Minggu, 22 Februari 2015

KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI


 
A.      PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Dalam kehidupan, manusia membutuhkan sosok figur seorang pemimpin. Pemimpin merupakan sosok pengayom yang memberikan gagasan maupun idenya. Pemimpin tidak hanya memerintahkan bawahan atau yang dipimpinya tapi ikut terjun langsung untuk mengontrol dan membantu menyelesaikan tugasnya. Dalam menyelesaikan tugas tersebut antara pemimpin dan bahawan perlulah adanya komunikasi yang baik. Agar terhindarnya terjadinya kesalah pahaman antara dua belah pihak oleh karena itu komunikasi sangat berperan penting bagi suatu hubungan.
Di antara kedua belah pihak harus ada komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik, untuk itu diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Kerjasama tersebut terdiri dari berbagai maksud yang meliputi interaksi sosial maupun kebudayaan. Interaksi yang terjadi merupakan suatu proses adanya suatu keinginan masing-masing individu, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata dan dapat memberikan manfaat untuk kehidupan yang berkelanjutan.
Hubungan yang dilakukan oleh unsur pimpinan antara lain kelangsungan hidup berorganisasi untuk mencapai perkembangan ke arah yang lebih baik dengan menciptakan hubungan kerja sama dengan bawahannya. Hubungan yang dilakukan oleh bawahan sudah tentu mengandung maksud untuk mendapatkan simpati dari pimpinan yang merupakan motivasi untuk meningkatkan prestasi kerja ke arah yang lebih baik. Hal ini tergantung dari kebutuhan dan cara masing-masing individu, karena satu sama lain erat hubungannya dengan keahlian dan tugas-tugas yang harus dilaksanakan.
Komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan.[1]
Komunikasi organisasi melibatkan bentuk-bentuk komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok. Pembahasan komunikasi organisasi antara lain menyangkut struktur dan fungsi organisasi, hubungan antarmanusia, komunikasi dan proses pengorganisasian serta budaya organisasi.[2] Komunikasi organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergantung satu sama lain meliputi arus komunikasi vertikal dan horisontal. Bila sasaran komunikasi dapat diterapkan dalam suatu organisasi baik organisasi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, maupun organisasi perusahaan, maka sasaran yang dituju pun akan beraneka ragam, tapi tujuan utamanya tentulah untuk mempersatukan individu-individu yang tergabung dalam organisasi tersebut.
2.      Rmusan Masalah
a.       Bagaimana proses komunikasi dalam organisasi ?
b.      Bagaimana jenis-jenis komunikasi dalam organisasi ?
c.       Bagaimana gaya komunikasi dalam organisasi?
d.      Bagaiamana manfaat pengungkapan diri dalam organisasi?

3.      Tujuan.
a.       Untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi dalam organisasi.
b.      Untuk mengetahui jenis-jenis komunikasi dalam organisasi.
c.       Untuk mengetahui gaya komunikasi dalam organisasi.
d.      Untuk mengetahui manfaat pengungkapan diri dalam organisasi.

B.       PEMBAHASAN
1.      Definisi komunikasi dalam organisasi
Istilah komunikasi (communication) berasal dari Bahasa Latin communicatus yang berarti ”berbagi” atau “menjadi milik bersama”. Dengan demikian, kata komunikasi menurut kamus bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan.
Menurut Webster New Collogiate Dictionary dijelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi di antara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku. Hovland, Janis & Kelley menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak). Sedangkan Berelson & Steiner berpendapat bahwa komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian, dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka-angka, dan lain-lain.[3]
Manusia di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil interaksi sosial dengan sesama dalam kelompok dan masyarakat. Komunikasi merupakan unsur penting dalam suatu hubungan atau interaksi antara kelompok maupun individu. Sedangkan dalam suatu kelompok perlulah ada seorang pemimpin yang menjadi dasar komunikasi antara individu dalam kelompok tersebut. Komunikasi ini harus dilakukan dengan dua arah, artinya proses komunikasi harus dilakukan secara timbal balik. Tidak hanya pemimpin yang memberikan pesan kepada bawahan, tetapi bahawan juga mempunyai pesan untuk pemimpinya. Dari situlah akan tercipta hubungan yang baik karena komunikasi antara pemimpin dan anggota dapat berjalan.
Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005).[4] Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya adalah memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual. Komunikasi dalam organisasi adalah juga dapat diartikan sebagai komunikasi di suatu organisasi yang dilakukan pimpinan, baik dengan para karyawan maupun dengan khalayak yang ada kaitannya dengan organisasi, dalam rangka pembinaan kerja sama yang serasi untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi[5]. Jadi dapat diketahui bahwa komunikasi formal maupun informal sama-sama menpunyai kedudukan dalam berjalanya sebuah organisasi. Tanpa komunikasi yang baik suatu organisasi pastilah akan mengalami gangguan atau banyak misunderstanding yang akan menyebabkan perpecahan.
Price (1997) mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai derajat atau tingkat informasi tentang pekerjaan yang dikirimkan organisasi untuk anggota dan diantara anggota organisasi. Tujuan komunikasi dalam organisasi adalah untuk membentuk saling pengertian (mutual understanding) sehingga terjadi kesetaraan kerangka referensi (frame of references) dan kesamaan pengalaman (field of experience) diantara anggota organisasi. Komunikasi organisasi harus dilihat dari berbagai sisi yaitu pertama komunikasi antara atasan kepada bawahan, kedua antara karyawan yang satu dengan karyawan yang lain, ketiga adalah antara karyawan kepada atasan. Hubungan komunikasi antara atasan dan bawahan juga tidak bisa dilepaskan dari budaya paternalistik yaitu atasan jarang sekali atau tidak pernah memberikan kepada bawahannya untuk bertindak sendiri, untuk mengambil inisiatif dan mengambil keputusan. Hal ini disebabkan karena komunikasi yang dilakukan oleh atasan kepada bawahan bersifat formal dimana adanya struktur organisasi yang jauh antara atasan dengan bawahan. Sehingga konsekuensi dari perilaku ini bahwa para bawahannya tidak dimanfaatkan sebagai sumber informasi, ide, dan saran.[6] Komunikasi yang bersifat formal menjadikan arus balik komunikasi dari bahawan ke atasan memang menjadi sulit. Intensitas komunikasi antara bawahan dan atasan sangatlah jarang, sehingga menyebabkan kurang puasnya bawahan terhadap kebijakan yang ditetapkan oleh atasan. Oleh karena itu dalam suatu organisasi haruslah ada wadah untuk menampung aspirasi dari semua anggota yang dapat dipertimbangkan oleh atasan dan menetapkan sebuah kebijakan dengan sebaik-baiknya.
Secara fungsional komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Gambar di bawah ini melukiskan konsep suatu sistem komunikasi organisasi. Garis yang putus-putus melukiskan gagasan bahwa hubungan-hubungan ditentukan secara alami; hubungan-hubungan itu juga menunjukkan bahwa struktur suatu organisasi bersifat luwes dan mungkin berubah sebagai respons terhadap kekuatan-kekuatan lingkungan yang internal dan eksternal.[7] Gambar dibawah merupaka susunan organisasi secara hierarki yaitu sedikit celah komunikasi yang akan dilakukan dari bawahan kepada pemimpin puncak. Sedangkan pemimpin puncak dalam berkomunikasi kepada bawahan dengan memerintahkan kepada mandor atau kepal-kepala bagian.

Tabel 1.1
Sistem komunikasi organisasi

Komunikasi organisasi terjadi kapan pun, setidak-tidaknya satu orang yang menduduki suatu jabatan dalam suatu organisasi menafsirkan suatu pertunjukkan. Karena fokusnya adalah komunikasi di antara anggota-anggota suatu organisasi. Analisi komunikasi organisasi menyangkut penelaahan atas banyak transaksi yang terjadi secara simultan. [8] Seseorang yang menduduki suatu jabatan merupakan juru kunci penyampaian informasi yang bernar, apabila terdapat kesalahan dalam penafsiran informasi maka akan terjadi miscommunication sampai pada bawahan.

2.      Proses Komunikasi
Komunikasi dapat di dilancarkan secara efektif, sebagai mana yang dikemukakan oleh seorang ahli komunikasi yang bernama Haroid Lasweil berpegangan sebagai berikut:




Gambar 1.2
Bagan proses komunikasi
Decoding
Tindakan
Penerimaan
Pengiriman
Saluran/media (Channels)

Ideas
Encoding
Pesan (Message)

 












a)         Tahap ideasi (sources)
Tahap pertama dalam suatu proses komunikasi adalah ideasasi (ideation) yaitu proses penciptaan informasi yang dilakukan oleh komunitator.[9] Dapat dikatakan ini merupakan sumber dari sebuah informasi. Sumber ini berisi mengenai ide, gagasan atau pemikiran dari seorang komunikator atau pembuat informasi.
b)        Tahap penyandian (encoding)
Dalam tahap encoding, gagasan atau informasi disusun dalam serangkaiaan bentuk simbol atau sandi yang dirancang untuk dikirimkan kepada komunikan dan juga pemilihan saluran dan media komunikasi yang digunakan.[10] Tahap ini merupakan tahap penalaran dari ide-ide maupun gagasan yang dibentuk dan dihubung-hubungkan satu dengan yang lainnya sehingga terbentuklah sebuah pesan.
Simbol atau sandi dapat berbentuk:
-          Kata-kata (lisan maupun tertulis)
-          Tindakan.
c)         Tahap pengiriman
Tahap ketiga adalah pengiriman (transmitting) gagasan atau disandikan (encoding) melalui saluran dan media komunikasi yang tersedia. [11]Pengiriman pesan dapat dilakukan dengan berbicara, menulis, menggambar dan bertindak. Saluran yang dilalui pesan-pesan media komunikasi dapat berbentuk;
-          Berbentuk lisan (telepon, tatap muka langsung)
-          Tertulis (papan pengumuman dan poster, buku pedoman)
-          Mengalir kebawah (memo dan intruksi tertulis)
-          Kesamping (panitia, pertemuan)
-          Informal (ngobrol di kafetaria)
-          Formal (koferensi)
d)        Tahap penerimaan
Setelah dikirimkan melalui media komunikasi, maka diterima oleh komunikan. Penerimaan pesan ini dapat melalui proses mendengarkan, membaca, mengamati, tergantung pada saluran dan media yang digunakan untuk mengirimkannya. Apabila informasi atau pesan berbentuk komunikasi lisan maka seringkali kegagalan dalam mendengarkan dan berkonsentrasi mengakibatkan hilangnya pesan-pesan tertentu.[12] Gangguan yang menyebabkan hilangnya pesan-pesan tertentu haruslah diminimalisir sedemikian rupa, sehingga penyampaian informasi akan sempurna dan tidak terjadi misunderstanding.
e)          Tahap decoding
Tahap kelima adalah decoding merupakan pesan-pesan yang diterima, diinterprestasikan, dibaca, diartikan, dan diuraikan secara langsung atau tidak langsung melalui suatu proses berpikir. Pikiran manusia, sistem memori mekanis, insting binatang dan proses berpikir lainnya berfungsi sebagai mekanisme decoding. Dalam tahap decoding ini dapat terjadi ketidaksesuaian atau bahkan penolakan terhadap gagasan ataupun ide yang di-encoding oleh komunikator dikarenakan adanya hambatan teknis, dan lebih-lebih adanya perbedaan persepsi antar komikator dan komunikan dalam pengertian kata ataupun sistematik.[13] Pada tahap ini gangguan juga sering muncul dikarenakan selain adanya perbedaan persepsi juga dalam menerima pesan atau informasi tersebut tidak sempurna sehingga menyebabkan dalam penafsiran antara pemberi informasi dan penerima berbeda.
f)          Tahap tindakan
Tindakan yang dilakukan oleh komunikan sebagai respon pesan-pesan yang diterimanya, adalah merupakan tahap terakhir dalam suatu proses komunikasi. Respon yang timbul dapat berupa usaha untuk melengkapi informasi, meminta informasi tambahan ataupun melakukan tindakan-tidakan lain. Apabila setiap pesan yang dikirimkan komunikator menghasilkan tindakan-tindakan seperti yang diharapkan, maka dapat dikatakan telah terjadi komunikasi yang efektif.[14] Jadi tindakan merupakan pencegahan terjadinya misunderstanding dalam penerimaan sebuah pesan, biasanya penerima pesan akan bertanya ataupun mencari jawaban tepada teman atau orang yang sekiranya dapat memberikan jawaban atas informasi yang diberikan.

3.      Jenis-jenis Komunikasi
Terdapat 2 jenis komunikasi dalam organisasi, yaitu  komunikasi internal dan komunikasi eksternal.
a)      Komunikasi Internal
Merupakan pertukaran gagasan di antara para administrator dan karyawan dalam suatu perusahaan dalam struktur lengkap yang khas disertai pertukaran gagasan secara horisontal dan vertikal di dalam perusahaan, sehingga pekerjaan berjalan (operasi dan manajemen).
Staf A
Staf B
Pekerja 1
Pekerja 1
Pekerja 1
Wakil  A
Manajer
Wakil  B
Wakil  C
Wakil  D
Horizontal Communication
Gambar 1.3
Arus komunikasi organisasi


Text Box: Downward  communicationText Box: Upward  communication
 

















Adapun empat dimensi komunikasi dalam organisasi, seperti gambar 1.3 yaitu :
1)        Downward communication
Yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Komunikasi ke bawah biasanya berupa policy/ kebijakan, perintah, petunjuk, dan informasi yang bersifat umum.[15] Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah:
         Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction)
         Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale)
         Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices)
         Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.[16]
2)        Upward communication
Yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah:
         Penyampaian informai tentang pekerjaan pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan
         Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan
         Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan
         Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya[17]
Komunikasi ke bawah mudah untuk dilakukan oleh seorang manajer tetapi sebaliknya komunikasi ke atas yang dilakukan oleh seorang bahawahan kepada seorang manajer mungkin itu sulit dilakukan, tetapi itu tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan.
Sharma (1979) mengemukakan 4 alasan mengapa komunikasi ke atas terlihat amat sulit:
         Kecenderungan bagi pegawai untuk menyembunyikan pikiran mereka
         Perasaan bahwa atasan mereka tidak tertarik kepada masalah yang dialami pegawai
         Kurangnya penghargaan bagi komunikasi ke atas yang dilakukan pegawai
         Perasaan bahwa atasan tidak dapat dihubungi dan tidak tanggap pada apa yang disampaikan pegawai[18]
3)        Horizontal communication
Yaitu komunikasi yang berlangsung di antara para karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara.[19]
Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah:
           Memperbaiki koordinasi tugas
           Upaya pemecahan masalah
           Saling berbagi informasi
           Upaya pemecahan konflik
           Membina hubungan melalui kegiatan bersama
4)        Interline communication
Yaitu tindak komunikasi untuk berbagi informasi melewati batas-batas fungsional. Spesialis staf biasanya paling aktif dalam komunikasi lintas-saluran ini karena biasanya tanggung jawab mereka berhubungan dengan jabatan fungsional. Karena terdapat banyak komunikasi lintas-saluran yang dilakukan spesialis staf dan orang-orang lainnya yang perlu berhubungan dalam rantai-rantai perintah lain, diperlukan kebijakan organisasi untuk membimbing komunikasi lintas-saluran.[20]  Kominikasi ini efekstif dalam mengatasi masalah antar bidang sehingga staf yang terkait dapat berkomunikasi dan mengatasi masalah antar bidang.
b)      Komunikasi Eksternal
Adalah komunikasi antara pimpinan organisasi (perusahaan) dengan khalayak audience di luar organisasi. Contoh dari komunikasi eksternal, yaitu :
·         Komunikasi dari organisasi kepada khalayak yang bersifat informatif. Contohnya adalah Majalah, Press release/media release, Artikel surat kabar atau majalah, Pidato, Brosur, Poster, Konferensi pers, dll.
·         Komunikasi dari khalayak kepada organisasi.[21]

4.      Gaya Komunikasi
Gaya komunikasi atau communication style akan memberikan pengetahuan kepada kita tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu organisasi ketika mereka melaksanakan tindakan berbagi informasi dan gagasan. Sementara pada pengaruh kekuasaan dalam organisasi, kita akan mengkaji jenis-jenis kekuasaan yang digunakan oleh orang-orang dalam tataran manajemen sewaktu mereka mencoba mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dalam organsasi, kita akan diajak untuk memikirkan bagaimana mendefinisikan tujuan kita sehubungan dengan tugas dalam organisasi, bagaimana kita memilih orang yang tepat untuk diajak bekerjasama dan bagaimana kita memilih saluran yang efektif untuk melaksanakan tugas tersebut.
Gaya komunikasi (communication style) didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu (a specialized set of intexpersonal behaviors that are used in a given situation). Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver).
a.       The Controlling style
Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.[22]Pihak-pihak yang memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berharap pesan. Gaya komunikasi satu arah ini menjadikan pemimpin melakukan paksaan atau wewenangnya untuk menyuruh kepada bawahanya melakukan apa yang sesuai dengan pesan yang dierikan kepada bawahanya.
Pesan-pesan yag berasal dari komunikator satu arah ini, tidak berusaha ‘menjual’ gagasan agar dibicarakan bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain apa yang dilakukannya. The controlling style of communication ini sering dipakai untuk memerintahkan orang lain supaya bekerja dan bertindak secara efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik. Namun demkian, gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif sehingga menyebabkan orang lain memberi respons atau tanggapan yang negatif pula.
b.      The Equalitarian style
Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way traffic of communication).[23]
Dalam gaya komunikasi ini, cara berkomunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan dan memaparkan gagasan ataupun pendapatnya dalam suasana dan situasi yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama.
Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini, adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja. The equalitarian style ini akan memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini efektif dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks. Gaya komunikasi ini pula yang menjamin berlangsungnya tindakan berbagi informasi (share) di antara para anggota dalam suatu organisasi.
c.       The Structuring style
Gaya komunikasi ini lebih memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi tersebut. Stogdill dan Coons dari The Bureau of Business Research of Ohio State University, menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif, yang mereka beri nama Struktur Inisiasi atau Initiating Structure. Stogdill dan Coons menjelaskan mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul. [24]
Gaya komunikasi ini lebih bersifat sistematis, yaitu informasi yang diberikan kepada bawahan sudah terstruktur atau tertera pada sebauah peraturan yang telah disepakati.
d.      The Dynamic style
Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented). The dynamic style of communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga (salesmen atau saleswomen).
Tujuan utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah menstimulasi atau merangsang pekerja ataupun karyawan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik.
e.       The Relinguishing style
Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain.[25]
Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.
f.       The Withdrawal style
Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut. Dalam deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan ini”. Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan suatu keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi. [26] Gaya komunikasi ini memberikan makna bahwa orang yang memberikan pesan tidak ingin ikut campur bahkan lepas dari apa yang harus dia lakukan, selain itu komunkasi ini bersifat paksaan terhadap penerima pesan atau receiver.

5.      Pengungkapan diri
Pengungkapan diri (self-disclosure) adalah proses menghadirkan diri yang diwujudkan dalam kegiatan membagi perasaan dan informasi dengan orang lain (Wrightsman, 1987).[27] Menurut Morton (dalam Sears, dkk., 1989) pengungkapan diri merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Informasi di dalam pengungkapan diri ini bersifat deskriptif atau evaluatif. Deskniptif artinya individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin belum diketahui oleh pendengar seperti, jenis pekerjaan, alamat dan usia. Sedangkan evaluatif artinya individu mengemukakan pendapat atau perasaan pribadinya seperti tipe orang yang disukai atau hal-hal yang tidak disukai atau dibenci.[28] Pengungkapan diri ini lebih bersifat ringan, dalam artian bahwa situasi pada saat komunikasi berlangsung lebih kepada suasana rileks dan akrab.
Pengungkapan diri ini dapat berupa berbagai topik seperti informasi perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi dan ide yang sesuai dan terdapat di dalam diri orang yang bersangkutan. Kedalaman dan pengungkapan diri seseorang tergantung pada situasi dan orang yang diajak untuk berinteraksi. Jika orang yang berinteraksi dengan menyenangkan dan membuat merasa aman serta dapat membangkitkan semangat maka kemungkinan bagi idividu untuk lebih membuka diri amatlah besar. Sebaliknya pada beberapa orang tertentu yang dapat saja menutup diri karena merasa kurang percaya.[29]
Pengungkapan diri atau "self disclosure" dapat diartikan sebagai pemberian informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Informasi yang diberikan tersebut dapat mencakup berbagai hal seperti pengalaman hidup, perasaan, emosi, pendapat, cita-cita, dan lain sebagainya. Pengungkapan diri haruslah dilandasi dengan kejujuran dan keterbukaan dalam memberikan informasi, atau dengan kata lain apa yang disampaikan kepada orang lain hendaklah bukan merupakan suatu topeng pribadi atau kebohongan belaka sehingga hanya menampilkan sisi yang baik saja.
Dalam proses hubungan interpersonal terdapat tingkatan-tingkatan yang berbeda dalam pengungkapan diri. Menurut Powell (dalam Supratikna, 1995) tingkatan-tingkatan pengungkapan diri dalam komunikasi yaitu:
a. Basa-basi merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau dangkal, walaupun terdapat keterbukaan diantara individu, terapi tidak terjadi hubungan antar pribadi. Masing-masing individu berkomuniikasi basa-basi sekedar kesopanan.
b. Membicarakan orang lain yang diungkapkan dalam komunikasi hanyalah tentang orang lain atau hal-hal yang diluar dirinya. Walaupun pada tingkat ini isi komunikasi lebih mendalam tetapi pada tingkat ini individu tidak mengungkapkan diri.
c. Menyatakan gagasan atau pendapat sudah mulai dijalin hubungan yang erat. Individu mulai mengungkapkan dirinya kepada individu lain.
d. Perasaan: setiap individu dapat memiliki gagasan atau pendapat yang sama tetapi perasaan atau emosi yang menyertai gagasan atau pendapat setiap individu dapat berbeda-beda. Setiap hubungan yang menginginkan pertemuan antar pribadi yang sungguh-sungguh, haruslah didasarkan atas hubungan yang jujur, terbuka dan menyarankan perasaan-perasaan yang mendalam.
e. Hubungan puncak: pengungkapan diri telah dilakukan secara mendalam, individu yang menjalin hubungan antar pribadi dapat menghayati perasaan yang dialami individu lainnya. Segala persahabatan yang mendalam dan sejati haruslah berdasarkan pada pengungkapan diri dan kejujuran yang mutlak.[30]
Tingkatan pengungkapan diri seperti penjelasan di atas dilakukan seseorang dengan tujuan dan maksud yang berbeda sesuai dengan apa yang masing-masing invidu inginkan. Terkadang kita tidak sadar bahwa sesuatu yang kita lakukan merupakan sebuah komunikasi terhadap orang lain. Tetapi yang lebih penting, komunikasi yang akan kita lakukan harus dimengerti dan difahami oleh orang yang menerima informasi.

C.      KESIMPULAN
1.      Dari pembahasan yang telah dipaparkan dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan komunikasi dalam sebuah organisasi maupun dalam masyarakat sangantlah penting. Karena komunikasi menupakan alat untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, agar pesan tersebut tidak salah maka komunikasi harus berjalan dengan baik. Dalam proses komunikasi terdapat beberapa tahap yaitu ideas/sumber, endoding, pengiriman, penerimaan, decoding, tindakan.
2.      Komunikasi mempunyai jenis-jenisnya diantaranya yaitu komunikasi dari atasan atau manajer kepada bawahanya (Downward communication) adapula dari bawahan kepada atasannya (Upward communication) dan juga dari staf tertentu kepada manajer atau staf bidang yang lain dalam organisasi (Interline communication).
3.      Sedangkan macam gaya komunikasi diantaranya : The controlling style,  The Equalitarian style, The Structuring style, The Dynamic style, The Relinguishing style, The Withdrawal style.
4.      Pengungkapan diri merupakan peranan yang pokok dalam sebuah komunikasi. Pengungkapan diri dapat diartikan komunikasi itu sendiri. Adapun tingkatannya pengungkapan diri dapat dilihat dari keinginana individu untuk berkomunikasi kepada orang lain.
















DAFTAR RUJUKAN

De Vito, Joseph. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Terjemahan oleh Agus Maulana. Jakarta: Profesional Books..
Effendy,Onong Uchyana , 1986.  Dinamika Komunikasi,Bandung;  Rosda Karya.
Hendyat Soetopo, Perilaku Organisasi. Bandung; remaja rosdakarya, 2010. hal. 193.
Jalaludin Rahmat, 2008. Psikologi Komunikasi, Bandung; Remaja rosdakarya.
Pace R. Wayne and Faules, Don F, 2006. Komunikasi Organisasi.Terjemah oleh Deddy Mulyana Bandung; Rosda.
Severin, Werner J. dan James W. Tankard, Jr.. Teori, 2007.Komunikasi Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa. Jakarta : Kencana Predana Media Group.
Stephen W. Littlejohn; Karen A. Foss, 2009. Teori Komunikasi. Jakarta;Salemba Humanika.
Wiryanto, 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta; Gramedia widiasarana.
www.irfazaun.blogspot.com // gaya komunikasi dalam komunikasi di akses pada tanggal 10-12- 13.
www.rossi-makalahku.blogspot.com //gaya komunikasi diakses pada tanggal 10-12-13.

www.scribd.com/doc/23481927/komunikasi-dalam-organisasi di akses pada tanggal 11-11-13.
www.wikipedia.com //gaya komunikasi_organisasi diakses pada tanggal 10-12-2013.



[1] Pace R. Wayne and Faules, Don F, Komunikasi Organisasi. Bandung; Rosda, 2006. hal. 31.
[2] De Vito, Joseph. 1996. Komunikasi Antar Manusia. Terjemahan oleh Agus Maulana. Jakarta: Profesional Books. 1997.hal. 76.
[3] Severin, Werner J. dan James W. Tankard, Jr.. Teori Komunikasi Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa. Jakarta : Kencana Predana Media Group, 2007. hal. 45.
[4] Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta; Gramedia widiasarana, 2005. hal. 45.
[5] Effendy,Onong Uchyana , Dinamika Komunikasi,Bandung;  Rosda Karya, 1986.hal. 214.
[6] Ibid. hal. 218.
[7] Op.,Cit. Pace R. Wayne and Faules, Don F. hal. 31.
[8] Op.,Cit. Pace R. Wayne and Faules, Don F. hal. 32.
[9] Stephen W. Littlejohn; Karen A. Foss, Teori Komunikasi. Jakarta;Salemba Humanika, 2009. hal. 218.
[10] Ibid. hal. 218.
[11] Ibid. hal. 219.
[12] Ibid .hal. 219.
[13] Ibid. hal. 230.
[14] Ibid. hal. 230.
[15] Hendyat Soetopo, Perilaku Organisasi. Bandung; remaja rosdakarya, 2010. hal. 193.
[16] Op.,Cit. Pace R. Wayne and Faules, Don F. hal. 184.
[17] Ibid. hal. 189.
[18] Ibid. hal. 191.
[19] Ibid. hal. 195.
[20] Ibid. hal. 197.
[22] www.wikipedia.com //gaya komunikasi_organisasi diakses pada tanggal 10-12-2013.
[23] www.irfazaun.blogspot.com // gaya komunikasi dalam komunikasi di akses pada tanggal 10-12- 13.
[24] www.wikipedia.com //gaya komunikasi_organisasi diakses pada tanggal 12-12-2013.
[25] www.rossi-makalahku.blogspot.com //gaya komunikasi diakses pada tanggal 10-12-13.
[26] www.scribd.com/doc/23481927/komunikasi-dalam-organisasi di akses pada tanggal 11-11-13.
[27] Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, Bandung; Remaja rosdakarya. hal. 68.
[28] Ibid, hal. 68.
[29] Op.,Cit. De Vito, Joseph. hal. 90.