatnya, sebenarnya Sayyid Qutb memulai menulis tafsirnya atas permintaan rekannya yang bernama Dr. Said Ramadhan yang merupakan redaksi majalah al-Muslimun yang ia terbitkan di Kairo dan Damaskus. Dia meminta Sayyid Qutb untuk mengisi rubrik khusus mengenai penafsiran al-Quran yang akan diterbitkan satu kali dalam sebulan. Sayyid Qutb menyambut baik permintaan rekannya tersebut dan mengisi rubrik tersebut yang kemudian diberi nama Fî Zhilal Al-Qur`an. Adapun mengenai tulisan yang pertama yang dimuat adalah penafsiran surat al-Fâtihah lantas dilanjutkan dengan surat al-Baqarah. Namun, hanya beberapa edisi saja tulisan itu berlangsung yang kemudian Sayyid Qutb berinisiatif menghentikan kepenulisan itu dengan maksud hendak menyusun satu kitab tafsir sendiri yang diberi nama Fî Zhilâl Al-Qur`an sama halnya dengan rubrik yang beliau asuh. Karya beliau lantas diterbitkan oleh penerbit al-Bâbi al-Halabi. Akan tetapi kepenulisan tafsir tersebut tidak langsung serta merta dalam bentuk 30 juz. Setiap juz kitab tersebut terbit dalam dua bulan sekali dan ada yang kurang dalam dua bulan dan sisa-sisa juz itu beliau selesaikan ketika berada dalam tahanan.[19]
d.      Sitematika dan Tujuan  Penulisan Tafsir fi Zilal al-Qur’an
Sayyid Qutb mengambil metode penafsiran dengan Tahili/tartib mushafy. Sedangkan sumber penafsiran terdiri dari dua tahapan yakni: mengambil sumber penafsiran bil ma’tsur, kemudian baru menafsirkan dengan pemikiran, pendapat ataupun kutipan pendapat sebagai penjelas dari argumentasinya.Tafsirnyaini tidak menggunakan metode tafsir tradisional, yaitu metode yang selalu merujuk ke ulasan sebelumnya yang sudah diterima.Sayyid Qutb seringkali mengemukakan tanggapan pribadi dan spontanitasnya terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Tafsir  ini lebih menekankan kepada pendekatan iman secara intuitif, artinya, secara langsung tanpa perlu dirasionalisasikan atau dijelaskan dengan merujuk kepada metode filsafat. Iman itu harus diterapkan langsung dalam tindakan sehari-hari.
Meskipun secara garis besar Tafsir beliau termasuk bersumber pada bil ra’yi karena memuat pemikiran social masyarakat dan sastra yang cenderung lebih banyak.Selain kedua sumber tersebut, beliau juga mengambil referensi dari berbagai dsiplin ilmu, yakni sejarah, biografi, fiqh, bahkan social, ekonomi, psikologi, dan filsafat.
e.       Corak Tafsir Fi Zilal al-Qur’an
Penafsiran Sayyid Quthb memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki tafsir-tafsir lain, menggunakan gaya prosa lirik dalam penyampaian, karena itu tafsir ini menjadi enak dibaca dan  mudah  dipahami. Kitab tafsir ini mengandung unsur corak adaby ijtima’i yakni sastra dan social kemasyarakatan.
Sifat  lain dari tafsir ini adalah pemaparan yang bersemangat sehingga mudah dicurigai sebagai tafsir  provokatif, bahkan tidak jarang orang menamai tafsirnya dengan corak tafsir haraki, tafsir ini masuk dalam kategori penafsiran dengan corak baru yang khas dan unik serta langkah baru yang jauh dalam tafsir serta memuat banyak sekali tema penting dengan menambahkan hal-hal mendasar yang esensial. Karenanya Tafsir ini dapat dikategorikan sebagai aliran (faham) khusus dalam Tafsir yang disebut “aliran Tafsir pergerakan”. Ini disebabkan metode pergerakan –metode realistis serius—tidak ada selain pada Tafsir fi Zilal al-Qur’an ini.
f.       Pandangan Ulama terhadap kitab [20]
1.        Dr. Hasan Farhad telah menyatakan bahawa Tafsir Fi Zilal al-Qur’an telah menjadi begitu terkenal dengan sebab Sayyid Qutb Rahimahullah telah menulis tafsir ini sebanyak dua kali; kali pertama ia menulis dengan tinta seorang alim dan kali kedua dia menulis dengan darah syuhada’.
2.        Yusof al-‘Azym mengatakan bahawa tafsir Fi Zilal al-Qur’an adalah sebuah tafsir yang unik dan berada di kemuncak tafsir-tafsir yang lama dan yang baru.
3.        Muhammad Qutb yaitu adik kepada Sayyid Qutb menyatakan bahawa tafsir ini bukan tafsir dalam ertikata menghurai pengertian lafaz-lafaz, walaupun aspek ini tidak ditinggalkan dan bukannya menghuraikan keindahan dan kemukjizatan ungkapan-ungkapan al-Qur’an walaupun aspek ini ada disebut, tetapi sejak mula lagi ia menitikberatkan tentang cara keimanan itu tumbuh dalam diri.tetapi sejak mula lagi ia menitikberatkan tentang cara keimanan itu tumbuh dalam diri.
4.        Dato’ Haji Daud bin Muhammad (Qadhi Besar Negeri Kelantan) dan Dato’ Haji Mohd. Shukri Mohamad (Timbalan Mufti Negeri Kelantan) turut menyatakan bahawa tafsir ini adalah lain dari yang lain.
5.        Brig. Jen (B) Dato’ Abdul hamid bin Zainal abidin menyatakan terjemahan ini merupakan sebuah terjemahan dinamis yaitu menterjemahkan makna yang ingin disampaikan oleh sayyid qutub.
g.      Keistimewaan dan Kelemahan Tafsir fi Zilal al-Qur’an
Beberapa keistimewaan kitab ini adalah:[21]
1.      Sayyid Quthb dalam menafsirkan ayat-ayat dalam suatu surat memberikan gambaran ringkas tentang kandungan surat yang akan di kaji.
2.      Pengelompokan ayat-ayat sesuai dengan pesan yang terkandung pada ayat tersebut.
3.      Memperhatikan munasabah antar ayat
4.      Bercorak sastra dan mudah dipahami.
5.      Menggunakan hadith-hadith sahih
6.      Berusaha menghindari kisah-kisah Isra’iliyat.
7.      Merefleksikan keinginan besar untuk kemajuan ummat.
8.      Orsinilitas ide dan pemikiran penulis.
9.      Dianggap telah menggagas sebuah pemikiran dan corak baru dalam nuansa penafsiran Alquran.
Sedangkan beberapa kelemahannya adalah:
1.      Keterbatasan referensi Sayyid Qutb kerena beliau menyusun ini kitab ini dipenjara sehingga banyak banyak memunculkan pendapat-pendapat pribadi yang sangat kental dengan nuansa pada saat itu.
2.      Penjelasannya yang terkadang berbau radikal sehingga dicurigai sebagai kitab tafsir provokatif.


















BAB III
KESIMPULAN

a.      Sayyid Qutub hidup dalam nuansa iman ketika menulis Zhilal. Beliau hidup bersama Al quranul Karim dengan surat-surat, ayat-ayat, dan kalimat-kalimatnya. Dari Al quran ini beliau menimba makna-makna yang begitu banyak serta merasakan kenikmatan hidup yang penuh berkah di bawah naungannya. Bel menjkaiau memperoleh curahan rahmat Allah di dalam penjara serta di beri anugerah dan pertolongan untuk bisa beradaptasi di dalamnya serta mengubah kondisi cobaan di dalam penjara menjadi sebuah anugerah, sehingga ilmu, keimanan, dan keyakinan beliau justru semakin bertambah, dan perkataan beliau dalam Zhilal merupakan buah dari ilmu, anugerah dan kekayaan tersebut. Maka tidak perlu didengar perkataan sebagian pencela dalam melancarkan tuduhan yang bukan-bukan terhadap sayyid mengenai kejiwaan dan perasaan-perasaan beliau, ilmu dan anugerah beliau, kesehatan pemikiran beliau, keseimbangan pandangan-pandangan beliau, serta kebenaran hukum-hukum dan penjelasan-penjelasan beliau.
b.      Tafsir Fi Zhilal Qur’an itu tidaklah ditulis dari waktu luang, atau untuk mengisi waktu luang, akan tetapi pengarangnya menulis Zhilal dari medan jihad. Penulisnya ikut berkecimpung dalam perang sengit melawan kejahiliahan. Ia mrnggunakan kitab Allah ini untuk berjihad secara besar-besaran melawan mereka. Kemudian tafsir fi Zhilal al Qur’an dengan metode penulisannya memiliki keunggulan tersendiri yang jarang ada dalam karya tafsir selainnya namun sekaligus terdapat kekurangan didalamnya karena bersifat factor personal. Selain itu tafsir fi Zhilal al Quran ini bernuansa sastra dan mudah dipahami.





DAFTAR RUJUKAN

Al-Khalidi, Shalah Abdul Fattah. 2001. Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Sayid Qutub, Cetakan pertama Darul-Manarah, Jeddah : Saudi Arabia. Era Intermedia.

Ayub, Mahmud. 1991.Al Qur’an dan Para Penafsirnya .Jakarta: Pustaka Firdaus

Bahnasawi, K. Salim. 2003. Butir-butir Pemikiran Sayyid Quthb. Jakarta: Gema Insani Press.

Hidayat, Nuim. 2005. Sayyid Quthb Biografi dan Kejernian Pemikirannya. Jakarta: Gema Insani.

Sayyid Quthb.2009. Ma’alim Ath-Thariq.Yogyakarta: Uswah media.


www.referensimakalah.com › Tafsir dan Penafsiran

Html.hasyim-aq.blogspot.com/.../tafsir-fi-zilal-al-quran.

badaigurun.blogspot.com/.../corak-penafsiran-sayyid-quthb

disertasi.blogspot.com/.../disertasi-ilmiah-10-terjemahan 992. Pustaka Firdaus.



[1]Al-Khalidi, Shalah Abdul Fattah. 2001. Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Sayid Qutub, Cetakan pertama Darul-Manarah, Jeddah : Saudi Arabia. Era Intermedia, hlm. 389-390
[2]Ibid. Hal. 23
[3]Html.hasyim-aq.blogspot.com/.../tafsir-fi-zilal-al-quran.

[4]badaigurun.blogspot.com/.../corak-penafsiran-sayyid-
[5]Hidayat, Nuim. Sayyid Quthb Biografi dan Kejernian Pemikirannya.  Hal 14
[6]hasyim-aq.blogspot.com/.../tafsir-fi-zilal-al-quran.html

[7]badaigurun.blogspot.com/.../corak-penafsiran-sayyid-
[8]Bahnasawi, K. Salim, Butir-butir Pemikiran Sayyid Quthb. Jakarta: 2003. Gema Insani Press. Hal. 15
[9]Op. Cit. Al-Khalidi, Shalah Abdul Fattah. Hal 19
[10]Op. Cit, Nuim Hidayat,Hal.  27-29
[11]Ayub, Mahmud, Qur’an dan Para Penafsirnya .Jakarta: 1992. Pustaka Firdaus. Hal 171
[12]Op.Cit. Al-Khalidi, Shalah Abdul Fattah. Hal 316

[14]badaigurun.blogspot.com/.../corak-penafsiran-sayyid-
[15]Op.Cit. Al-Khalidi, Shalah Abdul Fattah. Hal 297
[16]www.al-ahkam.net/.../sayyid-qutb-dan-fi-zilālil-qur’
[17]disertasi.blogspot.com/.../disertasi-ilmiah-10-terjemahan
[18]disertasi.blogspot.com/.../disertasi-ilmiah-10-terjemahan
[19]Op . Cit . Bahnasawi, K. Salim hal 121
[20]disertasi.blogspot.com/.../disertasi-ilmiah-10-terjemahan.
[21]Ibid.