Rabu, 22 Oktober 2014

MUTU MENURUT W EDWARDS DEMING, JOSEPH JURAN DAN PHILIP CROSBY.



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Salah satu dari sekian banyak persoalan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah, bila dibandingkan dengan Negara tetangga lainnya, dalam hal ini tentunya pemerintah harus memberikan perhatian yang lebih kepada pendidikan sehingga mutu pendidikan kita semakin berkualitas dan berkrembang.
Mengapa pendidikan kita harus bermutu? Dalam hal ini pendidikan persekolahan di hadapkan pada berbagai tantangan baik nasional maupun internasional, tantangan nasional muncul dari dunia ekonomi, sosial, politik, budaya, dan keamanan.
Pada dasarnya peningkatan mutu pendidikan sudah sejak lama dibicarakan oleh para pelaku pembangunan di bidang pendidikan, tetapi realitas dan bukti empirik yang kita lihat dilapangan telah menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih dikatakan rendah. Karena itu dapat dikatakan bahwa sampai saat ini titik berat pembangunan pendidikan masih ditekankan pada upaya untuk meningkatkan mutu.
Oleh sebab itu penyusun menyajikan sebuah solusi yang kiranya bisa dijadikan bahan refrensi untuk melihat dimana letak kesalahan dan kelemahan mutu pendidikan kita selama ini. Dengan menghadirkan pendapat tiga pakar manajemen yang pemikiran-pemikirannya sangat akuntable yaitu W Edward Deming, Joseph Juran dan Philip B Crosby. Kita bisa menerapkannya dalam lembaga pendidikan islam.


B.  Rumusan Masalah
1.      Siapkah W Edwords Deming, Joseph Juran dan Philip B Crosby ?
2.      Bagaimana pandangan W Edwords Deming, Joseph Juran dan Philip B Crosby tentang manajemen mutu pendidikan ?
3.      Bagaimana kontribusi W Edwords Deming, Joseph Juran dan Philip B Crosby dalam manajemen mutu pendidikan  islam ?
4.      Bagaimana mutu perspektif islam ?
C.  Tujuan Pembahasan
1.      Mengetahui biografi tiga tokoh mutu  ?
2.      Mengetahui pandangan W Edwards Deming, Joseph Juran dan Philip B Crosby dalam mendefinisikan manajemen mutu pendidikan
3.      Mengetahui  kontribusi W Edwords Deming, Joseph Juran dan Philip B Crosby dalam memanajemen mutu suatu lembaga pendidikan islam.
4.      Mengetahui mutu dari perspektif Islam

























BAB II
PEMBAHASAN


A.  BIOGRAFI W EDWORDS DEMING, JOSEPH JURAN DAN PHILIP B CROSBY.
1.    William Edwards Deming.
William Edwards Deming ( 14 Oktober 1900-20 Desember 1993 M), adalah seorang Amerika statistik, Profesor, Penulis, Dosen dan Konsultan. Deming secara luas dikreditkan dengan meningkatkan produksi di Amerika Serikat selama Perang Dingin, meskipun ia mungkin paling dikenal untuk karyanya di Jepang. Sejak tahun 1950 dan seterusnya ia mengajar manajemen puncak bagaimana memperbaiki desain (dan layanan), kualitas produk, pengujian dan penjualan (yang terakhir melalui pasar global) melalui berbagai cara, termasuk penerapan metode statistik.
Deming memberikan kontribusi yang signifikan untuk kemudian reputasi Jepang untuk inovasi produk berkualitas tinggi dan kekuatan ekonomi. Ia dianggap sebagai telah memiliki dampak yang lebih pada Jepang manufaktur dan bisnis daripada individu lain bukan dari warisan Jepang. Meskipun dianggap sesuatu pahlawan di Jepang, dia baru mulai mendapat pengakuan luas di Amerika Serikat pada saat kematiannya. Pada tahun 1917, ia masuk di University of Wyoming di Laramie, lulus pada tahun 1921 dengan BSc dalam teknik listrik. In 1925, he received an MS from the University of Colorado, and in 1928, a Ph.D. From Yale University, Pada tahun 1925, ia menerima MS dari University of Colorado, dan pada tahun 1928, sebuah Ph.D. dari Universitas Yale. Both graduate degrees were in mathematics and mathematical physics. Kedua gelar sarjana itu dalam matematika dan fisika matematika. Deming worked as a mathematical physicist at the United States Department of Agriculture (1927–1939), and was a statistical adviser for the United States Census Bureau (1939–1945). Deming bekerja sebagai ahli fisika matematika di Amerika Serikat Departemen Pertanian (1927-1939), dan merupakan penasihat statistik bagi Biro Sensus Amerika Serikat (1939-1945). He was a professor of statistics at New York University‘s graduate school of business administration (1946–1993), and he taught at Columbia University‘s graduate School of business (1988–1993). Dia adalah seorang profesor statistik di New York University‘s sekolah lulusan administrasi bisnis (1946-1993), dan ia mengajar di Universitas Columbia lulusan Sekolah bisnis (1988-1993). He also was a consultant for private business. Dia juga merupakan seorang konsultan untuk bisnis swasta.[1]
2.    Joseph Juran.
Joseph Juran, (1904-2008) A Leader in Quality Control.
Recently the business world lost a leader in quality control. Joseph Juran died at the age of one hundred and three. He developed ideas that are still important today to improving the quality of products. Joseph Juran was born in Braila, Romania. His family came to the United States in nineteen twelve when he was eight. They settled in Minneapolis, Minnesota. He studied electrical engineering at the University of Minnesota. He was also the school champion at the game of chess. After college, the Western Electric Company put him to work on mathematical methods of quality control.
He became interested in the idea he termed "vital few and trivial many." This idea is popularly known as the "eighty-twenty rule." It could mean, for example, that eighty percent of manufacturing problems result from twenty percent of the causes. He named it the "Pareto principle," for the Italian economist Vilfredo Pareto. A century ago, Pareto observed that eighty percent of the wealth in Italy went to twenty percent of the population. But Joseph Juran came to recognize that he had misnamed this principle. He knew that unequal distribution had long been observed in other areas, not just wealth. Yet he gave Pareto credit for identifying it as "universal" when, it seemed, he could have taken the credit himself.  He could have called it, he said, the Juran principle. In nineteen fifty-one, he published his "Quality Control Handbook." This influential book especially interested the Japanese. He was invited to teach in Japan, and he advised some of its largest companies. The Japanese also had help from another American, William Edwards Deming. The two experts helped Japan become a world leader in quality control. In nineteen sixty-four Joseph Juran published "Managerial Breakthrough." This book formed the basis of several other strategies to reduce manufacturing mistakes and cut waste. Among them are the methods known as Six Sigma and lean management. In nineteen seventy-nine, Joseph Juran established the Juran Institute in Connecticut. It works with organizations that want to improve quality. But the main purpose of the institute, he said, is to improve society. Joseph Juran died on February twenty-eighth in Rye, New York. That was where he lived with Sadie Juran, his wife of eighty-one years. And that's the VOA Special English Economics Report, written by Mario Ritter.  I'm Steve Ember.[2]

3.    Philip B. Crosby.
Philip B. Crosby. (18 Juni 1926 –18 Augustus 2001 M ).
The distinguished career of Mr. Philip B. Crosby (1926-2001) is eminent throughout the global quality community. For over 35 years, Mr. Crosby was both an illustrious philosopher and pragmatic practitioner of quality management. His writings have helped to stimulate international interest in the quality field that was a catalyst for a global awakening and driver for a worldwide movement that matured over the past two decades. His innovative thinking and creative outlook on quality management have been the inspiration for thousands of companies around the world.
Mr. Crosby made many significant contributions to the core quality body of quality knowledge and served as an international ambassador extending the influence of quality thinking to the furthest parts of the globe. One area emphasized throughout Mr. Crosby’s career was his focus on clear communication of the message of quality. Mr. Crosby considered himself a writer and communicator who plainly spoke his message and reached a broad audience because of his clear and pragmatic writing style. Mr. Crosby’s contributions and service are known throughout the global quality community and his influence has spanned the world at the level of international business leaders.[3]

Inilah gambaran umum tiga tokoh mutu, setidaknya kita kenal siapa mereka dari biografi masing-masing, sebelum mengungkapkan isi pemikiran-pemikiran mereka tentang mutu, karena pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang, tak tahu karena tak kenal.
B.  PENGERTIAN MUTU MENURUT W EDWARDS DEMING, JOSEPH JURAN DAN PHILIP CROSBY.
Sebelum kita simpulkan pengertian mutu kita analisis mutu menurut tiga tokoh mutu yaitu W Edwards Deming, Joseph Juran dan Philip Crosby,

 Menurut W Edward Deming, Mutu ialah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan yang bermutu ialah perusahaan yang menguasai pangsa pasar karena hasil produksinya sesuai dengan kebutuhan konsumen, sehingga menimbulkan kepuasan bagi konsumen. Jika konsumen merasa puas, maka mereka akan setia dalam membeli produk perusahaan baik berupa barang maupun jasa.[4]
Menurut Jhosep Juran, Mutu ialah kecocokan  penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan pengguna produk tersebut didasarkan atas lima ciri utama yaitu (1) teknologi; yaitu kekuatan; (2) psikologis, yaitu rasa atau status; (3) waktu, yaitu kehandalan; (4) kontraktual, yaitu ada jaminan; (5) etika, yaitu sopan santun.[5]
Menurut Philip B Crosby, Mutu ialah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar atau kriteria mutu yang telah ditentukan, standar mutu tersebut meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi.[6]
Dari ketiga tokoh ini dapat kita ambil kesimpulan bahwasanya mutu itu suatu kebutuhan konsumen terhadap kepuasan pelanggan sepenuhnya terhadap suatu barang yang di butuhkan atau mutu merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan terhadap sebuah produk.
Dalam kontek pendidikan, pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada peroses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam peroses pendidikan yang bemrutu terlibat berbagai input, seperti bahan ajar ( kognitif, afektif dan piskomotorik ) metodologi, sarana prasarana dan sumber daya lainnya. Sedangkan Mutu dalam kontek hasil pendidikan mengacu pada perestasi kebaikan yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun tertentu.[7]
Pendidikan islam di indonesia masih belum bisa memberikan corak yang begitu menonjol terutama di bidang umum yang mengisi sektor umum lebih banyak keluaran pendidikan umum, belum kita temukan serjana islam yang notabenenya dari perguruan tinggi islam yang mengisi sektor teknologi, oleh sebab itu perguruan-perguruan tinggi agama islam segera mewujudkan perguruan tinggi STAIN menjadi UIN, agar mutu pendidikan bisa bersinergi saling mengisi antara ilmu agama dengan ilmu umum.
Mengapa pendidikan kita harus bermutu? Dalam hal ini pendidikan persekolahan di hadapkan pada berbagai tantngan baik nasional maupun internasional, tantangan nasionl muncul dari dunia ekonomi, sosial, politik, budaya, dan keamanan.[8] Perbaikan mutu pendidikan islam harus segera dilakukan secara terus menerus dengan cara memperbaiki manajemen mutu pendidikannya[9]. Organisasi-organisasi pendidikan memegang peranan awal dalam proses peningkatan mutu pendidikan. Untuk itu kami dalam makalah ini berusaha membahas mengenai mutu pendidikan melalui pendekatan manajemen mutu.
Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat penyesuaian diri ke dalam. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bila mana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.[10]
Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented,(organisasi pusat) diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
Diskusi tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan. Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas-batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan.
Disamping itu mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan.[11] Hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya. Walaupun demikian, agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut. Pemikiran ini telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang harus berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan. Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan manajemen peningkatan mutu pendidikan.[12]
            Kesimpulan dari pandangan tiga tokoh tadi bahwa mutu dapat diartikan sebagai derajat kepuasan luar biasa yang di terima oleh costumer sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini,


Tabel 01
perbedaan pandangan tiga tokoh mutu tentang mutu
No
Aspek
W Edwards Deming
 Joseph Juran
Philip Crosby
1
Definisi
Satu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman dan ketergantungan   pada   biaya yang rendah sesuai pasar.
Kemampuan untuk digunakan (fitness for use).
Sesuai persyaratan.
2
Tanggung jawab  manajemen senior
94% atas masalah mutu.
Kurang dari 20% karena  masalah mutu menjadi tanggung jawab pekerja
100%
3
Standar pres-tasi/motivasi
Banyak skala sehingga digunakan statistik untuk mengukur mutu  di semua bidang. Kerusakan nol sangat penting
Menghindari kampanye untuk melakukan pekerjaan secara sempurna
Kerusakan nol (Zero Defect)
4
Pendekatan umum
Mengurangi ke-anekaragaman dengan perbaikan berkesinambungan dan menghentikan pengawasan massal
Manusiawi
Pencegahan bukan pengawasan
5
Cara memperbaiki mutu
14 butir
10 butir
14 butir
6
Kontrol proses statistik (SPC)
Harus digunakan
Disarankan karena SPC dapat mengakibatkan    Total Driven Approach
Menolak
7
Basis perbaikan
Terus-menerus mengurangi penyimpangan
Pendekatan   ke-lompok, proyek-proyek, menetapkan tujuan
Proses bukan  program, tujuan perbaikan.
8
Kerja sama tim
Partisipasi karyawan dalam membuat keputusan
Pendekatan tim dan Gugus Kendali Mutu (GKM atau QCC).
Tim perbaikan mutu dan Dewan Mutu
9
Biaya mutu
Tidak ada optimal perbaikan terus menerus
Mutu tidak gratis (Quality is not free), terdapat batas optimal.
Mutu gratis.

Pembelian dan  barang   yang  diterima
Pengawasan terlalu lambat.Menggunakan standar mutu yang dapat diterima
Masalah pembelian merupakan hal yang rumit sehingga diperlukan survei resmi
Menyatakan persyaratan pemasok adalah perluasan
10
Penilaian pemasok
Tidak kritik atas banyaknya sistem
Ya tetapi membantu memperbaiki pemasok
-
11
Hanya     satu sumber    penyedia
Ya
Tidak dapat di-abaikan untuk meningkatkan daya saing
-
Sumber: manajemen (teori, praktek dan riset pendidikan).[13]
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan Islam, yang meliputi input, proses output dan outcome, maka memerlukan partisipasi aktif dan dinamis dari orang tua, siswa, guru dan staf lainnya termasuk institusi yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan sekolah harus melakukan tahapan kegiatan untuk menunjang mutu pendidikan sebagai berikut:
1.    Penyusunan basis data dan profil sekolah lebih presentatif, akurat, valid dan secara sistimatis menyangkut berbagai aspek akademis, administratif (siswa, guru, staf), dan keuangan.
2.    Melakukan evaluasi diri (self assesment) utnuk menganalisa kekuatan dan kelemahan mengenai sumber daya sekolah, personil sekolah, kinerja dalam mengembangkan dan mencapai target kurikulum dan hasil-hasil yang dicapai siswa berkaitan dengan aspek-aspek intelektual dan keterampilan, maupun aspek lainnya.
3.    Berdasarkan analisis tersebut sekolah harus mengidentifikasikan kebutuhan sekolah dan merumuskan visi, misi, dan tujuan dalam rangka menyajikan pendidikan yang berkualitas/ bermutu bagi siswanya sesuai dengan konsep pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai. Hal penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan identifikasi kebutuhan dan perumusan visi, misi dan tujuan adalah bagaimana siswa belajar, penyediaan sumber daya dan pengeloaan kurikulum termasuk indikator pencapaian peningkatan mutu tersebut. Berangkat dari visi, misi dan tujuan peningkatan mutu tersebut sekolah bersama-sama dengan masyarakatnya merencanakan dan menyusun program jangka panjang atau jangka pendek (tahunan termasuk anggarannnya.[14]
Dari uraian diatas dapatlah kita simpulkan, suatu lembaga pendidikan harus memperbaiki intern lembaga dengan memperbaiki sistim pengelolaan dan kerja sama dalam meningkatkan lembaga dan mengevaluasi seluruh stekholder lembaga, baru setelah itu mengadakan promosi keluar (ekstrnal) berupa hasil (output) yang bermutu yang di harapkan masyarakat.
C.    KONTIBUSI W EDWARD DEMING, JOSEPH JURAN dan PHILIP CROSBY DALAM MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN ISLAM.
1.    W Edward Deming.
Menurut W Edward Deming masalah mutu terletak pada masalah manajemen dalam hal ini mutu dihadapkan pada lembaga pendidikan harus mengukur dari hal-hal yang berkaitan dengan manajemen.
Ada 14 poin W Edward Deming yang termasyhur dan merupakan kombinasi baru tentang manajemen mutu dan seruan terhadap manajemen untuk merubah pendekatannya, yaitu :
1)      Ciptakan sebuah usaha peningkatan produk dan jasa dengan tujuan agar bisa kompetitif dan tetap berjalan serta menyediakan lowongan pekerjaan.
2)      Adopsi falsafah baru.
3)      Hindari ketergantungan inspeksi massa untuk mencapai mutu.
4)      Akhiri praktek menghargai bisnis dengan harga.
5)      Tingkatkan dengan secara konstan sistem produksi dan jasa untuk meningkatkan mutu dan produktivitas.
6)      Lembagakan pelatihan kerja.
7)      Lembagakan kepemimpinan.
8)      Hilangkan rasa takut agar setiap orang dapat bekerja secara efektif.
9)      Uraikan kendala-kendala antar departemen.
10)  Hapuskan slogan, desakan dan target serta tingkatkan produktifitas tanpa menambah beban kerja.
11)  Hapuskan standar kerja yang mengunakan quota numerik.
12)  Hilangkan kendala-kendala yang merampas kebanggaan karyawanatas keahliannya.
13)  Lembagakan aneka program pendidikan yang meningkatkan semangat dan peningkatan kwalitas kerja.
14)  Tempatkan setiap orang dalam tim kerja agar dapat melakukan transformasi.[15]

Dari keempat belas poin yang di utarakan W Edward Deming di atas dianalisis atau dilihat dari kepuasan pihak konsumen dalam hal ini yang dimaksud adalah para peserta didik dan masyarakat yang bersangkutan dalam dunia pendidikan.
2.    Kontribusi Joseph Juran dalam manajeman mutu pendidikan.
Dalam merencanakan mutu pendidikan, Joseph Juran menggunakan pendekatan Manajemen Mutu Management ( Strategic Quality Management ) yang banyak dibicarakan dan di terapan ahir-ahir ini.
 SQM ( Strategic Quality Management ), adalah sebuah proses    tiga bagian yang didasarkan pada staf pada tingkat yang berbeda yang memberi kontribusi unik terhadap peningkatan mutu. Pimpinan lembaga memiliki pandangan strategis tentang organisasi atau lembaga, wakil pimpinan memiliki pandangan operasional tentang mutu, dan para guru memiliki tanggung jawab terhadap kontrol mutu.
SQM ( Strategic Quality Management ), cocok diterapkan dalam konteks pendidikan sejalan dengan gagasan Consultant at Work  oleh John Miller dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. John Miller berpendapat bahwa manajemen senior ( Dewan Rektor) perlu menggunakan manajemen mutu strategis dengan cara menyusun visi, rioritas dan kebijakan universitas.[16]
Joseph Juran memperkenalkan tiga peroses kualitas atau mutu diantaranya sebagi berikut:
a.    Perencanaan mutu (quality planning) yang meliputi kualitas pelanggan, menentukan kebutuhan pelanggan, menyusun sasaran mutu, dan meningkatkan kemampuan peroses.
b.    Pengendalian mutu (quality control), terdiri dari memilih dasar pengendalian, memilih jenis pengukuran, menyusun standar kerja, dan mengukur kinerja yang sesungguhnya,
c.    Perbaikan dan peningkatan mutu (quality improvement), terdiri dari: mengidentifikasi perbaikan khusus, mengorganisasi lembaga untuk mendiagonis kesalahan, menemukan penyebab kesalahan peningkatan kebutuhan untuk mengadakan perbaikan.[17]

 Joseph Juran berpendapat bahwa penggunaan sebuah pendekatan untuk meningkatkan mutu pendidikan harus tahap demi tahap sebab semua bentuk peningkatan mutu harus dilakukan dengan cara tahap demi tahap.
Menurut Joseph Juran komponen manajemen mutu diatas secara sistematis menjadi hal-hal dibawah ini:
a.    Membangun kesadaran terhadap kebutuhan dan kesempatan untuk pengembangan
b.    Menyusun tujuan yang jelas untuk pengembangan
c.    Menciptakan susuanan organisasi untuk menjalankan proses pengembangan
d.   Menyediakan pelatihan yang sesuai
e.    Mengambil pendekatan terhadap penyelesaian masalah
f.     Mengidentipikasi dan melaporkan pelaksanaan.
g.    Mengetahui keberhasilan.
h.    Mengomunikasikan hasil.
i.      Melaporkan perubahan dan
j.      Mengembangkan peningkatan tahunan pada seluruh proses pendidikan[18]
Dalam mengelola mutu pendidikan, hemat penyusun seorang pimpinan harus memperhatikan komponen-komponen diatas, selain itu harus mengevaluasi sejauh mana keberhasilan yang telah dilakukan yang berkaitan dengan perencanaan The Juran Trilogy tentang mutu (Quality Planning), pengendalian mutu (Quality Control),  dan perbaikan serta peningkatan mutu (Quality Improvement).
3.    Kontribusi Philip B Crosby dalam Mutu Pendidikan .
B Philip Crosby menyatakan bahwa sebuah langkah sistematis untuk mewujudkan mutu akan menghasilkan mutu yang baik. Penghematan sebuah institusi akan datang dengan sendirinya ketika institusi tersebut melakukan segala sesuatunya dengan benar. selalu berusaha agar berhati-hati dalam setiap langkah yang meliputi input, seperti bahan ajar ( kognitif, afektif dan piskomotorik ) metodologi, sarana prasarana dan sumber daya lainnya. Sedangkan Mutu dalam kontek hasil pendidikan mengacu pada perestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun tertentu.
Ada 14 langkah Philip B Crosby untuk meraih manjemen mutu pendidikan, yaitu :
a.    Komitmen Manajemen ( Management Commitment )
b.    Membangun Tim Peningkatan Mutu (Quality Improvement Team)
c.    Pengukuran Mutu ( Quality Measurement )
d.   Mengukur Biaya Mutu ( The Cost Of Quality )
e.    Membangun Kesadaran Mutu ( Quality Awareness )
f.     Kegiatan Perbaikan ( Corrective Action )
g.    Perencanaan tanpa cacat ( Zero Deffects Planning )
h.    Menekankan Perlunya Pelatihan Pengawas ( Supervisor Training )
i.      Menyelenggarakan Hari Tanpa Cacat ( Zero Defects Day )
j.      Penyusunan Tujuan ( Goal Setting )
k.    Penghapusan Sebab Kesalahan ( Error Cause Removal )
l.      Pengakuan ( Recognition )
m.  Mendirikan Dewan-dewan Mutu ( Quality Councils )
n.    Lakukan Lagi ( Do It Over Again ).[19]

Jika diperbandingkan antara studi W Edward Deming, Jhosep Juran dan Philip B Crosby akan ditemukan beberapa persamaan dan perbedaan .
Persamaannya adalah :
a.     Mereka menganggap bahwa customer baik internal maupun eksternal adalah penting
b.    Peranan manajer adalah merupakan tangung jawab utama untuk peningkatan kualitas
c.     Mengakui terjadinya krisis kualitas yang segera harus diperbaiki atau ditingkatkan melalui beberapa tindakan
d.    Di dalam melihat segi pentingnya kualitas, Philip Crosby mengetengahkan kebiasaan-kebiasaan kualitas pada organisasi, sedangkan W Edward Deming memperlihatkan obsesi kualitas dalam rangka memberikan kepuasan kepada customer dan implikasi lain juga dapat membuat organisasi tetap dalam situasi yang cenderung kompetitif
e.     Menyukai tindakan yang konkrit dari pada sekedar dengan menggunakan slogan dan peringatan
f.     Training merupakan investasi untuk masa depan
g.    Partisipasi aktip dalam usaha-usaha pemecahan masalah
h.    Penggunaan teknik dan pengetahuan ilmiah
i.      Diklat merupakan suatu yang penting
j.      Pentingnya memperbaiki kualitas secara berkelanjutan, W Edward Deming menyebutnya dengan lakukan terus dan selamanya sedangkan Philip Crosby menyebutnya berulang lagi
k.    Perlunya sebuah organisasi pengendali mutu
l.      Peranan pimpinan adalah merupakan tanggung jawab utama untuk meningkatkan kualitas.[20]
Adapun perbedaannya adalah sebagai berikut:
a.    W Edward Deming lebih menekankan pada manajemen yang cukup keras  dibandingkan      dengan Philip Crosby
b.    Pendekatan yang dilakukan W Edward Deming lebih bersifat spesifik dan Philip Crosby      lebih bersifat general
c.    W Edward Deming mengusulkan perlunya mencari isu-isu kunci atau pokok yang ditindak lanjuti dengan peningkatan secara kontinu dan dilarikan pada konsep optimisme pada sistem yang menyeluruh , disisi lain Philip Crosby setelah menemukan isu-isu pokok ditindak lanjuti dengan trilogi kualitas yaitu perencanaan, pengawasan, dan perbaikan
d.   W Edward Deming lebih memperdulikan pada konsep pendidikan sedangkan Philip Crosby mengutamakan pada membangun bagian-bagian serta merinci pelaksanaan
e.    W Edward Deming lebih mempokuskan pada manajemen dan proses dari pada kelulusan sedangkan Philip Crosby lebih mementingkan pada hasil
f.     W Edward Deming percaya penuh bahwa kualitas manajemen dan pertanggung jawaban  pada tindakan perbaikan ditujukan pada seluruh karyawan sedangkan  Philip Crosby  mementingkan pertanggung jawaban kualitas terletak pada manajer menengah.
Melihat kebanyakan realitas pendidikan dewasa ini yang dihadapkan kepada berbagai bentuk persaingan, oleh karena itu upaya meningkatkan mutu atau kualitas pendidikan sangat di utamkan, lebih-lebih lembaga pendidikan Islam.
D.  MUTU DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk berlomba dalam kebaikan (Fastabiqul Khairot), untuk dapat berlomba dalam melakukan kebaikan (mutu),, terlebih dahulu seseorang harus memahami apa arti kebaikan, mengapa harus berbuat baik, dan bagaimana caranya berbuat baik.
Konsep mutu (kebaikan) muncul dalam pesan Allah SWT, yang tertuang dalam al-qur’an,
9e@ä3Ï9ur îpygô_Ír uqèd $pkŽÏj9uqãB ( (#qà)Î7tFó$$sù ÏNºuŽöyø9$# 4 tûøïr& $tB (#qçRqä3s? ÏNù'tƒ ãNä3Î/ ª!$# $·èŠÏJy_ 4 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ֍ƒÏs% ÇÊÍÑÈ  
Artinya, Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.[21]
`yJsù ö@yJ÷ètƒ tA$s)÷WÏB >o§sŒ #\øyz ¼çnttƒ ÇÐÈ  
Artnya, Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.[22]

ö@yd âä!#ty_ Ç`»|¡ômM}$# žwÎ) ß`»|¡ômM}$# ÇÏÉÈ  
Artinya, tidak ada Balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).[23]

Mutu (kebaikan) merupakan sesuatu yang memberi manfaat kepada diri sendiri, lingkungan dan kepada sesama manusia. Tentu saja kebaikan itu dilakukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah di tetapkan oleh Allah SWT, kebaikan itu tak lain dari amal saleh yang dilakukan atas dasar imandengan ikhlas untuk memperoleh pidho Allah SWT.[24]
Jadi, Mutu dalam islam merupakan realisasi dari ajran Ikhsan, yakni berbuat baik kepada semua pihak disebabkan karena Allah SWT, telah berbuat baik kepada manusia dengan aneka nikmatNya, dan dilarang berbuat kesalahan dalam bentuk apapun[25], sebagaimana yang di firmankan Allah SWT, dalam al-qur’an,
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ
Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.[26]
Dalam ayat diatas dapat kita ambil beberapa inti sari yakni:
1.    Berbuat baik kepada manusia sebagaimana Allah berbuat baik kepada kita,
2.    Jangan mengadakan kerusakan dimuka bumi, dalam cankupan yang lebuh luas jangan menipu orang lain dengan suatu bentuk apapun dalam hal kualitas suatu barang misalnya,
3.    Selalu berbuat  untuk dunia dan akherat secara seimbang, dan
4.    Allah SWT, tidak suka kepada orang-orang yang selalu berbuat kerusakan.
Untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, pemerintah telah menetapkan standar yang harus dipenuhi oleh lembaga yang disebut pendidikan baik pendidikan formal maupun non formal, standar pendidikan itu diantaranya: standar isi, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengeloaan, standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan.[27]
Untuk itu, masyarakat pendidikan harus menyakini bahwa dunia ini hanya merupakan tempat yang akan segera kita tinggalkan, sedangkan akherat merupakan tempat yang kita tuju, kehidupan di dunia bersifat sementara dan serba ketidak pastian, sedangkan akherat adalah tempat yang pasti dan abadi. Dengan demikian, jadikan dunia sebagai tempat berlomba dlam melakukan kebaikan, orang yang beruntung adalah mereka yang menjadikan dunia sebagi tempatmenanam kebaikan untuk perbekalan akherat.










BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
1.    Mutu adalah suatu kebutuhan konsumen dan kepuasan pelanggan sepenuhnya terhadap suatu barang yang di butuhkan atau mutu merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan terhadap sebuah produk.
2.    Menurut W Edward Deming masalah mutu terletak pada masalah manajemen dalam hal ini mutu dihadapkan pada lembaga pendidikan harus mengukur dari hal-hal yang berkaitan dengan manajemen. Ada 14 poin W Edward Deming yang termasyhur dan merupakan kombinasi baru tentang manajemen  mutu dan seruan terhadap manajemen untuk merubah pendekatannya.14 poin diungkapkan Philip Crosby dan 3 poin oleh Joseph Juran mengenai kontribusi mereka dalam manajemen mutu.
3.    Berdasarkan teori yang diungkapkan oleh W Edward Deming, Joseph Juran, dan Phlip B Crosby tentang kontribusi strategi manajemen mutu pendidikan, pendapat mereka sangat unik dan menarik untuk diterapkan di dunia pendidikan sekarang ini. Mereka berpendapat cukup logis, W Edwors Deming cukup rinci dan sangat jelas, senada dengan teori yang diungkapkan oleh Joseph Juran, yakni tiga aspek sebagai Quality Planing, Quality Qontrol dan Quality Improvement, lebih kuat lagi teori yang di ungkapkan oleh Philip B Crosby Bahwa bekerja tanpa salah adalah hal yang sangat mungkin, ungkapan ini mendorong untuk selalu berusaha agar berhati-hati dalam setiap langkah yang meliputi input, seperti bahan ajar ( kognitif, afektif dan piskomotorik ) metodologi, sarana prasarana dan sumber daya lainnya. Sedangkan Mutu dalam kontek hasil pendidikan mengacu pada perestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun tertentu.
4.    Mutu (kebaikan) merupakan realisasi dari ajran ikhsan, yakni berbuat baik kepada semua pihak, disebabkan karena Allah SWT, telah berbuat baik kepada manusia dengan aneka nikmatNya, dan dilarang berbuat kesalahan dalam bentuk apapun.

DAFTAR RUJUKAN
Bush, Toni dan Marianne Coleman, Manajemen Mutu, Jogjakarta: IRCiSoD, 2012

Dani, Kuswara dan Cepti Triatna, Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan, Bandung: Alfbeta, 2011

Departemen Agama. Al Hikmah, Al-Qur’an dan Terjemahannya,  Bandung: Diponegoro, 2012

Hadis, Abdul dan Nurhayati, Manajemen Mutu Pendidikan, Bandung: Penerbit AlfaBeta, 2010

Listio Prabowo, Sugeng, Impementasi Sistem Manajemen Mutu, (Malang: UIN-Malang press, 2009
Mulyasana, Dedy, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011

Nata, Abuddin, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007

Qomar, Mujamil, Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta: Erlangga, 2007
Rusman, Manajemen Kurikulum,  Jakarta: Rajawali Pers, 2009
Sallis, Edward. Alih Bahasa Ali Riyadi, Ahmad & Fahrurozi.Total Quality Management in Edecation: Manajemen Mutu Pendidikan. Yogyakarta: Irchisod, 2006

Swardi, Dampak Srtipikasi Terhadap Peningkatan Kualitas Guru, Skripsi, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), slatiga, 2010

Http://Kminoz.Wordpress.Com/2010/05/25/Profil-W-Edward-Deming/diambil Tanggal 02 Oktober 2013, pukul 20.30

Mulyadi, Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya Mutu,  Malang: UIN Maliki Press, 2010

Usman, Husaini, Manajemen: Teori, Praktek & Riset Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2011

Prawirosentono, Suyadi, Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadutotal Quality Management Abad 21 Study Kasus dan Analisis, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004



[1] http://kminoz.wordpress.com/2010/05/25/profil-w-edward-deming/ Diambil Tanggal 02 Oktober, 2013, pukul 20.30

[3] http://www.philipcrosby.com/25years/crosby. Diambil Tanggal 02 Oktober 2013, pukul 20.30
[4]Mulyadi, Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya Mutu, ( Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm. 78
[5]Prawirosentono, Suyadi, Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadutotal Quality Management Abad 21 Study Kasus dan Analisis, ( Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), hlm, 5
 [6]Hadis, Abdul dan Nurhayati,  Manajemen Mutu Pendidikan, (Bandung: Penerbit AlfaBeta, 2010), hlm .2
[7]Rusman, Manajemen Kurikulum, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 555
[8]Dani, Kuswara Dan Cepti Triatna, Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan, (Bandung: Alfbeta, 2011),hlm. 288
[9]Bush, Toni Dan Marianne Coleman, Manajemen Mutu, (Jogjakarta: IRCiSoD, 2012), hlm. 147
[10]Qomar, Mujamil, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 203
[11]Nata, Abuddin, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 135
[12] Listio Prabowo, Sugeng, Impementasi Sistem Manajemen Mutu, (Malang: UIN-Malang press, 2009),hlm. 19
[13] Usman, Husaini, Manajemen: Teori, Praktek & Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 478-479
[14]Sallis, Edward. Alih Bahasa Ali Riyadi, Ahmad & Fahrurozi.Total Quality Management in Edecation: Manajemen Mutu Pendidikan. (Yogyakarta: Irchisod, 2006) , hal. 173
[15]Usman, Husaini, Manajemen ... hlm. 503
[16] Ibid, 107
[17]Rusman, Manajemen... hlm, 564-565
[18] Usman, Husaini,  Manajemen..., hlm. 504
[19] Ibid, 505
[20]Dani, Kuswara dan Cepti Triatna, Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan, (Bandung: Alfbeta, 2011), hlm. 299
[21] QS. Al Baqaroh, [2] : 148
[22] QS. Az-Zalzalah, [99] : 7
[23] QS Ar-Raman, [55] : 60
[24]Mulyasana, Dedy, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 229
[25] Mulyadi, Kepemimpinan,...hlm.79
[26] QS Al-Qoshosh [28] : 77
[27] Swardi, Dampak Srtipikasi Terhadap Peningkatan Kualitas Guru, Skripsi, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), slatiga, 2010