A.
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Dalam
kehidupan, manusia membutuhkan sosok figur seorang pemimpin. Pemimpin merupakan
sosok pengayom yang memberikan gagasan maupun idenya. Pemimpin tidak hanya
memerintahkan bawahan atau yang dipimpinya tapi ikut terjun langsung untuk
mengontrol dan membantu menyelesaikan tugasnya. Dalam menyelesaikan tugas
tersebut antara pemimpin dan bahawan perlulah adanya komunikasi yang baik. Agar
terhindarnya terjadinya kesalah pahaman antara dua belah pihak oleh karena itu komunikasi
sangat berperan penting bagi suatu hubungan.
Di
antara kedua belah pihak harus ada komunikasi dua arah atau komunikasi timbal
balik, untuk itu diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai
cita-cita, baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu
organisasi. Kerjasama tersebut terdiri dari berbagai maksud yang meliputi
interaksi sosial maupun kebudayaan. Interaksi yang terjadi merupakan suatu
proses adanya suatu keinginan masing-masing individu, untuk memperoleh suatu
hasil yang nyata dan dapat memberikan manfaat untuk kehidupan yang
berkelanjutan.
Hubungan
yang dilakukan oleh unsur pimpinan antara lain kelangsungan hidup berorganisasi
untuk mencapai perkembangan ke arah yang lebih baik dengan menciptakan hubungan
kerja sama dengan bawahannya. Hubungan yang dilakukan oleh bawahan sudah tentu
mengandung maksud untuk mendapatkan simpati dari pimpinan yang merupakan
motivasi untuk meningkatkan prestasi kerja ke arah yang lebih baik. Hal ini
tergantung dari kebutuhan dan cara masing-masing individu, karena satu sama
lain erat hubungannya dengan keahlian dan tugas-tugas yang harus dilaksanakan.
Komunikasi
organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan di
antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian suatu organisasi tertentu.
Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan hierarkis
antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan.[1]
Komunikasi
organisasi melibatkan bentuk-bentuk komunikasi antarpribadi dan komunikasi
kelompok. Pembahasan komunikasi organisasi antara lain menyangkut struktur dan fungsi
organisasi, hubungan antarmanusia, komunikasi dan proses pengorganisasian serta
budaya organisasi.[2]
Komunikasi organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan
yang sifat hubungannya saling bergantung satu sama lain meliputi arus komunikasi
vertikal dan horisontal. Bila sasaran komunikasi dapat diterapkan dalam suatu
organisasi baik organisasi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, maupun
organisasi perusahaan, maka sasaran yang dituju pun akan beraneka ragam, tapi
tujuan utamanya tentulah untuk mempersatukan individu-individu yang tergabung
dalam organisasi tersebut.
2.
Rmusan
Masalah
a.
Bagaimana proses
komunikasi dalam organisasi ?
b.
Bagaimana jenis-jenis
komunikasi dalam organisasi ?
c.
Bagaimana gaya
komunikasi dalam organisasi?
d.
Bagaiamana
manfaat pengungkapan diri dalam organisasi?
3.
Tujuan.
a.
Untuk mengetahui
bagaimana proses komunikasi dalam organisasi.
b.
Untuk mengetahui
jenis-jenis komunikasi dalam organisasi.
c.
Untuk mengetahui
gaya komunikasi dalam organisasi.
d.
Untuk mengetahui
manfaat pengungkapan diri dalam organisasi.
B.
PEMBAHASAN
1.
Definisi
komunikasi dalam organisasi
Istilah
komunikasi (communication) berasal dari Bahasa Latin communicatus yang berarti
”berbagi” atau “menjadi milik bersama”. Dengan demikian, kata komunikasi
menurut kamus bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai
kebersamaan.
Menurut
Webster New Collogiate Dictionary dijelaskan bahwa komunikasi adalah suatu
proses pertukaran informasi di antara individu melalui sistem lambang-lambang,
tanda-tanda atau tingkah laku. Hovland, Janis & Kelley menjelaskan bahwa
komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator)
menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah
atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak). Sedangkan Berelson
& Steiner berpendapat bahwa komunikasi adalah suatu proses penyampaian
informasi, gagasan, emosi, keahlian, dan lain-lain melalui penggunaan
simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka-angka, dan lain-lain.[3]
Manusia di dalam kehidupannya harus berkomunikasi,
artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi.
Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk
dari hasil interaksi sosial dengan sesama dalam kelompok dan masyarakat.
Komunikasi merupakan unsur penting dalam suatu hubungan atau interaksi antara
kelompok maupun individu. Sedangkan dalam suatu kelompok perlulah ada seorang
pemimpin yang menjadi dasar komunikasi antara individu dalam kelompok tersebut.
Komunikasi ini harus dilakukan dengan dua arah, artinya proses komunikasi harus
dilakukan secara timbal balik. Tidak hanya pemimpin yang memberikan pesan
kepada bawahan, tetapi bahawan juga mempunyai pesan untuk pemimpinya. Dari
situlah akan tercipta hubungan yang baik karena komunikasi antara pemimpin dan
anggota dapat berjalan.
Komunikasi
organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam
kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005).[4]
Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri
dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di
dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan
dalam organisasi. Misalnya adalah memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan
surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui
secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada
anggotanya secara individual. Komunikasi dalam organisasi adalah juga dapat
diartikan sebagai komunikasi di suatu organisasi yang dilakukan pimpinan, baik
dengan para karyawan maupun dengan khalayak yang ada kaitannya dengan
organisasi, dalam rangka pembinaan kerja sama yang serasi untuk mencapai tujuan
dan sasaran organisasi[5].
Jadi dapat diketahui bahwa komunikasi formal maupun informal sama-sama
menpunyai kedudukan dalam berjalanya sebuah organisasi. Tanpa komunikasi yang
baik suatu organisasi pastilah akan mengalami gangguan atau banyak misunderstanding yang akan menyebabkan
perpecahan.
Price
(1997) mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai derajat atau tingkat
informasi tentang pekerjaan yang dikirimkan organisasi untuk anggota dan
diantara anggota organisasi. Tujuan komunikasi dalam organisasi adalah untuk
membentuk saling pengertian (mutual understanding) sehingga terjadi kesetaraan
kerangka referensi (frame of references) dan kesamaan pengalaman (field of
experience) diantara anggota organisasi. Komunikasi organisasi harus dilihat
dari berbagai sisi yaitu pertama komunikasi antara atasan kepada bawahan, kedua
antara karyawan yang satu dengan karyawan yang lain, ketiga adalah antara
karyawan kepada atasan. Hubungan komunikasi antara atasan dan bawahan juga
tidak bisa dilepaskan dari budaya paternalistik yaitu atasan jarang sekali atau
tidak pernah memberikan kepada bawahannya untuk bertindak sendiri, untuk
mengambil inisiatif dan mengambil keputusan. Hal ini disebabkan karena
komunikasi yang dilakukan oleh atasan kepada bawahan bersifat formal dimana
adanya struktur organisasi yang jauh antara atasan dengan bawahan. Sehingga
konsekuensi dari perilaku ini bahwa para bawahannya tidak dimanfaatkan sebagai
sumber informasi, ide, dan saran.[6]
Komunikasi yang bersifat formal menjadikan arus balik komunikasi dari bahawan
ke atasan memang menjadi sulit. Intensitas komunikasi antara bawahan dan atasan
sangatlah jarang, sehingga menyebabkan kurang puasnya bawahan terhadap
kebijakan yang ditetapkan oleh atasan. Oleh karena itu dalam suatu organisasi
haruslah ada wadah untuk menampung aspirasi dari semua anggota yang dapat
dipertimbangkan oleh atasan dan menetapkan sebuah kebijakan dengan
sebaik-baiknya.
Secara
fungsional komunikasi organisasi dapat didefinisikan
sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang
merupakan bagian suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit
komunikasi dalam hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan
berfungsi dalam suatu lingkungan. Gambar di bawah ini melukiskan konsep suatu
sistem komunikasi organisasi. Garis yang putus-putus melukiskan gagasan bahwa
hubungan-hubungan ditentukan secara alami; hubungan-hubungan itu juga
menunjukkan bahwa struktur suatu organisasi bersifat luwes dan mungkin berubah
sebagai respons terhadap kekuatan-kekuatan lingkungan yang internal dan
eksternal.[7]
Gambar dibawah merupaka susunan organisasi secara hierarki yaitu sedikit celah
komunikasi yang akan dilakukan dari bawahan kepada pemimpin puncak. Sedangkan
pemimpin puncak dalam berkomunikasi kepada bawahan dengan memerintahkan kepada
mandor atau kepal-kepala bagian.
Tabel 1.1
|
Sistem komunikasi organisasi
|
Komunikasi organisasi terjadi kapan
pun, setidak-tidaknya satu orang yang menduduki suatu jabatan dalam suatu
organisasi menafsirkan suatu pertunjukkan. Karena fokusnya adalah komunikasi di
antara anggota-anggota suatu organisasi. Analisi komunikasi organisasi
menyangkut penelaahan atas banyak transaksi yang terjadi secara simultan. [8]
Seseorang yang menduduki suatu jabatan merupakan juru kunci penyampaian
informasi yang bernar, apabila terdapat kesalahan dalam penafsiran informasi
maka akan terjadi miscommunication
sampai pada bawahan.
2.
Proses
Komunikasi
Komunikasi dapat di dilancarkan secara efektif, sebagai mana
yang dikemukakan oleh seorang ahli komunikasi yang bernama Haroid Lasweil
berpegangan sebagai berikut:
Gambar
1.2
|
Bagan
proses komunikasi
|
Decoding
|
Tindakan
|
Penerimaan
|
Pengiriman
|
Saluran/media (Channels)
|
Ideas
|
Encoding
|
Pesan (Message)
|
a)
Tahap ideasi (sources)
Tahap pertama dalam suatu proses komunikasi adalah ideasasi
(ideation) yaitu proses penciptaan informasi yang dilakukan oleh komunitator.[9]
Dapat dikatakan ini merupakan sumber dari sebuah informasi. Sumber ini berisi
mengenai ide, gagasan atau pemikiran dari seorang komunikator atau pembuat
informasi.
b)
Tahap penyandian (encoding)
Dalam tahap encoding, gagasan atau informasi disusun dalam
serangkaiaan bentuk simbol atau sandi yang dirancang untuk dikirimkan kepada
komunikan dan juga pemilihan saluran dan media komunikasi yang digunakan.[10]
Tahap ini merupakan tahap penalaran dari ide-ide maupun gagasan yang dibentuk
dan dihubung-hubungkan satu dengan yang lainnya sehingga terbentuklah sebuah
pesan.
Simbol atau sandi dapat berbentuk:
- Kata-kata
(lisan maupun tertulis)
- Tindakan.
c)
Tahap pengiriman
Tahap ketiga adalah pengiriman (transmitting) gagasan atau
disandikan (encoding) melalui saluran
dan media komunikasi yang tersedia. [11]Pengiriman
pesan dapat dilakukan dengan berbicara, menulis, menggambar dan bertindak. Saluran
yang dilalui pesan-pesan media komunikasi dapat berbentuk;
- Berbentuk
lisan (telepon, tatap muka langsung)
- Tertulis
(papan pengumuman dan poster, buku pedoman)
- Mengalir
kebawah (memo dan intruksi tertulis)
- Kesamping
(panitia, pertemuan)
- Informal
(ngobrol di kafetaria)
- Formal
(koferensi)
d)
Tahap penerimaan
Setelah dikirimkan melalui media komunikasi, maka diterima
oleh komunikan. Penerimaan pesan ini dapat melalui proses mendengarkan,
membaca, mengamati, tergantung pada saluran dan media yang digunakan untuk
mengirimkannya. Apabila informasi atau pesan berbentuk komunikasi lisan maka
seringkali kegagalan dalam mendengarkan dan berkonsentrasi mengakibatkan
hilangnya pesan-pesan tertentu.[12]
Gangguan yang menyebabkan hilangnya pesan-pesan tertentu haruslah diminimalisir
sedemikian rupa, sehingga penyampaian informasi akan sempurna dan tidak terjadi
misunderstanding.
e)
Tahap decoding
Tahap kelima adalah decoding merupakan pesan-pesan yang
diterima, diinterprestasikan, dibaca, diartikan, dan diuraikan secara langsung
atau tidak langsung melalui suatu proses berpikir. Pikiran manusia, sistem
memori mekanis, insting binatang dan proses berpikir lainnya berfungsi sebagai
mekanisme decoding. Dalam tahap decoding ini dapat terjadi ketidaksesuaian atau
bahkan penolakan terhadap gagasan ataupun ide yang di-encoding oleh komunikator
dikarenakan adanya hambatan teknis, dan lebih-lebih adanya perbedaan persepsi
antar komikator dan komunikan dalam pengertian kata ataupun sistematik.[13]
Pada tahap ini gangguan juga sering muncul dikarenakan selain adanya perbedaan
persepsi juga dalam menerima pesan atau informasi tersebut tidak sempurna
sehingga menyebabkan dalam penafsiran antara pemberi informasi dan penerima
berbeda.
f)
Tahap tindakan
Tindakan yang dilakukan oleh komunikan sebagai respon
pesan-pesan yang diterimanya, adalah merupakan tahap terakhir dalam suatu
proses komunikasi. Respon yang timbul dapat berupa usaha untuk melengkapi
informasi, meminta informasi tambahan ataupun melakukan tindakan-tidakan lain.
Apabila setiap pesan yang dikirimkan komunikator menghasilkan tindakan-tindakan
seperti yang diharapkan, maka dapat dikatakan telah terjadi komunikasi yang
efektif.[14] Jadi
tindakan merupakan pencegahan terjadinya misunderstanding
dalam penerimaan sebuah pesan, biasanya penerima pesan akan bertanya ataupun
mencari jawaban tepada teman atau orang yang sekiranya dapat memberikan jawaban
atas informasi yang diberikan.
3.
Jenis-jenis
Komunikasi
Terdapat 2 jenis komunikasi dalam
organisasi, yaitu komunikasi internal
dan komunikasi eksternal.
a)
Komunikasi Internal
Merupakan
pertukaran gagasan di antara para administrator dan karyawan dalam suatu
perusahaan dalam struktur lengkap yang khas disertai pertukaran gagasan secara
horisontal dan vertikal di dalam perusahaan, sehingga pekerjaan berjalan
(operasi dan manajemen).
Staf A
|
Staf B
|
Pekerja 1
|
Pekerja 1
|
Pekerja 1
|
Wakil A
|
Manajer
|
Wakil B
|
Wakil C
|
Wakil D
|
Horizontal Communication
|
Gambar 1.3
|
Arus komunikasi organisasi
|
Adapun
empat dimensi komunikasi dalam organisasi, seperti gambar 1.3 yaitu :
1)
Downward communication
Yaitu
komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran
manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Komunikasi ke bawah biasanya
berupa policy/ kebijakan, perintah,
petunjuk, dan informasi yang bersifat umum.[15]
Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah:
•
Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction)
•
Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu
untuk dilaksanakan (job retionnale)
•
Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku
(procedures and practices)
•
Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.[16]
2)
Upward communication
Yaitu
komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada
atasannya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah:
•
Penyampaian informai tentang pekerjaan pekerjaan ataupun
tugas yang sudah dilaksanakan
•
Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan
ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan
•
Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan
•
Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri
maupun pekerjaannya[17]
Komunikasi
ke bawah mudah untuk dilakukan oleh seorang manajer tetapi sebaliknya
komunikasi ke atas yang dilakukan oleh seorang bahawahan kepada seorang manajer
mungkin itu sulit dilakukan, tetapi itu tidak menutup kemungkinan untuk
dilakukan.
Sharma
(1979) mengemukakan 4 alasan mengapa komunikasi ke atas terlihat amat sulit:
•
Kecenderungan bagi pegawai untuk menyembunyikan pikiran
mereka
•
Perasaan bahwa atasan mereka tidak tertarik kepada masalah
yang dialami pegawai
•
Kurangnya penghargaan bagi komunikasi ke atas yang dilakukan
pegawai
•
Perasaan bahwa atasan tidak dapat dihubungi dan tidak
tanggap pada apa yang disampaikan pegawai[18]
3)
Horizontal communication
Yaitu
komunikasi yang berlangsung di antara para karyawan ataupun bagian yang
memiliki kedudukan yang setara.[19]
Fungsi
arus komunikasi horisontal ini adalah:
•
Memperbaiki koordinasi tugas
•
Upaya pemecahan masalah
•
Saling berbagi informasi
•
Upaya pemecahan konflik
•
Membina hubungan melalui kegiatan bersama
4)
Interline communication
Yaitu
tindak komunikasi untuk berbagi informasi melewati batas-batas fungsional.
Spesialis staf biasanya paling aktif dalam komunikasi lintas-saluran ini karena
biasanya tanggung jawab mereka berhubungan dengan jabatan fungsional. Karena
terdapat banyak komunikasi lintas-saluran yang dilakukan spesialis staf dan
orang-orang lainnya yang perlu berhubungan dalam rantai-rantai perintah lain,
diperlukan kebijakan organisasi untuk membimbing komunikasi lintas-saluran.[20] Kominikasi ini efekstif dalam mengatasi
masalah antar bidang sehingga staf yang terkait dapat berkomunikasi dan
mengatasi masalah antar bidang.
b)
Komunikasi Eksternal
Adalah
komunikasi antara pimpinan organisasi (perusahaan) dengan khalayak audience di luar
organisasi. Contoh dari komunikasi eksternal, yaitu :
·
Komunikasi dari organisasi kepada khalayak yang bersifat
informatif. Contohnya adalah Majalah, Press release/media release, Artikel
surat kabar atau majalah, Pidato, Brosur, Poster, Konferensi pers, dll.
·
Komunikasi dari khalayak kepada organisasi.[21]
4.
Gaya
Komunikasi
Gaya
komunikasi atau communication style akan memberikan pengetahuan kepada kita
tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu organisasi ketika mereka
melaksanakan tindakan berbagi informasi dan gagasan. Sementara pada pengaruh
kekuasaan dalam organisasi, kita akan mengkaji jenis-jenis kekuasaan yang
digunakan oleh orang-orang dalam tataran manajemen sewaktu mereka mencoba
mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dalam organsasi, kita akan diajak untuk
memikirkan bagaimana mendefinisikan tujuan kita sehubungan dengan tugas dalam
organisasi, bagaimana kita memilih orang yang tepat untuk diajak bekerjasama
dan bagaimana kita memilih saluran yang efektif untuk melaksanakan tugas
tersebut.
Gaya
komunikasi (communication style) didefinisikan sebagai seperangkat perilaku
antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu
(a specialized set of intexpersonal behaviors that are used in a given
situation). Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku
komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam
situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang
digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari
penerima (receiver).
a.
The Controlling style
Gaya
komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan adanya satu
kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran
dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini
dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.[22]Pihak-pihak
yang memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan perhatian
kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berharap pesan. Gaya
komunikasi satu arah ini menjadikan pemimpin melakukan paksaan atau wewenangnya
untuk menyuruh kepada bawahanya melakukan apa yang sesuai dengan pesan yang
dierikan kepada bawahanya.
Pesan-pesan
yag berasal dari komunikator satu arah ini, tidak berusaha ‘menjual’ gagasan
agar dibicarakan bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain
apa yang dilakukannya. The controlling style of communication ini sering
dipakai untuk memerintahkan orang lain supaya bekerja dan bertindak secara
efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik. Namun demkian, gaya komunikasi
yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif sehingga
menyebabkan orang lain memberi respons atau tanggapan yang negatif pula.
b.
The Equalitarian style
Aspek
penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The equalitarian
style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran
pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way
traffic of communication).[23]
Dalam
gaya komunikasi ini, cara berkomunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya,
setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan dan memaparkan gagasan ataupun
pendapatnya dalam suasana dan situasi yang rileks, santai dan informal. Dalam
suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai
kesepakatan dan pengertian bersama.
Orang-orang
yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini, adalah orang-orang
yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan membina hubungan
yang baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun dalam lingkup
hubungan kerja. The equalitarian style ini akan memudahkan tindak komunikasi
dalam organisasi, sebab gaya ini efektif dalam memelihara empati dan kerja
sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil keputusan terhadap suatu
permasalahan yang kompleks. Gaya komunikasi ini pula yang menjamin
berlangsungnya tindakan berbagi informasi (share) di antara para anggota dalam
suatu organisasi.
c.
The Structuring style
Gaya
komunikasi ini lebih memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun
lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan
pekerjaan serta struktur organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih memberi
perhatian kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi
informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang
berlaku dalam organisasi tersebut. Stogdill dan Coons dari The Bureau of
Business Research of Ohio State University, menemukan dimensi dari kepemimpinan
yang efektif, yang mereka beri nama Struktur Inisiasi atau Initiating Structure.
Stogdill dan Coons menjelaskan mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur
yang efisien adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna
lebih memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul. [24]
Gaya
komunikasi ini lebih bersifat sistematis, yaitu informasi yang diberikan kepada
bawahan sudah terstruktur atau tertera pada sebauah peraturan yang telah
disepakati.
d.
The Dynamic style
Gaya
komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim
pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada
tindakan (action-oriented). The dynamic style of communication ini sering
dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga
(salesmen atau saleswomen).
Tujuan
utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah menstimulasi atau merangsang
pekerja ataupun karyawan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik.
e.
The Relinguishing style
Gaya
komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat
ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun
pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol
orang lain.[25]
Pesan-pesan
dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang
bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti
serta bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang
dibebankannya.
f.
The Withdrawal style
Akibat
yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi,
artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk
berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun
kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut. Dalam deskripsi yang kongkrit adalah ketika
seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan ini”.
Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab,
tetapi juga mengindikasikan suatu keinginan untuk menghindari berkomunikasi
dengan orang lain. Oleh karena itu, gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks
komunikasi organisasi. [26] Gaya
komunikasi ini memberikan makna bahwa orang yang memberikan pesan tidak ingin
ikut campur bahkan lepas dari apa yang harus dia lakukan, selain itu komunkasi
ini bersifat paksaan terhadap penerima pesan atau receiver.
5.
Pengungkapan
diri
Pengungkapan
diri (self-disclosure) adalah proses menghadirkan diri yang diwujudkan
dalam kegiatan membagi perasaan dan informasi dengan orang lain (Wrightsman,
1987).[27]
Menurut Morton (dalam Sears, dkk., 1989) pengungkapan diri merupakan kegiatan
membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Informasi di dalam
pengungkapan diri ini bersifat deskriptif atau evaluatif. Deskniptif artinya
individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin belum
diketahui oleh pendengar seperti, jenis pekerjaan, alamat dan usia. Sedangkan
evaluatif artinya individu mengemukakan pendapat atau perasaan pribadinya seperti
tipe orang yang disukai atau hal-hal yang tidak disukai atau dibenci.[28]
Pengungkapan diri ini lebih bersifat ringan, dalam artian bahwa situasi pada
saat komunikasi berlangsung lebih kepada suasana rileks dan akrab.
Pengungkapan
diri ini dapat berupa berbagai topik seperti informasi perilaku, sikap,
perasaan, keinginan, motivasi dan ide yang sesuai dan terdapat di dalam diri
orang yang bersangkutan. Kedalaman dan pengungkapan diri seseorang tergantung
pada situasi dan orang yang diajak untuk berinteraksi. Jika orang yang
berinteraksi dengan menyenangkan dan membuat merasa aman serta dapat
membangkitkan semangat maka kemungkinan bagi idividu untuk lebih membuka diri
amatlah besar. Sebaliknya pada beberapa orang tertentu yang dapat saja menutup
diri karena merasa kurang percaya.[29]
Pengungkapan
diri atau "self disclosure" dapat diartikan sebagai
pemberian informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Informasi yang
diberikan tersebut dapat mencakup berbagai hal seperti pengalaman hidup,
perasaan, emosi, pendapat, cita-cita, dan lain sebagainya. Pengungkapan diri
haruslah dilandasi dengan kejujuran dan keterbukaan dalam memberikan informasi,
atau dengan kata lain apa yang disampaikan kepada orang lain hendaklah bukan
merupakan suatu topeng pribadi atau kebohongan belaka sehingga hanya
menampilkan sisi yang baik saja.
Dalam
proses hubungan interpersonal terdapat tingkatan-tingkatan yang berbeda dalam
pengungkapan diri. Menurut Powell (dalam Supratikna, 1995) tingkatan-tingkatan
pengungkapan diri dalam komunikasi yaitu:
a.
Basa-basi merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau dangkal,
walaupun terdapat keterbukaan diantara individu, terapi tidak terjadi hubungan
antar pribadi. Masing-masing individu berkomuniikasi basa-basi sekedar
kesopanan.
b.
Membicarakan orang lain yang diungkapkan dalam komunikasi hanyalah tentang
orang lain atau hal-hal yang diluar dirinya. Walaupun pada tingkat ini isi
komunikasi lebih mendalam tetapi pada tingkat ini individu tidak mengungkapkan
diri.
c.
Menyatakan gagasan atau pendapat sudah mulai dijalin hubungan yang erat.
Individu mulai mengungkapkan dirinya kepada individu lain.
d.
Perasaan: setiap individu dapat memiliki gagasan atau pendapat yang sama tetapi
perasaan atau emosi yang menyertai gagasan atau pendapat setiap individu dapat
berbeda-beda. Setiap hubungan yang menginginkan pertemuan antar pribadi yang
sungguh-sungguh, haruslah didasarkan atas hubungan yang jujur, terbuka dan
menyarankan perasaan-perasaan yang mendalam.
e.
Hubungan puncak: pengungkapan diri telah dilakukan secara mendalam, individu
yang menjalin hubungan antar pribadi dapat menghayati perasaan yang dialami
individu lainnya. Segala persahabatan yang mendalam dan sejati haruslah
berdasarkan pada pengungkapan diri dan kejujuran yang mutlak.[30]
Tingkatan
pengungkapan diri seperti penjelasan di atas dilakukan seseorang dengan tujuan
dan maksud yang berbeda sesuai dengan apa yang masing-masing invidu inginkan.
Terkadang kita tidak sadar bahwa sesuatu yang kita lakukan merupakan sebuah
komunikasi terhadap orang lain. Tetapi yang lebih penting, komunikasi yang akan
kita lakukan harus dimengerti dan difahami oleh orang yang menerima informasi.
C.
KESIMPULAN
1.
Dari pembahasan yang telah dipaparkan dapat ditarik
kesimpulan bahwa penerapan komunikasi dalam sebuah organisasi maupun dalam
masyarakat sangantlah penting. Karena komunikasi menupakan alat untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain, agar pesan tersebut tidak salah maka
komunikasi harus berjalan dengan baik. Dalam proses komunikasi terdapat
beberapa tahap yaitu ideas/sumber, endoding, pengiriman, penerimaan, decoding,
tindakan.
2.
Komunikasi mempunyai jenis-jenisnya diantaranya yaitu
komunikasi dari atasan atau manajer kepada bawahanya (Downward communication) adapula dari bawahan kepada atasannya (Upward communication) dan juga dari staf
tertentu kepada manajer atau staf bidang yang lain dalam organisasi (Interline communication).
3.
Sedangkan macam gaya komunikasi diantaranya : The controlling style, The Equalitarian style, The Structuring
style, The Dynamic style, The Relinguishing style, The Withdrawal style.
4.
Pengungkapan diri merupakan peranan yang pokok dalam sebuah
komunikasi. Pengungkapan diri dapat diartikan komunikasi itu sendiri. Adapun
tingkatannya pengungkapan diri dapat dilihat dari keinginana individu untuk
berkomunikasi kepada orang lain.
DAFTAR RUJUKAN
De
Vito, Joseph. 1997. Komunikasi Antar
Manusia. Terjemahan oleh Agus Maulana. Jakarta: Profesional Books..
Effendy,Onong
Uchyana , 1986. Dinamika Komunikasi,Bandung; Rosda Karya.
Hendyat Soetopo, Perilaku
Organisasi. Bandung; remaja rosdakarya, 2010. hal. 193.
Jalaludin Rahmat, 2008. Psikologi Komunikasi, Bandung; Remaja
rosdakarya.
Pace
R. Wayne and Faules, Don F, 2006. Komunikasi Organisasi.Terjemah
oleh Deddy Mulyana Bandung; Rosda.
Severin, Werner J. dan James W. Tankard, Jr.. Teori,
2007.Komunikasi Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa.
Jakarta : Kencana Predana Media Group.
Stephen
W. Littlejohn; Karen A. Foss, 2009. Teori
Komunikasi. Jakarta;Salemba Humanika.
Wiryanto, 2005.
Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta;
Gramedia widiasarana.
www.irfazaun.blogspot.com //
gaya komunikasi dalam komunikasi di akses pada tanggal 10-12- 13.
www.kepedean-asia.blogspot.com/2012/02/komunikasi-dan-pengungkapan-diri. di akses pada tanggal 11-11-13.
www.rossi-makalahku.blogspot.com
//gaya komunikasi diakses pada tanggal 10-12-13.
www.scribd.com/doc/23481927/komunikasi-dalam-organisasi di akses pada tanggal 11-11-13.
www.wikipedia.com
//gaya komunikasi_organisasi diakses pada tanggal 10-12-2013.
[1]
Pace R. Wayne and Faules,
Don F, Komunikasi Organisasi. Bandung; Rosda, 2006. hal. 31.
[2]
De Vito, Joseph. 1996. Komunikasi Antar Manusia. Terjemahan
oleh Agus Maulana. Jakarta: Profesional Books. 1997.hal. 76.
[3]
Severin, Werner J. dan James W. Tankard, Jr.. Teori
Komunikasi Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa. Jakarta :
Kencana Predana Media Group, 2007. hal. 45.
[4]
Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta; Gramedia
widiasarana, 2005. hal. 45.
[5]
Effendy,Onong
Uchyana , Dinamika Komunikasi,Bandung;
Rosda Karya, 1986.hal. 214.
[9]
Stephen W. Littlejohn;
Karen A. Foss, Teori Komunikasi.
Jakarta;Salemba Humanika, 2009. hal. 218.
[10] Ibid. hal. 218.
[15]
Hendyat Soetopo, Perilaku Organisasi. Bandung; remaja
rosdakarya, 2010. hal. 193.
[18] Ibid. hal. 191.
[21]
http://kepedean-asia.blogspot.com/2012/02/komunikasi-dan-pengungkapan-diri.
di akses pada tanggal 11-11-13.
[23]
www.irfazaun.blogspot.com //
gaya komunikasi dalam komunikasi di akses pada tanggal 10-12- 13.
[26]
www.scribd.com/doc/23481927/komunikasi-dalam-organisasi di akses pada tanggal 11-11-13.
[27]
Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, Bandung; Remaja
rosdakarya. hal. 68.
[30]
http://kepedean-asia.blogspot.com/2012/02/komunikasi-dan-pengungkapan-diri. di akses pada tanggal 11-11-13.