BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Salah
satu keistimewaan Nabi terakhir adalah bahwa beliau tidak pernah belajar
membaca dan menulis pada seorangpun guru dari manusia(Q.S.An-Nahl: 103). Beliau
tidak tumbuh dilingkungan ilmu, namun justru di masyarakat Jahiliah. Dan tak
seorangpun yang mengingkari hakikat ini yang dijelaskan oleh Al-Qur’an(Q.S.Al-Ankabut:48).
Nabi
SAW tumbuh ditengah-tengah kaum yang serba bodoh dan sangat primitif terhadap
ilmu dan pengetahuan. Masa itu disebut dengan Jahiliah.
Disamping
itu, Nabi saw datang dengan membawa kitab yang mengajak kita kepada ilmu,
budaya, pikiran, dan rasionaliatas serta mengandung tumpukan makrifat dan
berbagai disiplin ilmu. Beliau mulai mengajarkan kitab dan hikmah kepada
manusia sesuai dengan metode yang mengagumkan sehingga beliau menciptakan
peradaban yang unggul, yang ilmu dan sainsnya mampu menembus dunia Barat dan
Timur. Dan sampai sekarang ilmu-ilmu Islam itu tetap bersinar.
Nabi
adalah seorang Ummi, namun beliau begitu getol memerangi kebodohan dan
penyembah berhala. Beliau diutus dengan membawa agama yang lurus kepada
manusia, juga membawa syariat universal yang selalu menantang manusia sepanjang
masa. Beliau dengan sendirinya merupakan mukjizat, baik ilmunya,
pengetahuannya, penuturannya, kekuatan akalnya dan budayanya maupun metode
pendidikannya. Oleh karena itu Allah berfirman, “Maka berimanlah kamu kepada
Allah dan Rasul-Nya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada
kalimat-kalimatnya dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk.”(Q.S.Al-A’raf:
158) Juga firmannya , “Dan Allah telah menurunkan kitab dan hikmah kepadamu,
dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia
Allah sangat besar padamu.”(Q.S.An-Nisa: 113)
Allah
SWT telah menurunkan wahyu padanya dan mengajarinya kitab dan hikmah dan
menjadikannya sebagai cahaya dan pelita yang menerangi, dan dalil, saksi serta
Rasul yang menjelaskan, yang menasehati, yang terpercaya, yang mengingatkan,
yang membawa kabar gembira dan yang membawa kabar buruk (Q.S.Al-Ma’idah: 15).
Allah
SWT telah melapangkan dadanya dan menyiapkannya untuk menerima wahyu serta
melaksanakan misi pembimbingan masyarakat yang dikuasai oleh aroma fanatisme
dan egoisme Jahiliah. Masyarakat mengenal beliau sebagai pemimpin tertinggi
(termulia) dibidang dakwah, pendidikan, dan pengajaran.
Adalah
suatu loncatan(reformasi) besar ketika masyarakat jahiliyah hanya dalam
beberapa tahun berubah menjadi pengawal yang terpercaya dan pembela kuat kitab
petunjuk dan pelita ilmu. Mereka menentang berbagai usaha distorsi dan
penyimpanagan. Sesungguhnya itu merupakan mukjizat kitab yang kekal ini dan
Rasul ummi yang memimpin semua itu. Beliau merupakan seseorang yang paling jauh
di masyarakat jahiliyah itu dari berbagai mitos (khurafat) dan dongeng palsu.
Beliau adalah cahaya basirah Ilahiah yang meliputi seluruh aspek wujudnya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
pandangan historian terhadap
moment-moment penting dalam kehidupan Nabi Muhammad sebelum
menjadi Rasul?
2. Bagaimana
dan apa saja
tantangan-tantangan dakwah Islam yang dihadapi Nabi Muhammad di
Makkah?
3. Bagaimana
dan apa saja
tantangan-tantangan dakwah Islam yang dihadapi Nabi Muhammad di
Madinah?
C.
TUJUAN
PENULISAN
1. Untuk
mengetahui biografi Nabi Muhammad sebelum menjadi Rasul
2. Untuk
Mengetahui masa dakwah Islam Nabi Muhammad di Makkah
3. Untuk
mengetahui masa dakwah Islam Nabi Muhammad di Madinah
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sebelum Masa Kerasulan
Nabi
Muhammad SAW adalah anggota Bani Hasyim, suatu kabilah yang kurang
berkuasa dalam suku Quraisy. Nabi Muhammad lahir dari keluarga terhormat yang relatif miskin. Ayahnya bernama Abdullah
anak Abdul Muthalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya.
Ibunya adalah Aminah binti Wahab dari Bani Zuhrah. Tahun kelahiran Nabi dikenal
dengan tahun gajah (570M).[1]
Dinamakan demikian karena pada tahun itu pasukan Abrahah, gubernur kerajaan
Habsyi(Ethiopia), dengan menunggang gajah menyerbu Makkah untuk menghancurkan
Ka’bah.
Ketika Nabi Muhammad SAW lahir (570 M), Makkah
adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal diantara kota-kota di
negeri Arab, baik karena tradisinya maupun karena letaknya. Kota ini dilalui
jalur perdagangan yang ramai menghubungkan Yaman selatan dan Syiria di utara.
Dengan adanya Ka’bah di tengah kota , Makkah
menjadi pusat keagamaan Arab. Ka’bah adalah tempat berziarah, pada saat
itu di dalamnya terdapat 360 berhala
yang mengelilingi berhala utama. [2]
Muhammad
lahir dalam keadaan yatim karena ayahnya Abdullah, meninggal dunia tiga bulan
setelah dia menikahi Aminah. Muhammad kemudian diserahkan kepada ibu pengasuh,
Halimah Sa’diyah. Dalam asuhannyalah Muhammad dibesarkan sampai empat tahun
lamanya. Setelah itu dalam usia dua tahun dia diasuh oleh ibu kandungnya. Dan
pada usia enam tahun dia menjadi yatim piatu. sebagaiman dijelaskan dalam
Firman Allah (QS:95:6-7), yakni: “Bukankah Allah mendapatimu sebagai anak
yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Allah mendapatimu sebagai orang yang bingung,
lalu Dia memberimu petunjuk”.
Setelah
Aminah meninggal, Abdul Muthalib mengambil alih tanggung jawab merawat
Muhammad. Namun, dua tahun kemudian Abdul Muthalib meninggal dunia karena
renta. Tanggung jawab selanjutnya beralih kepada pamannya, Abu Thalib. Seperti
juga Abdul Muthalib, dia sangat disegani dan dihormati orang Quraisy dan
penduduk makkah secara keseluruhan, meskipun hidupnya miskin.
Dalam
usia muda Muhammad hidup sebagai pengembala kambing keluarganya, juga kambing
sebagian penduduk Makkah. Melalui kegiatan pengembalaan ini dia menemukan
tempat untuk merenung dan berpikir, yang mana dia belajar melihat sesuatu
dibalik semuanya. Pemikiran dan perenungan inilah yang mengantarkan seorang
Muhammad terhindar dari segala pemikiran nafsu duniawi, sehingga dia terhindar
dari berbagai macam noda yang dapat merusak namanya, karena hal itulah dia
sejak kecil sudah dijuluki sebagai Al-Amin, orang yang terpercaya.[3]
Nabi
Muhammad ikut untuk pertama kali dalam kafilah dagang ke Syiria(Syam) dalam
usia baru 12 tahun. Kafilah itu dipimpin oleh Abu Thalib. Dalam perjalanan ke Negri
Syam tersebut, di Bushra, sebelah selatan Syiria, ia bertemu dengan pendeta
Kristen bernama Buhairah. Pendeta ini mampu melihat tanda-tanda kenabian
pada Muhammad sesuai dengan petunjuk cerita-cerita Kristen. Sebagian sumber
juga menceritakan bahwa pendeta ini menasehatkan kepada Abu Thalib agar jangan
terlalu jauh memasuki daerah Syiria, sebab dikuatirkan orang-orang Yahudi yang
mengetahui tanda-tanda ini akan berbuat
jahat terhadapnya.[4]
Pada
usia yang keduapuluhlima, Muhammad berangkat ke Syiria dengan membawa dagangan
seorang saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda, Khadijah. Dalam
perdagangan ini Muhammad memperoleh laba yang besar. Dan pada akhirnya khadijah
melamarnya, saat pernikahan berlangsug Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah
40 tahun.
Dalam
perkembangan selanjutnya, Khadijah adalah
wanita pertama yang masuk Islam dan banyak membantu Nabi dalam
perjuangan menyebarkan islam. Perkawinan bahagia dan saling mencintai itu
dikaruniai enam orang anak, 2 putera Dan 4 puteri, yang bernama: Qasim,
Abdullah, Zainab, Ruqayah, Ummu Kulsum, dan Fatimah. Akan tetapi kedua
puteranya meninggal waktu kecil[5]
B. Masa dakwah di Makkah
Menjelang
usianya yang ke 40, nabi Muhammad sudah terbiasa berkontemplasi ke gua Hira’,
yang letaknya beberapa km di utara Makkah.[6]
Disana Muhammad bertafakkur dari berjam-jam hingga berhari-hari. Pada tanggal
17 Ramadhan tahun 611M, malaikat Jibril muncul dihadapannya, untuk menyampaikan
wahyu Allah yang pertama: ”Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah, dan Tuhanmu itu Maha Mulia. Dia telah mengajar dengan Qalam.
Dia telah mengajar manusia apa yang tidak mereka ketahui”. Dengan turunnya
wahyu pertama ini, berarti Muhammad telah dipilih Tuhan sebagai Nabi. Dalam
wahyu pertama ini, dia belum diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu
agama.
Setelah wahyu pertama itu datang, Jibril
tidak muncul lagi untuk beberapa lama, sementara Nabi Muhammad menantikannya
dan selalu datang ke gua Hira’. Dlam keadaan menanti itulah turun wahyu yang
membawa perintah kepadanya. Wahyu itu berbunyi sebagai berikut: “Hai orang
yang berselimut, bangun bangun dan beri ingatlah. Hendaklah engkau besarkan
Tuhanmu, dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkanlah perbuatan dosa, dan
janganlah engkau memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih
banyak, dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah” (Al-Mudatsir:
1-7).
Dengan turunnya perintah itu, mulailah
Rasullah berdakwah. Pertama-tama, beliau melakukannya secara diam-diam di
lingkungan sendiri dan dikalangan rekan-rekannya. Karena itulah, orang yang
pertama kali menerima dakwahnya adalah keluarga dan sahabat dekatnya. Mula-mula
istrinya sendiri, Khadijah, kemudian saudara sepupunya Ali bin Abi Thalib yang
saat itu berumur 10 tahun. Kemudian, Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masa
kanak-kanak. Lalu Zaid, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya. Ummu
Aiman, pengasuh Nabi sejak ibunya Aminah masih hidup, juga termasuk orang yang
pertama masuk Islam. Sebagai seorang pedagang yang berpengaruh, Abu Bakar
berhasil mengislamkan beberapa orang teman dekatnya, seperti Usman bin Affan,
Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Thalhah bin
Ubaidillah. [7]Mereka
dibawa Abu Bakar langsung kepada Nabi Muhammad dan masuk Islam dihadapan Nabi
secara langsung. Dengan dakwah secara sembunyi-sembunyi ini belasan orang telah
memeluk agama Islam.
Setelah lama dakwah tersebut dilakukan
secara sembunyi-sembunyi, turunlah perintah agar Nabi menjalankan dakwah secara
terbuka. Mula-mula ia mengundang dan menyeru kerabat karibnya dari Bani Abdul
Muthalib. Ia mengatakan kepada mereka, “Saya tidak melihat seorangpun di
kalangan Arab yang dapat membawa sesuatu ke tengah-tengah mereka lebih baik
dari apa yang saya bawa kepada kalian. Kubawakan kepadamu dunia dan akhirat
yang terbaik. Tuhan memerintahkan saya mengajak kalian semua. Siapakah diantara
kalian yang mau mendukung saya dalam hal ini?”.[8]
Mereka semua menolak kecuali Ali.
Langkah selanjutnya yang ditempuh Nabi
Muhammad adalah menyeru masyarakat umum. Nabi mulai menyeru lapisan masyarakat
untuk masuk islam dengan terang-terangan, baik dari golongan bangsawan maupun
hamba sahaya. Mula-mula ia menyeru penduduk Makkah, kemudian penduduk-penduduk
negeri lain. Di samping itu, ia juga menyeru orang-orang yang datang ke Makkah.
Kegiatan dakwah dijalankannya tanpa mengenal lelah. Dengan usahanya yang gigih,
hasil yang diharapkan mulai terlihat. Jumlah pengikut Nabi yang tadinya belasan
orang, semakin hari semakin bertambah. Mereka terutama terdiri dari kaum
wanita, budak, pekerja, dan orang-orang yang tak punya.
Setelah dakwah terang-terangan itu
pemimpin Quraisy mulai menghalangi dakwah Rasulullah. Semakin bertambahnya
jumlah pengikut Nabi semakin keras tantangan yang dilancarkan kaum Quraisy.
Menurut Ahmad Syalabi, ada lima faktor yang mendorong orang Quraisy menentang
seruan Islam[9]
:
1) Mereka
tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka menganggap tunduk
kepada seruan Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthalib.
2) Nabi
Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya. Hal ini
tidak disetujui oleh kelas bangsawan Quraisy
3) Para
pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan
pembalasan akhirat.
4) Taklid
kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berakar pada bangsa Arab.
5) Pemahat
dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki.
Banyak cara yang ditempuh para pemimpin
Quraisy untuk mencegah dakwah Nabi Muhammad. Pertama-tama mereka mengira bahwa
kekuatan Nabi terletak pada perlindungan dan pembelaan Abu Thalib yang amat
disegani pada saaat itu. Karena itu mereka aimana melepaskan hubungan Nabi
dengan Abu Thalib dan mengancam dan
mengatakan: ‘Kami minta anda memeilih satu diantara dua: memerintahakan
Muhammad berhenti dari dakwahnya atau anda menyerahkan kepada kami. Dengan
demikian anda akan terhindar dari kesulitan yang tidak diinginkan “.
Nampaknya Abu Thalib cukup terpengaruh dengan ancaman tersebut sehingga ia mengarahkan
Muhammad untuk menghentikan dakwahnya. Namun, Nabi menolak dengan mengatakan. “Demi
Allah saya tidak akan berhenti
memperjuangkan amanat Allah ini, walaupun seluruh anggota keluarga dan
sanak saudara akan mengucilkann saya”.
Abu Thalib sangat terharu mendengar jawaban kemenakannya itu, kemudian berkata:
“Teruskanlah, demi Allah aku akan terus membelamu”[10].
Merasa gagal dengan cara ini, kaum
Quraisy kemudian mengutus Walid ibn Mughirah dengan membawa Umarah ibn Walid,
seorang pemuda yang gagah dan tampan, untuk dipertukarkan dengan Nabi Muhammad.
Walid bin Mughirah berkata kepada Abu Thalib:”Ambillah dia menjadi anak
Saudara, tetapi serahkan Muhammad kepada kami untuk kami bunuh”. [11]Usul
ini langsung ditolak keras oleh Abu Thalib.
Untuk kali berikutnya mereka langsung
kepada Nabi Muhammad. Mereka mengutus utbah ibn Rabiah, seorang ahli retorika,
untuk membujuk Nabi. Mereka menawarkan tahta, wanita, dan harta asal Nabi
Muhammad bersedia menghentikan dakwahnya. Semua tawaran itu ditolak Muhammad
dengan mengatakan: “ Demi Alllah, biarpun mereka meletakkan matahari di
tangan kananku dan bulan di tangan kiriku. Aku tidak akan berhenti melakukan
ini, hingga agama ini menang atau aku binasa karenanya”.[12]
Setelah cara-cara diplomatik dan bujuk
rayu yang dilakukan oleh kaum Quraisy gagal, tindakan-tindakan kekerasan secara
fisik yang sebelumnya sudah dilakukan semakin ditingkatkan. Tindakan kekerasan
itu lebih intensif setelah mereka mengetahui bahwa dilingkungan rumah tangga
mereka sendiri banyak yang sudah masuk islam, budak-budak yang selama ini
mereka anggap sebagai harta, sudah ada yang masuk islam dan mempunyai
kepercayaan yang berbeda dengan tuan mereka.
Budak-budak itu disiksa oleh tuannya dengan sangat kejam. Para pemimpin
Quraisy juga mengharuskan setiap keluarga untuk menyiksa anggota keluarganya
yang masuk islam sampai dia murtad kembali.[13]
Kekejaman yang dilakukan oleh penduduk Makkah
terhadap kaum muslimin itu, mendorong Nabi Muhammad untuk mengungsikan
sahabat-sahabatnya ke luar Makkah. Pada tahun kelima kerasulannya, Nabi
menetapkan Habsyah(Ethiopia) sebagai negri tempat pengungsian, karena
Negus(Raja) negeri itu adalah seorang yang adil. Rombongan pertama sejumlah
sepuluh orang pria dan empat orang wanita, diantaranya Usman bin Affan beserta
istrinya Rukayah putri Rasulullah, Zubair ibn Awwam dan Abdurrahman ibn ‘Auf.
Kemudian menyusul rombongan kedua sejumlah hampir seratus orang, dipimpin oleh
Ja’far ibn Abu Thalib. [14]Usaha
orang-orang Quraisy untuk menghalangi
hijrah ke Habsyah ini, termasuk membujuk Negus agar menolak kehadiran umat
Islam disana gagal. Disamping itu, semakin kejam mereka memperlakukan orang
yang beragama islam, semakin banyak orang yang masuk agama ini.bahkan ditengah
meningkatnya kekejaman itu, dua orang kuat Quraisy masuk Islam, hamzah dan Umar
bin Khathab.[15]
Dengan masuk Islamnya dua tokoh besar ini posisi umat Islam semakin kuat.
Menguatnya posisi umat Islam memperkeras
reaksi kaum musyrik Quraisy. Mereka menempuh cara baru dengan melumpuhkan
kekuatan mauhammmad yang bersandar pada perlindungan bani Hasyim. Dengan
demikian, untuk melumpuhkan kaaum muslimin yang dipimpin oleh Muhammad mereka
harus melumpuhkan bani Hasyim terlebih dahulu secara keseluruhan. Cara yang
ditempuh ialah pemboikotan. Mereka memutuskan segala bentuk hubungan dengan
suku ini. Tidak seorangpun penduduk makah yang diperkenankan melakukan hubungan
jual beli dengan Bani hasyim. Persetujuan dibuat dengan bentuk piagam dan
ditandatangani bersama dan disimpan di dalam ka’bah. Akibat boikot tersebut,
Bani Hasyim menderita kelaparan, kemiskinan dan kesengsaraan yang tak ada
bandingnya. Untuk meringankan penderitaan itu, Bani Hasyim akhirnya pindah ke
suatu lembah di luar kota makkah. Tindakan pemboikotan yang dimulai pada tahun
ke-7 kenabian ini berlangsung selama 3 tahun.[16]
Ini merupakan tindakan yang paling menyiksa dan melemahkan umat Islam.
Pemboikotan itu baru berhenti stelah
beberapa pemimpin Quraisy menyadari bahwa apa yang mereka lakukan sungguh suatu
tindakan yang keterlaluan. Dan setelah pemboikotan diberhentikan, kembalilah
bani Hasyim ke rumah masing-masing. Namun, tidak lama kemudian paman nabi Abu
Thalib yang merupakan pelindung utamanya meninggal pada usia 87 tahun. Tiga
hari setelah itu Khadijah istri Nabi meninggal dunia pula. Peristiwa itu
terjadi pada tahun kesepuluh kenabian yang disebut dengan ‘Amul-huzn(tahun
kesedihan).[17]
Tahun ini merupakan tahun kesedihan bagi nabi muhammad. Sepeninggal dua
pendukung itu, kafir quraisy tidak segan-segan lagi melampiaskan nafsu kemarahannya
kepada Nabi. Melihat reaksi penduduk Makkah sedemikian rupa, Nabi kemudian
berusaha menyebarkan islam ke luar kota. Namun di Thaif ia diejek, disoraki dan
dilempar batu, bahkan sampai terluka dibagian kepala dan badannya.
Untuk menghibur Nabi yang sedang ditimpa
duka, Allah mengisra’ dan memi’rajkan beliau pada tahun ke-10 kenabian itu.
Berita isra’ Mi’raj ini menggemparkan Masyarakat Makkah. Bagi orang kafir, ia
dijadikan bahan propaganda untuk mendustakan nabi. Sedangkan bagi orang yang
beriman, ia merupakan ujian keimanan.
Setelah Isra’ Mi’raj yang terjadi pada
tanggal 27 Rajab[18],
suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam muncul. Perkembangan yang
datang dari sejumlah penduduk yatsrib yang berhaji ke Makkah. Mereka yang
terdiri dari suku ‘Aus dan Khazraj.
Setelah mereka pulang dari haji, masing-masing
dari mereka yang telah masuk Islam menceritakan kepada penduduk Madinah lainnya
akan terutusnya seorang Rasulullah. Dan banyak diantara mereka yang masuk agama
Islam.
Pada tahun keduabelas kenabian delegasi
Yatsrib, terdiri dari sepuluh orang suku khazraj dan dua orang suku ‘Aus serta
seorang wanita menemui Nabi di suatu tempat bernama Aqabah. Dihadapan Nabi
mereka menyatakan ikrar kesetiaan, Rasulullah lalu mengutus Mash’ab Bin ‘Umair
Bin Hasyim Bin Abdu Manaf ke Madinah untuk mengajarkan Islam kepada mereka,
serta menyampaikan ayat-ayat Al-Qur’an dan memfahamkannya.[19]
Ikrar ini disebut dengan perjanjian “Aqabah Pertama”. Pada musim haji
berikutnya, jamaah yang datang dari Yatsrib berjumlah 73 orang. Atas nama orang
Yatsrib mereka meminta kepada Nabi agar berkenan pindah ke Yatsrib. Mereka
berjanji akan membela Nabi dari segala ancaman. Nabi pun menyetujui usul yang
mereka ajukan. Perjanjian ini disebut dengan “Aqabah kedua”.
Akhirnya setiap rumah dari rumah-rumah
Aus dan Khazraj (di Madinah) menyebut-nyebut akan nama Muhammad. Mash’ab
kembali ke Makkah melaporkan kepada
Rasulullah bahwa Islam sudah tersebar luas dikalangan orang-orang Madinah.
Kedudukan kuat sekali, dan disana tidak ada tantangan, baik dari golongan
Yahudi atau dari golongan Musyrikin, seperti yang dialami Rasulullah di Kota
Makkah.
C. Masa dakwah di Madinah
Setelah
tiba dan diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi resmi menjadi pemimpin
penduduk kota itu. Berbeda dengan
periode Makkah, pada periode Madinah Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran
Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak yang turun di Madinah.
Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga
sebagai kepala negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua
kekuasaan, kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai
Rasul secara otomatis merupakan kepala negara.[20]
Dalam
rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, ia segera meletakkan
dasar-dasar kehidupan bermasyarakat.[21]
Dasar pertama, pembangunan masjid, selain untuk tempat ibadah (shalat),
juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan
jiwa mereka, di samping sebagai tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang dihadapi. Masjid pada
masa Nabi juga sebagai pusat pemerintahan.
Dasar
Kedua, adalah ukhuwwah islamiyyah, persaudaraan sesama muslim. Nabi
mempersaudarakan antara golongan Muhajirin,
orang-orang yang hijrah dari Makkah ke Madinah, dan Anshar, penduduk
Madinah yang sudah masuk Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin tersebut.
Dengan demikian, diharapkan, setiap muslim merasa terikat dalam suatu
persaudaraan dan kekeluargaan.
Dasar
Ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak
beragama Islam. Di Madinah, di samping orang-orang Arab Islam, juga terdapat
golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek
moyang. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad mengadakan
ikatan perjanjian dengan mereka. Sebuah piagam yang menjamain kebebasan
beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas dikeluarkan. Setiap
golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan.
Kemerdekaan beragama dijamin, dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban
mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar.[22]
Dengan
terbentuknya negara Madinah, Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam
yang pesat itu membuat orang-orang Makkah dan musuh-musuh Islam lainnya menjadi
risau. Untuk itu, Nabi sebagai kepala pemerintah mengatur siasat dan membentuk
pasukan tentara. Umat islam diizinkan berperang dengan dua alasan[23]:
1) Untuk
mempertahankan diri dan dan melindungi hak miliknya
2) Menjaga
keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankannya dari orang-orang
yang menghalang-halanginya.
Dalam sejarah negara Madinah ini memang
banyak terjadi peperangan sebagai upaya kaum muslimin dalam mempertahankan diri
dari serangan musuh.
Perang pertama yang sangat menentukan
masa depan Islam ini adalah perang Badar, perang antara kaum muslimin dengan
musyrik Quraisy. Pada tanggal 8 Ramadhan tahun 2 Hijriah, Nabi bersama 305 orang muslim bergerak keluar kota membawa
perlengkapan yang sederhana. Di daerah Badar, kurang lebih 120 kilometer dari
Madinah, pasukan Nabi bertemu dengan pasukan Quraisy yang berjumlah
sekitar 900 sampai 1000 orang. Dalam
perang ini kaum muslimin lah yang keluar sebagai pemenang. Namun, orang-orang
Yahudi Madinah tidak senang, yang memang dari awal tidak sepenuh hati menerima
perjanjian yang telah dibuat antara mereka dengan Nabi.
Bagi kaum Quraisy Makkah kekalahan
mereka dalam perang Badar merupakan pukulan berat. Mereka bersumpah akan balas
dendam. Pada tahun 3 H, mereka berangkat menuju Madinah membawa tidak kurang
dari 3000 pasukan berkendaraan unta, 200 pasukan berkuda di bawah pimpinan
Khalid bin Walid, 700 orang diantara
mereka memakai baju besi. Nabi
Muhammad menyongsong kedatangan mereka dengan pasukan sekitar seribu orang
namun, sesampai melewati batas kota, Abdullah ibn Ubay aeorang munafik dengan
300 orang Yahudi kembali ke Madinah.
Mereka melanggar perjanjian dan disiplin
perang. Meskipun demikian, dengan 700 pasukan yang tertinggal Nabi melanjutkan perjalanan[24]. Beberapa kilometer dari kota Madinah,
tepatnya bukit Uhud, kedua pasukan bertemu.
Dalam perang Uhud , orang-orang Makkah
di bawah pimpinan Abu Sufyan, bisa membalas kekalahan mereka bahkan melukai
Nabi, namun kemenangan itu tidak bertahan lama. Islam bangkit kembali, kemudian
berubah dari posisi bertahan menjadi penyerang, dan tampaknya setiap seruan
dakwah Islam selalu mendapat sambutan.
Pada 627, sebuah “persekutuan”
(Al-ahzab), yang terdiri atas orang-orang Makkah dan tentara bayaran dari suku
Badui dan Abissinia, kembali memerangi
orang-orang Madinah. Sekali lagi, pasukan kafir berbaris melawan Allah.
Atas usulan Salman[25],
seorang muslim dari Persia, Muhammad memerintahkan pasukannya untuk menggali
parit(Khandaq)[26]
mengelilingi Madinah, yang pada akhirnya dengan taktik ini terbunuhnya 600
orang suku utama Yahudi, banu Quraidzah , dan sisanya yang masih hidup diusir
dari Madinah. Kelompok Muhajirin yang akhirnya ditempatkan di daerah perkebunan
kurma yang kosong karena ditinggalkan oleh pemiliknya(Q.S. 33: 26-27).
Pada tahun 628 orang-orang Yahudi
Khaibar menyerah dan bersedia membayar upeti. Dan pada tahun ini pula Muhammad
memimpin delegasi umat Islam dalam perjanjian Hudaybiyah, dengan memutuskan
bahwa orang-orang Makkah dan orang-orang Islam harus mendapat perlakuan yang
sama. Perjanjian ini praktis mengakhiri peperangan dengan orang Quraisy. Dan
pada saat ini pula Khalid bin Walid “pedang Islam” dan ‘Amr bin Ash
masuk dalam pengakuan Islam. Dua Tahun kemudian pada akhir Januari 630M (8H), umat Islam berhasil menaklukkan
kota Makkah. Nabi Muhammad menghancurkan seluruh berhala yang berjumlah 360
buah sambil berseru “ Kebenaran telah datang, dan kebathilan telah sirna”[27].Dan
pada masa inilah kawasan sekitar Ka’bah dinyatakan oleh Nabi sebagai daerah haram
(terlarang, sakral).
Pada 9 H, Muhammad menempatkan pos
militer di Tabuk, yang berbatasan dengan daerah
Gassan, dan tanpa melalui pertempuran
berhasil membuat perjanjian damai dengan kepala suku Kristen, Aylah
(Al-‘Aqabah). Perjanjian itu diantaranya menetapkan bahwa penduduk asli yang
beragama Yahudi dan Kristen akan dilindungi oleh umat Islam dan memberikan
bayaran yang disebut dengan “jizyah”.
Tahun ke 9 H (630-631) ini disebut
sebagai “tahun utusan“ (sanah al-wufud). Sepanjang tahun ini, berbagai utusan
berdatangan dari tempat yang dekat maupun yang jauh untuk menawarkan
persekutuan dengan Nabi-penguasa ini. Banyak suku yang ikut bergabung karena di
dasari oleh pertimbangan untung-rugi, bukan keyakinan.[28]
dan Islam hanya menghendaki pengucapan ikrar keimanan dan pembayaran zakat.
Setahun berikutnya, ke-10 H, Muhammad
masuk dengan damai pada awal musim haji ke kota sucinya yang baru, Makkah.
Perjalanan hajinya ke Makkah itu merupakan perjalanan terakhir, sehingga
sejarah mengenalnya sebagai “haji perpisahan”. Tiga bulan setelah pulang ke
Madinah, tanpa disangka-sangka beliau jatuh sakit dan meninggal pada usia 63
tahun (8 Juni 632)[29].
BAB
III
PENUTUP
A. Analisis
a)
Sebelum masa kerasulan
Nabi Muhammad adalah keturunan dari Bani Hasyim,
yang mempunyai seorang kakek bernama Abdul Muthalib, dan Ayah yang bernama
Abdullah serta Ibu yang bernama Aminah, beliau lahir pada 570M yang disebut
dengan tahun gajah.
Pada saat itu Makkah merupakan tempat strategis
perdagangan dan Ka’bah merupakan tempat ziarah yang dikelilingi oleh 360
berhala.
Nabi lahir dalam keadaan yatim, karena ayahnya wafat
3 bulan setelah menikah, dan selama 4 tahun Halimah Sa’diyah merawat dan
menyusui Nabi, setelah itu ditinggal mati oleh Ibunya pada usia 6 tahun
Muhammad sudah menjadi yatim piatu.
Kemudian
dirawat oleh kakeknya Abdul Muthalib selama 2 tahun, dan saat kakeknya
meninggal Muhammad diasuh oleh pamannya Abu Thalib.
Pada Usia muda Muhammad sudah
belajar mengembala kambing milik keluarganya maupun sebagian masyarakat Makkah,
sehingga julukan Al-Amin itu dia sandang karena pada saat itu Muhammad adalah
anak yang mampu dipercaya.
Pada usia 12 tahun Muhammad diajak
oleh Abu Thalib untuk ikut berdagang ke negri Syam. Akan tetapi ditengah jalan
ada seorang pendeta Kristen yang bernama Buhaira memberi sran untuk tidak
terlalu jauh masuk negri Syam karena melihat tanda kenabian ada pada Muhammad,
yang dikhawatirkan dapat mencelakainya.
Pada usia 25 tahun Nabi Muhammad
memoerdagangkan barang dagangan milik seorang janda yang bernama Khadijah, yang
pada akhirnya menjadi Isteri Nabi pada usianya 40 tahun dan dikaruniai 6 orang
anak , yakni : Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayah, Ummu Kulsum, dan Fatimah. Akan
tetapi kedua puteranya meninggal waktu kecil.
b)
Masa dakwah
Makkah
Pada usia ke 40 tahun Nabi sudah terbiasa berkontemplasi
di Gua Hira’, yang pada tanggal 17 Ramadhan 611 Malaikat Jibril menyampaikan
wahyu pertamanya dengan surat Al-Alaq.
Dan setelah itu turunlah lagi ayat dengan Surat Al-Mudatsir yang menyerukan pada Nabi untuk berdakwah.
Dakwah pertama kali dilakukan secara
sembunyi-sembunyi kepada keluarga dan sahabat terdekat Nabi (Khadijah, Ali, Abu
Bakar, Zaid, dan Ummu aiman). Yang kemudian Abu Bakar mampu mengajak (Usman,
Zubair, Abdurrahman, Sa’ad bin Abi Waqash, dan Thalhah bin Ubaidillah).
Dakwah terang-terangan dilakukan kepada kerabat
karib dari bani Abdul Muthalib, dan hanya Ali bin Abi thalib yang bersedia
mengikuti. Dan setelah itu diikuti oleh beberapa masyarakat Makkah (wanita,
budak, dan orang-orang miskin).
Pemimpin Quraisy menghalangi, dan melakukan banyak
cara untuk mencegah Nabi dalam melanjutkan dakwah Islam. Mulanya dengan crara
mengancam Abu Thalib, kemudian mengutus Walid ibn Mughirah, dan langsung
mendatangi Nabi dengan mengutus Utbah bin Rabi’ah untuk menawarkan tahta,
wanita, dan harta, akan tetapi semua usaha itu gagal. Yang mengundang kekerasan
semakin terjadi pada penyiksaan seorang budak.
Nabi Muhammad memerintahkan untuk mengungsikan
sahabt ke Habsyah dengan pertimbangan Raja Negus yang terkenal akan kearifannya
pada saat itu. Rombongan pertama sejumlah 10 pria dan 4 orang wanita.
Kaum Quraisy tidak lagi mampu menghalangi
hijrah itu, sehingga perlakuannya
terhadap kaum Muslimin semakin kejam, dan dengan kekejamannya itulah semakin
banyak masyarakat Makkah yang masuk Islam, salah satunya adalah Hamzah dan Umar
bin Khattab.
Pada tahun ke 7 kenabian berlangsug pemboikat selama
3 tahun terhadap bani Hasyim, yang dilarang untuk melakukan transaksi
perdagangan dengan perjanjian yang berpiagam dan disimpan di dalalm Ka’bah.
Pada tahun ke 10 kenabian Abu Thalib wafat pada usia 87 tahun dan 3
hari kemudian disusul oleh meninggalnya khadijah. Yang pada akhirnya sering
dikenal dengan sebutan Amul Huzni
(kesedihan).
Dengan meninggalnya kedua orang penting dalam hidup
Nabi, kaum Quraisy di Thaif tidak lagi sungkan menyiksa nabi dengan mengejek
dan melempari batu.
Untuk menghibur kesedihan Nabi, pada tahun ke 10
kenabian 27 Rajab, Allah meng
Isra’Mi’rajkan Nabi dan memerintahkan untuk ditunaikannya shalat waktu.
Perkembangan besar dakwah Islam bermula ketika
penduduk Yatsrib berhaji ke Makkah, dari suku Khazraj dan ‘Aus. Yang sepulang
dari haji masuk Islam dan menyebarkan kepada masyarakat yatsrib. Pada haji ke
12, delegasi Yatsrib yang terdiri dari 10 Khazraj dn 2 ‘Aus menyatakn ikrar
masuk Islam dihadapn Nabi, yang kemudian dinamakn Aqobah I. Dan untuk
selanjutnya Nabi memerintahkan kepada Mush’ab bin Umair untuk mnyampaikan ayat
Al-Qur’an pada masyaraakat Yatsrib.
Pada haji berikutnya 73 orang, meminta Nbai untuk
berkenan pindah ke Yatsrib , dengan janji membela Nabi dari berbagi ancaman,
yang selanjutnya disebut dengan Aqobah II.
c)
Masa dakwah
Madinah
Ketika masyarakat Yatsrib menerima Nabi, pada saat itu Nabi dipercaya untuk menjabat sebagai Kepala
Negara juga sebagai Rasul. Sebagai kepala Negara Nabi memperkokoh Masyarakat
dengan berbagai cara, mulanya membangun masjid,selain sebagai tempat ibadah
juga sebagai tempat musyawarah dan pusat pemerintahan. Selnjutnya dengan
ukhuwah antara muhajirin dan Anshar. Dan yang ketiga dengan pihak lain yang
beragama Yahudi dan Arab yang membuat
piagam dengan perjanjian “kebebasan beragama, dan mempertahankan keamanan
negrinya”.Kemudian Nabi membentuk pasukan tentara sebagai bentuk ikhtiar dalam mempertahankan
diri dari serangan musuh.
Terjadinya perang Badar pada 8 Ramadhan tahun 2 H dengan kemenangan berada pada pihak
muslim yang beranggotakan 305 tentara dan 1000 tentara dari kaum Quraisy.
Terjadinya perang Uhud 625 M. Orang-orang
Makkah dibawah pimpinan Abu Sufyan berhasil membalas kekalahan dengan
terbunuhnya sahabat Hamzah, dan terlukanya Nabi.
Kemenangan tidak berlagsung lama, Islam bangkit dan
menyerang. Pada tahun 627 M, persekutuan Makkah dengan tentara suku Baduwi dan
Abissinia datang, dan Salman memerintahkan untuk menggali parit mengelilingi
Madinah, dengan taktik inilah tetrbunuh 600 orang Yahudi dan Quraisy. Yang pada
peperangan ini kemenangan ada pada kaum muslim, yang disebut dengan perang Khandaq.
Pada tahun 628 M, orang Yahudi Khaibar menyerah ,
Nabi memimpin perjanjian Hudaybiyah, bahwasannya ”Orang Makkah dan orang Islam
harus mendapat perlakuan yang sama”. Secara praktis mengakhiri peperangan dengan Quraisy, dan masuk islamnya sahabat
Khalid bin Walid dan Amr bin Ash.
Pada Tahun 630M /8 H, umat Islam menaklukkan kota
Makkah , Nabi Muhammad menghancurkan seluruh berhala yang berjumlah 360 buah
dan dinyatakan sebagai daerah Haram (terlarang/sakral).
Pada Tahun 9 H/ 630-631 M pos militer diletakkan di Tabuk,
Dan
tanpa melalui peperangan, berhasil membuat perjanjian dengan kepala suku
Kristen, Aylah. Bahwa “Penduduk asli Yahudi Kristen dilindungi oleh umat Islam
dengan membayar jizyah”. Dan pada tahun ini juga disebut dengan tahun utusan,
dengan banyaknya yang menawarkan persekutuan dengan Islam hanya dengan
pertimbangan untung-rugi.
Tahun ke 10 H Nabi melakukan haji
Wada’(terakhir), karena 3 bulan setelahnya Nabi sakit dan meninggal pada usia
63 tahun (8 Juni 632 M). Berakhirlah masa pemerintahan Nabi, yang selanjutnya
dakwah Islam diteruskan oleh para sahabat.
B. Kesimpulan
Nabi
merupakan sosok Voltaire-nya kaum Muslim pada saat itu, karena Masa dakwah Nabi
merupakan masa awal dari beberapa dakwah yang berkembang setelahnya. Banyak hal
yang terjadi dalm sebuah perubahan, dari masa jahiliyah hingga menjadi Ad-din Al-Islam.
Tidak terlepas
dari peran seorang Muhammad sebagai Nabi dan Rasul, pada pemerintahan masa
dakwah di Madinah beliau juga sebagai kepala Negara pada saat itu yang
memperkenalkan akan kebijakan dalam memimpin suatu negara, yang menjunjung
tinggi hak asasi manusia dalam beragama. Meskipun pada saat itu Allah mengutus
untuk mendakwahkan agama islam, akan tetapi ajaran Islam tidak pernah
memaksakan pengikutnya untuk mengikuti agama Islam dengan cara yang kasar.
Seprti halnya dakwah di Makkah, Nabi tidak pernah membalas kekerasan atau
kekejaman yang dilakukan oleh kaum Quraisy terhadapnya dengan balasan serupa,
akan tetapi dengan metode tertentu dan kesabaran.
Menurut hemat penulis, Nabi Muhammad
sebelum menjadi Rasul, bahkan sampai masa dakwah Makkah dan Madinah, jika
dikaitkan dengan karakteristik Manajmen Pendidikan Islam, merupakan sosok
pemimpin yang uswatun hasanah. Mengigat tujuan dari pendidikan adalah
Memanusiakan manusia, pada saat zaman Rasul hal itu sudah diterapkan dalam
ajaran Islam. Baik dalam segi kebijakannya, bahkan kesabarannya dalam menghadapi
segala konsekwensi yang diterima
semata-mata hanya untuk memperjuangkan Agama Allah. Sehingga ajaran Islam
disadari atau tidak mampu membumikan subtansi agung dari berbagai aspek
persoalan sosial, budaya, dan kepemerintahan. Untuk mencapai “Baldatun
Thoyyibatu Wa Rabbun Ghafur”
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed,
Akbar.S, 2003, Rekontruksi Sejarah Islam, Fajar Pustaka Baru, Bangutapan Yogyakarta
Alcaff, Muhammad.
2009. Muhammad Rasulullah Saw. Jakarta: Al-Huda.
Al-Khatib,
Abdul Hamid. 1976. Ketinggian Risalah Nabi Muhammad, jilid I. Jakarta: Bulan Bintang.
Al-Ismail, Tahnia.
1996. Tarikh Muhammad SAW Teladan Perilaku Ummat. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
A. Zainudin, S.Ag &
Muhammad Jamhari, S.Ag, Al-Islam I “Akidah dan Ibadah”,
CV. Pustaka Setia, Bandung, 1999.
Chalil,
Moenawar. 2001. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Saw, jilid I. Jakarta: Gema Insani Press.
Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. 2003.
Sejarah Kota Mekah Klasik dan Modern. Jakarta:
Akbar.
Hassan,
Hassan Ibrahim. 1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota Kembang.
Hasan, Abdul, 2008, Sirah Nabawiyah Sejarah Lengkap
Nabi Muhammad saw,
Mardiyah press nandan, Yogyakarta,
Husain
Haekal, Muhammad. 1990. Sejarah
Hidup Muhammad. Jakarta: Litera Antarnusa.
Jamil, ahmad, 2008, Sejarah Kebudayaan Islam Kelas
3, Cv. Putra Kembar Jaya,
Gresik.
K.Hitti,
Phillip. 2008. History of the Arabs, Pent.R.Cecep Lukman yasin. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
Mahmudunnasir,
Syed, 1993, Islam Konsepsi dan Sejarahnya,
cet. III Remaja Rosdakarya,
Bandung
Nasr, Hossein.
1986. Muhammad Hamba Allah. Jakarta: Rajawali.
Nasution, Harun.
1985. Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I. Jakarta: UI Press.
Rahman, Syaikh Shafiyyur,2008.Sirah Nabawiyah.
Jakarta: Pustaka Al kausar
Samsul Nizar, 1999. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak
Sejarah Era
Rasulullah Sampai Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta.
Syalabi,
A. 1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka al- Husna.
Turmudi,dkk.2004.Lembar
Kerja Dan Evaluasi Pendidikan Agama Islam AL Munawar. Malang : Mega Ilmu
Yatim,
Badri. 2002. Sejarah Peradaban Islam
Dirasah IslamiyahII. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
[1] Muhammad Husain Haekal,
Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Litera Antarnusa, 1990),h.49
[3] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam Dirasah IslamiyahII, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002), h.17
[4] Muhammad Husain Haekal, op.
cit., h.56
[5] Hossein Nasr, Muhammad Hamba
Allah, (Jakarta: Rajawali, 1986), h.8
[6]Tahnia Al-Ismail, Tarikh
Muhammad SAW Teladan Perilaku Ummat, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
1996), h.31
[7].Hossein Nasr, op.cit.,
h.15
[8] Muhammad Husain Haekal, op. cit.,
h.91
[9] A.Syalabi, Sejarah dan
Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1983), h.87-90
[10] Badri Yatim, op. cit.,
h.21
[11]Muhammad Alcaff, Muhammad
Rasulullah Saw, (Jakarta: Al-Huda, 2009), h.141
[14]
Badri Yatim, op. Cit.,
h.22
[15]
Ibid, h.22
[16]
Muhammad Alcaff, op.
Cit., h.155
[17] Ibid, h.157
[18] Moenawar Chalil, Kelengkapan
Tarikh Nabi Muhammad Saw, jilid I, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001),
h.378
[19]Abdul Hamid Al-Khatib,
Ketinggian Risalah Nabi Muhammad, jilid I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976),
h.172
[20] Harun Nasution, Islam
ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I,(Jakarta: UI Press, 1985, cetakan
ke lima), h.101
[22] Muhammad Husain Haikal, op.cit.,
h.199-205
[23]Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah
dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), h.28-29
[24] Badri Yatim, op. cit.,
h.28
[25]Phillip K.Hitti, History of
the Arabs, Pent.R.Cecep Lukman yasin, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,
2008), h. 147
[26] Ibid, h.147
[27] Phillip K.Hitti, History of the
Arabs, Pent.R.Cecep Lukman yasin, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2008),
h.148
[28] Ibid, h.149
Tidak ada komentar:
Posting Komentar