A. Latar Belakang.
Umat manusia diciptakan Allah Swt sejatinya bertujuan untuk menjadi khalifah
atau pemimpin di bumi. Tak terkecuali nabi Muhammad Saw yang diturunkan Allah
Swt ke bumi untuk memimpin, memberikan petunjuk serta mengajarkan Islam untuk
seluruh umat manusia. Nabi Muhammad Saw merupakan nabi yang diturunkan oleh
Allah Swt ke bumi sebagai penyempurna nabi-nabi yang sebelumnya sudah ada dan
meninggal. Beliau membawa ajaran agama penyempurna dari ajaran nabi
pendahulunya yaitu Islam.
Nabi Muhammad Saw menjadi seorang
Rasulullah pada usia 40 tahun, beliau menjarkan Islam secara tersembunyi
dimulai dari keluarganya sendiri hingga menyebar keseluruh penduduk mekah. Dari
situlah penyebaran Islam akan dimulai hingga dampaknya sampai pada era sekarang
ini. Tetapi awal mula penyebaran Islam di mekah tidak berjalan lancar, banyak
perlawanan dari berbagai pihak. Sehingga Rasulullah diperintahkan oleh Allah
Swt, untuk pindah ke Madinah.
Di Madinah Rasulullah disambut baik oleh
penduduk disana dan Islam pun diterima oleh para penduduk Madinah. Dari situlah
Rasulullah menyebarkan Islam dan menjadi pemimpin atau khalifah untuk umat
Islam di Madinah. Kepemimpinan Rasulullah dirasakan sangat baik oleh umat Islam
di Madinah, banyak kebijakan beliau yang membuat penduduk Madinah semakin
berkembang dan wilayah Islam pun semakin luas tak terkecuali Mekah hingga
Rasulullah wafat.
Wafatnya Rasulullah sangat mengguncang
umat Islam diseluruh penjuru tak terkecuali para sahabat Rasul, semua merasa
sangat kehilangan sosok figur seorang nabi dan khalifah yang arif dan
bijaksana.
Dari sinilah penulis mengambil
permasalahan yang muncul mengenai pergantian khalifah setelah nabi Muhammad Saw
dengan rumusan masalah sebagai berikut.
B.
Rumusan
Masalah.
1.
Bagaimana sistem
suksesi khulafaurrasyidin?
2.
Bagaimana
karakter dan sifat-sifat para khulafaurrasyidin?
3.
Bagaimana
perkembangan situasi politik pada masa khulafaurrasyidin?
4.
Bagaimana
manajemen pendidikan Islam pada masa khulafaurrasyidin ?
C.
Tujuan.
1.
Untuk mengetahui
sistem suksesi khulafaurrasyidin.
2.
Untuk mengetahui
karakter dan sifat-sifat para khulafaurrasyidin.
3.
Untuk
menngetahui situasi politik pada masa khulafaurrasyidin.
4.
Sebagai bahan
analisis perkembangan pendidikan pada masa kulafaurrasyidin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Khalifah Abu
Bakar Ash Shidiq.
a. Sistem suksesi
kepemimpinan.
Lima hari menjelang wafat, Rasulullah
berpidato menerangkan keutamaan Abu Bakar ash Shidiq dibandingkan seluruh
sahabat lainya, ditambah lagi instruksi Nabi di hadapan seluruh sahabat agar
Abu Bakar ditunjuk menjadi imam kaum Muslimin dalam shalat. [1]
Sepeninggal rasulullah, kaum muslimin
mulai disibukan dengan penggantian khalifah yang baru sehingga terpilihlah Abu
Bakar sebagai khalifah. Dimasa kepemimpinan khalifah Abu Bakar banyak problem
yang terjadi salah satunya yaitu perang ridda (melawan orang-orang murtad) yang
menjadi masalah terberat yang harus dihadapi oleh khalifah Abu Bakar.[2]
Nabi
Muhammad Saw melihat Abu Bakar adalah seorang dengan karakter
kepribadian yang kuat untuk menjadi seorang pemimpin atau khalifah pengganti
dirinya. Hal tersebut ditunjukan dengan beberapa pertanda yaitu ditunjuknya Abu
Bakar sebagai imam shalat saat rasul sakit. Dalam kitab ash Shahihain dari
hadist Abdul Malik bin Umair, dari Abu Burdah, dari Abu Musa, dari ayahnya, dia
berkata, “ketika rasulullah sakit, beliau bersabda ‘perintahkan agar Abu Bakar
menjadi imam manusia”. Maka Abu Bakar menjadi imam shalat pada saat Rasulullah
hidup.[3]
Ketika Abu Bakar mengimami para umat
Islam untuk sholat subuh berjamaah, Rasulullah sempat menjenguk para umat
muslim yang sedang shalat dengan menyingkapkan tirai rumahnya. Para umat muslim
sangat senang karena melihat Rasulullah sudah sembuh, mereka hampir
meninggalkan sholatnya untuk mendatangi rasaul tak terkecuali Abu Bakar. Tetapi
Abu Bakar tetap mengisyaratkan untuk tetap melaksanakan shalatnya. Tidak
disangka itulah yang menjadi pertemuan terakhir Abu Bakar dengan Rasulullah Saw
hingga akhirnya beliau wafat.
Setelah shalat subuh Abu Bakar langsung
menghadap Rasulullah dan bertemu aisyah tetapi Rasul tidak bersamanya. Aisyah
berkata “Dan hari ini adalah giliran putri Kharijah”, maka Abu Bakar langsung
menemuinya disana dengan menunggang kuda.
Tetapi Rasulullah sudah meninggal, Abu
Bakar menyingkap wajah Rasulullah yang ditutupi dengan kain kemudian mengecup
keningnya. Abu Bakar pun menangis kemudian berkata : “demi ayah dan ibuku
sebagai tebusanmu, Allah tidak akan menghimpun dua kematian pada dirimu. Adapun
kematian yang telah ditetapkan pada dirimu, berarti engkau memang sudah
meninggal.
”Kemudian Abu Bakar pergi ke masjid dan
orang-orang berada disana dan Umar sedang berbicara dihadapan orang-orang. Maka
Abu Bakar berkata : “duduklah wahai Umar!” Namun Umar enggan untuk duduk.
Kemudian Abu Bakar berkata : “Amma bad`du, barang siapa diantara kalian ada
yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah mati. Kalau kalian
menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati.
Allah telah berfirman :
$tBur î£JptèC wÎ) ×Aqßu ôs% ôMn=yz `ÏB Ï&Î#ö7s% ã@ß9$# 4 û'ïÎ*sùr& |N$¨B ÷rr& @ÏFè% ÷Läêö6n=s)R$# #n?tã öNä3Î6»s)ôãr& 4 `tBur ó=Î=s)Zt 4n?tã Ïmøt6É)tã `n=sù §ÛØt ©!$# $\«øx© 3 Ìôfuyur ª!$# tûïÌÅ6»¤±9$# ÇÊÍÍÈ
Artinya : Muhammad itu tidak lain
hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.
Apakah jika Dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?
Barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan
mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi Balasan kepada
orang-orang yang bersyukur. (Ali Imran ; 144)[4]
Para sahabat yang tidak percaya atas
wafatnya Rasulullah menjadi tenang dengan ayat yang disampaikan oleh Abu Bakar
sehingga mereka bisa menerima bahwa Rasulullah sudah wafat.
Sepeninggal Rasulullah umat muslim mulai
disibukan dengan penggantian khalifah yang baru, kaum ansar dan muhajirin
saling mengajukan calon pemimpin sebagai pengganti Rasulullah. Tetapi Abu Bakar
berkata, sesungguhnya Rasulullah bersabda : “ Para pemimpin berasal dari orang
Quraisy”[5].
Dengan perdebatan yang panjang dari kaum anshar dan muhajirin hingga menemui
titik temu dengan memilih Abu bakar sebagai khalifa pengganti nabi Muhammad
Saw.
b. Karakter dan
sifat-sifat khalifah.
Dengan terpilihnya Abu Bakar sebagai
khalifah pengganti Rasulullah, Abu Bakar mulai dilantik di masjid dengan
didampingi oleh Umar. Setelah umar memberikan pujian terhadap Allah Swt, Abu
Bakar berdiri dan di Bai’at oleh umat muslim pada saat itu.
Sebelum memeluk agama islam beliau
bernama Abdul Ka’bah dan setelah memeluk islam namanya di ganti oleh Rosululloh
SAW menjadi Abdullah ibnu Abi Quhafah At-Tamim.[6]
Nama Abu Bakar Ash Shidiq sebenarnya adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin
Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Taimi. Abu bakar adalah seorang yang bertubuh
kurus, berkulit putih. Aisyah menerangkan karakter bapaknya, “Beliau berkulit
putih, kurus, kedua pelipisnya tipis, penggangnya kecil, wajahnya selalu
berkeringat, matanya hitam, berkening lebar, tisak bisa bersaja’, selalu mewarnai jenggotnya dengan memakai hinai maupun
katam.” Abu Bakar dikenal sebagai orang yang baik, berani kokoh pendirian,
selalu memiliki ide yang cemerlang dalam keadaan genting, banyak toleransi,
penyabar, mempunyai keinginan yang keras, faqih, lembut ramah dan banyak lagi
sifat lain yang dimilikinya.[7]
c. Perekembangan
situasi politik.
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua
tahun yaitu 632-634 A. D.[8]
Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Selama dua tahu itu dihabiskan untuk
menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama yang disebabkan oleh suku-suku
bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah sepeninggal
Rasulullah Saw. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi
Muhammad Saw, dengan sendirinya batal setelah Nabi Muhammad Saw wafat. Karena
itu mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap penolakan dan penentangan dari
kaum arab tersebut dapat membahayakan agama dan pemerintahan, maka Abu Bakar
menyelesaikan persoalan ini dengan memerangi mereka dengan sebutan perang
Riddah (perang melawan orang-orang murtad). Selain itu pengumpulan atau
kodifikasi al Qur’an terjadi pada masa Abu Bakar karena melihat banyaknya para
sahabat penghafal al Qur’an yang meninggal karena perang memerangi kaum murtad
tersebut yang berada di daerah Yamamah. Sedikitnya 1000 pasukan Muslim gugur dan
450 diantaranya dari kalangan sahabat. Informasi ini sampai ke telinga Umar bin
Khatab, lalu ia memikirkan akan nasib Al Qur’an. Bahkan referensi lain
menyebutkan lebih dari itu, Ibnu Katsir menyebutkan bahwa para sahabat
penghafal Al Qur’an yang tewas mencapai 500 orang sedangkan Ibnu Hajar
mengemukakan korban tewas mencapai 700 orang.[9]
Roda
pemerintahan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada
masa Rasulullah, bersifat sentral semua terpusat di tangan khalifah. Selain
menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum yang telah
ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Meskipun demikian, seperti juga Nabi
Muhammad Saw, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabatnya bermusyawarah
sebelum mengambil keputusan mengenai sesuatu.
Setelah
menaklukan yamamah dari kaum murtad, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan ke
luar Arabia. Khalid bin al-Walid dikirim ke Iraq dan mulai menaklukan selat
hindia (Fajar al Hindi). Adapun urusan pemerintahan diluar kota madinah, khalifah
Abu Bakar membagi wilayah kekuasaan hukum Negara Madinah menjadi beberapa
propinsi, dan setiap propinsi Ia menugaskan seorang amir atau wali (semacam
jabatan gubernur).
Dalam penerapan di bidang kesejahteraan
masyarakat, Abu Bakar mewujudkan keadilan dan kesejahteraan social rakyat
dengan mengolah zakat, infak, sadaqoh yang berasal dari kaum muslimin, ghanimah
harta rampasan perang dan jizyah dari warga negara non-muslim, sebagai sumber
pendapatan baitul mal. Penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan
negara ini di bagikan untuk kesejahteraan tentara dan kepada rakyat yang berhak
menerima sesuai ketentuan al Qur’an.
B. Khalifah Umar
bin Khatab.
a. Sistem suksesi
kepemimpinan.
Pergantian jabatan
kepemimpinan pada periode Umar yaitu ketika khalifah sebelumnya Abu Bakar
meninggal, tahta kepemimpinan diserahkan kepada Umar bin Khattab. Hal ini
bermula ketika Abu Bakar sakit, beliau memberi wasiat kepada Umar bin Khattab
untuk menggantikan jabatanya sebagai Khalifah. Abu Bakar minta pendapat kepada
para tokoh sahabat seperti Usman bin Affan, Ali bin Abithalib, Abdurrahman bin
Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Usaid bin Khudur mereka menyetujui usulan Abu
Bakar bahwa Umar bin Khattab akan diangkat sebagai penggantinya.[10]
Wasiat tersebut ditulis oleh Utsman bin Affan[11]
dan dibacakan dihadapan seluruh kaum Muslimin.[12]Dari
situlah Umar menjabat menjadi khalifah dengan dibai’at pada tahun 13 H.
Pemilihan
Umar secara langsung ditujuk oleh Abu Bakar atas pertimbangan para sahabat yang
lain bukan tanpa sebab, karena Abu Bakar tidak ingin melihat perselisian antara
umat Islam terkait penggantinya. Terutama perselisian antara kaum muhajirin dan
ansor yang sempat terjadi setelah nabi wafat.
Perbedaan prosedur pemilihan pada
khalifah sebelumnya yaitu terdapat pada wasiat yang diberikan khalifah
sebelumnya yaitu Abu Bakar untuk menggantikannya.
b. Karakter dan
sifat-sifat khalifah.
Nama lengkapnya adalah Umar bin al
Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qarth bin Razah
bin Adi bin Kaab bin Lu’ai, Abu Hafs al Adawi.[13]
Ibunya adalah Hantamah binti Hasyim bin Mughirah bin Abdillah bin Umar bin Mahzum.
Ia berasal dari suku Adi, suatu suku dalam bangsa Quraisy yang terpandang
mulia, megah dan berkedudukan tinggi. Dia dilahirkan 14 tahun sesudah kelahiran
Nabi, tapi ada juga yang berpendapat bahwa ia dilahirkan 4 tahun sebelum perang
Pijar. Sebelum masuk Islam, dia adalah seorang orator yang ulung, pegulat
tangguh, dan selalu diminta sebagai wakil sukunya bila menghadapi konflik
dengan suku Arab yang lainnya. Terkenal sebagai orang yang sangat pemberani
dalam membela Islam, punya ketabahan dan kemauan keras, tidak mengenal bingung
dan ragu.[14]Keluarga
Umar tergolong dalam keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis, yang
pada masa itu merupakan sesuatu yang langka. Umar juga dikenal karena fisiknya
yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah.
Selain
itu khalifah Umar dikenal bukan saja pandai menciptakan peraturan – peraturan
baru, ia juga memperbaiki dan mengkaji ulang terhadap kebijaksanaan yang telah
ada jika itu diperlukan untuk terciptanya kemaslahatan umat.[15]
c. Perkembangan
situasi politik.
Khalifah Umar menetapkan prinsip-prinsip
demokratis dalam pemerintahannya dengan membangun jaringan pemerintahan sipil
yang sempurna. Kekhalifahan Umar tidak memberikan hak istimewa tertentu. Tiada
istana dan pakaian kebesaran, baik untuk dirinya maupun bawahanya hingga tidak
ada perbedaan antara penguasa dan rakyat.
Pada masa pemerintahan Umar bin khattab
perkembangan politik dan perluasan wilayah sangat pesat. Pada masa khalifah
Umar bin khatab, kondisi politik islam dalam keadaan stabil, usaha perluasan
wilayah Islam memperoleh hasil yang gemilang. Karena perluasan daerah terjadi
dengan cepat, Umar Radhiallahu ‘anhu segera mengatur administrasi negara dengan
mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Perluasan
penyiaran Islam ke Persia sudah dimulai oleh Khalid bin Walid pada masa
Khalifah Abu Bakar, kemudian dilanjutkan oleh Umar. Tetapi dalam usahanya itu
tidak sedikit tantangan yang dihadapinya bahkan sampai menjadi peperangan.[16]
Karena
telah banyak daerah yang dikuasai Islam maka sangat membutuhkan penataan
administrasi pemerintahan, maka khalifah Umar membentuk lembaga pengadilan,
dimana kekuasaan seorang hakim terlepas dari pengaruh badan pemerintahan.
Adapun hakim yang ditunjuk oleh Umar adalah seorang yang mempunyai reputasi
yang baik dan mempunyai integritas dan keperibadian yang luhur. Zaid ibn Tsabit
ditetapkan sebagai Qadhi Madinah, Ka’bah ibn Sur al-Azdi sebagai Qadhi Basrah,
Ubadah ibn Shamit sebagai Qadhi Palestina, Abdullah ibn mas’ud sebagai Qadhi
kufah.
Pada masa khalifah Umar bin Khattab
ekspansi Islam meliputi daerah Arabia, syiria, Mesir, dan Persia. Karena
wilayah Islam bertambah luas maka Umar berusaha mengadakan penyusunan
pemerintah Islam dan peraturan pemerintah yang tidak bertentangan dengan ajaran
Islam.[17]
Lalu umar mencanangkan administrasi / tata negara, yaitu :
Susunan
kekuasaan
Kholifah (Amiril Mukminin)
Berkedudukan di ibu kota Madinah yang
mempunyai wewenang kekuasaan.
Wali (Gubernur)
Berkedudukan di ibu kota Propensi yang
mempunyi kekuasaan atas seluruh wiyalayah Propensi.
Tugas pokok pejabat
Tugas pokok pejabat, mulai dari
kholifah, wali beserta bawahannya bertanggung jawab atas maju mundurnya Agama
islam dan Negara. Disamping itu mereka juga sebagai imam shalat lima waktu di
masjid.
Membentuk dewan-dewan Negara
Guna menertipkan jalannya administrasi
pemerintahan, Kholifah Umar membentuk dewan-dewan Negara yang bertugas mengatur
dan menyimpan uang serta mengatur pemasukan dan pengeluaran uang negara,
termasuk juga mencetak mata uang Negara.
Dewan tentara
Bertugas mengatur ketertiban tentara,
termsuk memberi gaji, seragam/atribut, mengusahakan senjata dan membentuk
pasukan penjaga tapal batas wilayah negara.
Dewan pembentuk Undang-undang
Bertugas membuat Undang-undang dan
peraturan yang mengatur toko-toko, pasar, mengawasi timbangan, takaran, dan
mengatur pos informasi dan komonikasi.
Dewan kehakiman
Bertugas dan menjaga dan menegakkan
keadilan, agar tidak ada orang yang berbuat sewenang-wenang terhadap orang
lain. Hakim yang termashur adalah Ali bin Abi Thalib.[18]
C. Khalifah Utsman
bin Affan.
a. Sistem suksesi
kepemimpinan.
Pengangkatan Ustman bin Affan menjadi
khalifah ditetapkan oleh beberapa tim formatur dari sahabat rasul yaitu Utsman
bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Thalhah bin ‘Ubaidillah, az Zubair bin Awwam,
Sa’ad bin Abi Waqqas, dan Abdurrahman bin ‘Auf. Pemilihan ini bermula ketika
khalifah sebelumnya yaitu Umar bin Khatab tidak berani menetapkan penggantinya
menjadi khalifah. Dari situlah Umar memberi wasiat untuk menentukan khalifah
selanjutnya dengan musyawarah dari enam sahabat tersebut.
Dari hasil musyawarah tersebut
menghasilkan tiga kandidat calon khalifah yaitu Ali bin Abi Tholib, Abdurrahman
bin ‘Auf dan Utsman bin Affan. Seperti yang dikatakan Abdurrahman bin ‘Auf,
“Siapapun dari kalian berdua yang menghindarkan diri dari perkara ini, Allah
sebagai pengawasnya, sungguh akan diangkat sebagai khalifah salah seorang yang
terbaik diantara dua orang yang tersisa.” Tetapi Abdurrahman menyerahkan
jabatan tersebut kepada Utsman dan Ali sehingga menjadi dua kandidat. Pemilihan
terjadi dimasjid, orang-orang datang untuk menyaksikan pergantian khalifah yang
baru. Abdurrahman memanggil Utsman dan Ali untuk datang ke masjid, tetapi ketika
Ali ditanya oleh Abdurahman “Apakah engkau mau dibai’at untuk tetap setia
menjalankan al Qur’an, sunnah Rasul dan apa yang telah dilakukan Abu Bakar dan
Umar?” Utsman menjawab, “Ya”[19]
dan pada saat itulah Utsman di bai’at oleh Abdurahman bin ‘Auf dan seluruh kaum
muslim pada saat itu.
b. Karakter dan
sifat-sifat khalifah.
Beliau bernama lengkap Utsman bin Affan
bin Abi al ‘Ash bin Umayyah bin Abd asy Syam bin Abdu Manaf bin Qushai bin
Kilab bin Murrah, bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an Nadr
bin an Nadr bin kinanah bin Ma’ad bin Adnan.
Ustman adalah sesosok orang yang
rupawan, lembut, mempunyai jenggot yang lebat, berperawakan sedang, berambut
lebat. Beliau juga mempunyai sifat yang mulia, sangat pemalu, dermawan, dan
terhormat, mendahulukan kebutuhan keluarga. [20]
Rasa malu yang dimiliki oleh Utsman sangat tinggi sampai-sampai nabi malu
kepadanya dan bersabda dalam riwayat muslim”Tidakkah engkau malu pada seorang
lelaki dimana malaikatpun sangat malu kepadanya”. Selain itu sifat Umar juga pemurah
dimana tidak ada seorangpun dari kalangan Quraisy yang memilki sifat pemurah
melebihi dirinya.[21]
c. Perkembangan
situasi politik.
Pemerintahan Ustman berlangsung selama
12 tahun. Pada masa awal pemerintahannya, beliau berhasil memerintahan Islam
dengan baik sehingga Islam mengalami kemajuan dan kemakmuran dengan pesat.
Namun pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tak puas dan
kecewa umat Islam terhadapnya.[22]
Kekecewaan penduduk terhadap
pemerintahan Utsman bermula ketika datangnya seorang Yahudi bernama Abdullah
bin Saba’ yang berpura-pura masuk Islam dan pergi kedaerah mesir untuk
menyebarkan idenya sendiri dibeberapa kalangan masyarakat. Hal tersebut
menimbulkan konflik dikalangan kaum muslim, maka orang-orang mulai mengingkari
kepemimpinan Utsman bin Affan dan mencela seolah-olah sedang beramar ma’ruf dan
melarang kemungkaran, dia mengajak untuk
mendukung idenya.
Banyak penduduk mesir yang terpengaruh
fitnah dan mereka menulis surat untuk dikirim dan disebarkan di Kufah dan
Bashrah sehingga mereka saling menukar informasi melalui surat dan mengikat
perjanjian untuk mengingkari kekhalifahan Utsman bin Affan. Provokasi yang
diberikan Abdullah bin Saba’ yaitu tentang seharusnya Ali bin Abi Tholib yang
menjadi khalifah, sistem pemerintahan Utsman bin Affan yang menjadikan
keluarganya menjabat disektor pemerintahan atau yang kita biasa dengar dengan
nepotisme . Adapun pejabat - pejabat yang diangkat Ustman antara lain:
1.
Amr bin Ash
sebagai pimpinan daerah Mesir.
2.
Abdullah bin
Saad bin Abi Sarh pimpinan daerah Maroko.
3.
Abdullah bin
Amir sebagai pimpinan daerah Basrah.
4.
Said bin Al ‘Ash
sebagai pimpinan daerah Kufah.
Pengangkatan kerabat oleh Ustman bukan tanpa
pertimbangan. Hal ini ditunjukkan oleh jasa yang dibuat oleh Abdullah bin Sa‘ad
dalam melawan pasukan Romawi di Afrika Utara dan juga keberhasilannya dalam
mendirikan angkatan laut. Ini menunjukkan Abdullah bin Sa’ad adalah orang yang
cerdas dan cakap, sehingga pantas menggantikan Amr ibn ‘Ash yang sudah lanjut
usia. Hal lain ditunjukkan ketika diketahui Walid bin Uqbah melakukan
pelanggaran berupa mabuk-mabukkan, ia dihukum cambuk dan diganti oleh Said bin Al
‘Ash. Hal tersebut tidak akan dilakukan oleh Ustman, kalau beliau hanya
menginginkan kerabatnya duduk di pemerintahan[23].
Disebutkan
riwayat lain bahwa faktor penyebab kekecewaan terhadap kepemimpinan Utsman
adalah kebijakansanaanya mengangkat keluarganya dalam kedudukan tinggi. Salah
satunya Marwan ibnu Hakam, dialah yang menjalankan roda pemerintahan sedangkan
Utsman hanya meyandang gelar Khalifah. Utsman laksana boneka dihadapan
keluargannya. Hingga pemberontakan terjadi dan Khalifah Utsman dibunuh oleh
para pemberontak.
D. Khalifah Ali bin
Abi Thalib.
a. Sistem suksesi
kepemimpinan.
Setelah terbunuhnya khalifah sebelumnya
yaitu Utsman bin Affan kaum muslim harus mempunyai pemimpin yang baru.
Diangkatnya Ali bin Abi Tholib atas dasar pilihan dari kaum muslim untuk segera
mengganti khalifah yang sebelumnya telah meninggal.
Sebenarnya Ali menolak untuk menjadi
khalifah seperti diriwayatkan Imam Ahmad dengan sanad yang shahih dari Muhammad
bin al Hanifah, ia berkata, “Aku bersama ali saat Utsman dikepung, lalu
datanglah seorang laki-laki dan berkata, sesungguhnya amirul mukminin telah
terbunuh. Kemudian orang-orang mendatangi beliau sambil menggedor-gedor pintu
lalu menerobos masuk menemui Ali. Mereka berkata “Lelaki ini (Utsman) telah
terbunuh. Sedangkan orang-orang harus punya khalifah. Dan tidak kami tahu ada
orang yang lebih baik daripada dirimu” Ali berkata, “Tidak, kalian tidak
menghendaki diriku, menjadi wazir kalian lebih aku sukai daripada amir”. Tetapi
mereka tetap bersi keras agar Ali menjadi khalifah. Ali berkata “Jika kalian
tetap bersikeras, maka bai’atku bukanlah
bai’at yang rahasia. Akan tetapi aku akan pergi ke masjid, barang siapa ingin
membai’atku maka silakan ia membai’atku” dan kemudian orang-orangpun
membai’atnya.
b. Karakter dan
sifat-sifat khalifah.
Ali bin Abi Thalib mempunyai nama
lengkap yaitu Ali bin Abi Tholib bin Abdi Manaf bin Abdul Muthalib bin hasyim
bin Abdi Manaf bin Qushay bin kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib
bin Fihr bin Malik bin an Nadhar bin Kinanah Abul Hasan dan Husain.[24]
Ali bin Abi
Thalib adalah orang yang berilmu, paling berpengalaman, bijaksana dan
pengkritik yang sangat paham. Perasaannya sangat halus, jiwanya suci dan
bersih, emosinya terkendali, pandangannya tajam, jalan yang dicarinya adalah
yang terbaik, pemahamannya sangat cepat, ingatannya kuat dan mengenal benar apa
yang penting. Beliau adalah seorang pemberani yang
mengikuti Rasulullah dalam perang Badar, perang Uhud dan perang-perang yang
lain kecuali perang Uhud. Sebab pada waktu itu Rasulullah memerintahkan Ali bin
Abi Tholib untuk menjadi khalifah sementara di Madinah.[25]
Ali bin Abi Tholib memiliki kulit
berwarna sawo matang, bola mata beliau besar dan berwarna kemerah-merahan,
berperut besar dan berkepala botak. Berperawakan pendek dan berjanggut lebat,
berwajah tampan dan memiliki gigi yang bagus, ringan langkah saat berjalan.[26]
c. Perkembangan
situasi politik.
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi
Tholib, para pemimpin daerah mulai dirombak. Pergantian tersebut dilakukan
karena pemahaman masyarakat mengenai sistem familisme dari masa pemerintahan
Utsman bin Affan sehingga penggantian perlu dilakukan. Beliau mengangkat
Ubaidullah bin Abbas sebagai amir Yaman. Mengangkat Utsman bin Munaif sebagai
Amir di bashrah. Mengangkat Umarah bin Syihab sebagai Amir di Kufah. Mengangkat
Qais bin Sa’ad bin Ubadah sebagai amir di Mesir. Mengangkat Sahal bin Hunaif
sebagai Amir di Syam menggantikan Mu’awiyah.[27]
Pengangkatan amir dimasing-masing
wilayah tidak disetujui oleh penduduk disana. Banyak pemimpin sebelumnya dan
para penduduk yang mengusir para amir-amir tersebut. Mereka tidak akan menerima
pergantian amir baru sebelum pembunuhan terhadap khalifah sebelumnya dihukum
sesuai hukum Islam yaitu Qishas. Diantara yang menuntut hukum ditegakan yaitu
Thalhah, az Zubair dan Aisyah. Mereka menentang pemerintahan Ali dan melakukan
pemberontakan yang bertujuan untuk membunuh orang-orang yang telah membunuh
khalifah Utsman.
Pertempuran yang dipimpin Aisyah di
Bashrah mengahadapi wakil Ali bin Abi Tholib yaitu Utsman bin Hunaif. Dalam
pasukan Hunaif ada beberapa orang pembunuh khalifah Utsman sehingga perangpun
tak terhindarkan, perang tersebut dinamakan perang Jamal Sughra. Hukaim bin
Jabalah serta tujuh puluh pembunuh Utsman tewas dan mereka sepakat melakukan
perdamaian.[28]
Ali yang mendengan berita ini langsung
menuju bashrah untuk melakukan pendamaian dan perjanjian dengan Aisyah, az
Zubair dan Thalhah, merekapun persepakat berdamai hingga situasi reda kemudian
menghukum para pembunuh khalifah Utsman. Tetapi para pembunuh Utsman yang
mendengar berita ini tidak senang karena pada akhirnya mereka akan mati.
Sehingga mereka merusak perjanjian tersebut dengan secara diam-diam menyerang
pasukan Aisyah, az Zubair dan Thalhah pada saat fajar. Pada saat itu terjadilah
kesalah fahaman yang mengira bahwa ali telah melanggar perjanjian, sedangkan
pihak Ali juga mengira hal serupa. Perangpun tak terhindarkan, banyak pasukan dari
kedua belah pihak tewas. Az Zubair dan Thalhah tewas dalam pertempuran. Tetapi
Ali yang sadar bahwa ini hanya salah paham beliau berusaha menyelamatkan Aisyah
dari pertempuran tersebut. Hingga pertempuran usai Aisyahpun selamat dan
dikembalikan ke Madinah.
Masalah penaklukan bashrahpun selesai
tetapi permasalahan yang terjadi di Syam belum selesai. Disana terdapat
seoarang pemimpin dari seluarga Utsman yaitu Mu’awiyyah yang tetap menginginkan
hukuman mati untuk pembunuh Utsman. Tak terelakan lagi terjadilah peperangan
antara Mua’awiyyah dan Ali bin abi Tholib yang sama-sama memiliki banyak
pasukan.
Ketika pasukan Mu’awiyah hampir kalah
tiba- tiba pasukan dari Amru bin Ash mengangkat al Qur’an dan menginginkan
perdamaian untuk menghindari pertumpahan darah lagi. Kedua belah pihak setuju
untuk melakukan perdamaian. Perdamaian itu disepakati dengan sebuah arbitrase atau tahkim yaitu sebuat perjajian diantara kedua belah pihak yang
bersengketa. Kedunya saling mengeluarkan juru runding dan akhir dari kesepakatan
tesebut bahwa kedua belah pihak sepakat untuk mencopot Ali dan Mu’awiayah dari
singgasana khalifah dan menyerahkan kepada kaum muslim untuk memilih amir yang
cocok dari mereka. [29]
Tetapi sebagian bihak dari Ali tidak setuju dengan tahkim tersebut sehingga
mereka memutuskan untuk keluar dari barisan Ali bin Abi Tholib.
Peristiwa tersebut membuat pasukan Ali
semakin melemah hingga pada akhir kepemimpinan Ali bin Abi Tholib kekuatan
politik umat Islam terpecah menjadi tiga bagian yaitu Mu’awiyah, Syi’ah (Ali)
dan Khawarij (Orang yang keluar dari barisan Ali).
E. Manajemen
Pendidikan Islam pada masa khulafaurrasyidin.
a.
Pada
masa Abu Bakar ash Sidiq
Pola pendidikan pada masa Abu Bakar
masih seperti pada Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya.
Dari segi materi pendidikan islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan,
akhlak, ibadah, kesehatan. Pendidikan keimanan[30]
yaitu,
1.
Menanamkan bahwa
satu-satunya yang wajib disembah adalah Allah SWT. Pendidikan akhlak, contoh :
adab masuk rumah orang, sopan santun bertetangga, bergaul dalam masyarakat.
2.
Pendidikan
ibadah seperti pelaksanaan sholat, puasa dan haji.
3.
Kesehatan
tentang kebersihan, gerak-gerik dalam sholat merupakan didikan untuk memperkuat
jasmani dan rohani.
Lembaga
untuk belajar membaca menulis ini disebut dengan kuttab. Kuttab merupakan
lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, dan pusat pembelajaran pada
masa ini adalah di Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga pendidik
adalah sahabat rosul yang terdekat, lembaga pendidikan Islam adalah masjid,
masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan dan
lembaga pendidikan Islam, sebagai sholat berjamaah, membaca Al-Qur’an, dan lain
sebagainya.[31]
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa
manajemen pendidikan Islam pada waktu kepemimpinan Abu Bakar sudah berjalan.
Hal ini ditandai dengan adanya pusat-pusat pembelajaran yang sudah diterapkan
diberbagai tempat, terutama di masjid-masjid. Manajemen terkait pendidikan
berjalan seiring dengan pembelajaran yang berlangsung pada masa itu. Manajemen
tersebut meliputi kurikulum atau materi yang diberikan meliputi ketahitan,
ibadah, akhlak, dan kesehatan. Dari segi manajemen ketenaga pendidikan pada
masa Abu Bakar, berhubung Islam pada waktu itu masih berkembang maka guru yang
mengajar yaitu orang-orang yang mempunyai pengetahuan lebih mengenai Islam
seperti sahabat-sahabat nabi Muhammad saw. Sedangkan dari segi sarana dan
prasarananya, pada proses pembelajaran berlangsung ditempat-tempat ibadah,
yaitu masjid/mushola.
b.
Pada
masa Umar bin Khatab
Berkaitan dengan masalah pendidikan ini,
khalifah Umar bin Khattab merupakan seorang pendidik melakukan penyuluhan
pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di masjid-masjid
dan pasar-pasar.[32] Serta
mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan itu,
mereka bertugas mengajarkan isi Al-Qur’an dan ajaran Islam lainnya seperti
Fikih, kepada penduduk yang baru masuk Islam. Di antara sahabat-sahabat yang
ditunjuk oleh Umar bin Khattab ke daerah adalah Abdurahman bin Ma’qaal dan
Imran bin Hashim. Kedua orang ini ditempatkan di Basyrah. Abdurrahman bin
Ghanam dikirim ke Syiria dan Hasan bin Abi Jabalah dikirim ke Mesir. Adapun
metode yang mereka pakai adalah guru duduk di halaman masjid sedangkan murid
melingkarinya.[33]
Meluasnya kekuasaan Islam, mendorong
kegiatan pendidikan Islam bertambah besar, karena mereka yang baru masuk Islam
ingin menimba ilmu keagamaan dari sahabat- sahabat yang menerima langsung dari
Nabi. Pada masa ini telah terjadi mobilitas penuntut ilmu dari daerah-daerah
yang jauh dari Madinah, sebagai pusat agama Islam. Gairah menuntut ilmu agama
islam ini yang kemudian mendorong lahirnya sejumlah pembidangan disiplin
keagamaan.[34]
Pada masa khalifah Umar bin Khattab,
mata pelajaran yang diajarkan adalah membaca dan menulis Al- Qur’an dan
menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama Islam. Pendidikan pada masa ini
lebih maju dibandingkan sebelumnya. Pada masa ini tuntutan untuk belajar bahasa
Arab, juga sudah mulai tampak, orang yang baru masuk Islam dari daerah yang
ditaklukkan harus belajar bahasa Arab, jika ingin belajar dan memahami
pengetahuan Islam. Oleh karena itu, pada masa ini sudah ada pengajaran bahasa
Arab.[35]
Pada masa ini, pelaksanaan pendidikan
lebih maju karena selama pemerintahan Umar Negara berada dalam keadaan stabil
dan aman, hal ini disebabkan telah ditetapkannya masjid sebagai pusat
pendidikan , juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam diberbagai
kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa, menulis, dan
pokok –pokok ilmu lainnya. Pendidikannya dikelola dibawah pengaturan gubernur
yang berkuasa saat itu, serta diiribgi kemajuan di berbagai bidang, seperti
jawatan pos, kepolisian, baitulmall, dan lain sebainya. Sedangkan sumber
gaji para pendidik pada waktu itu diambilkan dari daerah yang ditaklukkan dan
dari baitulmall.[36]
Manajemen pendidikan Islam pada masa
pemerintahan Umar bin Khatab berjalan dengan baik, hal itu terbukti dengan
kemajuan pada bidang pendidikanya. Pengelolaan pendidikan yang diterapkan oleh
khalifah Umar bin Khatab menjadikan dunia pendidikan pada masa itu mengalami
kemajuan pesat. Dengan perluasan daerah Islam sektor pengajaran Islam juga
semakin luas. Pengelolaan pendidikan pada saat itu dengan mengirim para guru
pada berbagai daerah taklukan Islam. Mobilitas keilmuan dari masing-masing
daerah semakin terbuka, hal tersebut dikarenakan bebasnya akses keluar-masuk
wilayah Islam untuk mengenyam pendidikan. Manajemen kurikulum dan metodenya
juga semakin berkembang, pembelajaran mengenai bahasa arab juga berlangsung
pada masa itu.
c.
Pada
masa Ustman bin Affan
Pada masa khalifah Usman bin Affan tidak
jauh berbeda dengan pola pendidikan yang diterapkan pada masa Umar. Hanya saja
pada periode ini, para sahabat yang asalnya dilarang untuk keluar dari kota
madinah kecuali mendapatkan izin dari khalifah, mereka diperkenankan untuk keluar dan mentap di daerah-daerah yang
mereka sukai. Dengan kebijakan ini, maka orang yang menuntut ilmu (para peserta
didik) tidak merasa kesulitan untuk belajar ke Madinah.[37]Kebijakan
ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah – daerah. Proses
pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman ini lebih ringan dan lebih mudah
dijangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin menuntut dan belajar Islam.
Pada masa Khalifah Usman bin Affan,
tugas mendidik dan mengajar umat diserahkan pada ummat itu sendiri, artinya
pemerintah tidak mengangkat guru- guru. Jadi para pendidik tersebut dalam melaksanakan
tugasnya hanya mengharapkan keridhaan Allah semata. Adapun objek pendidikan
pada masa itu terdiri dari: Orang dewasa dan atau orang tua yang baru masuk
Islam Anak – anak, baik orang tuanya telah lama memeluk Islam ataupun yang baru
memeluk Islam Orsng dewasa dan atau orang tua yang telah lama memeluk Islam Orang
yang mengkhususkan dirinya menuntut ilmu agama secara luas dan mendalam.
Dari ke empat golongan terdidik
tersebut, pelaksanaan pendidikan dan pengajaran tidak mungkin dilakukan dengan
cara menyamaratakan tetapi harus diadakan pengklasifikasian yang rapid an
sistematis, disesuaikan dengan kemampuan dan kesanggupan dari peserta didiknya.
Adapun metode yang digunakan adalah: Golongan pertama menggunakan metode ceramah,
hafalan, dan latihan dengan mengemukakan contoh – contoh dan peragaan. Golongan
kedua menggunakan metode hafalan dan latihan Golongan ketiga menggunakan metode
diskusi, ceramah, hafalan, tanya jawab Golongan keempat menggunakan metode
ceramah, hafalan Tanya jawab, dan diskusi serta sedikit hafalan.
Pendidikan dan pengajaran pada golongan
ini lebih bersifat pematangan (dan pendalaman Mata pelajaran yang di berikan
disesuaikan dengan kebutuhan terdidik dengan urutan mendahulukan pengetahuan
yang sangat mendesak / penting untuk dijadikan pedoman dan pegangan hidup
beragama. Ada 3 fase dalam pendidikan dan pengajarannya: fase pembinaan ;
dimaksudkan untuk memberikan kesempatan agar terdidik memperoleh kemantapan
iman Fase pendidikan : ditekankan pada ilmu- ilmu praktis dengan maksud agar
mereka dapat segera mengamalkan ajaran dan tuntunan agama dengan sebaik-
baiknya dalam kehidupan sehari- hari Fase pelajaran : ada pelajaran –pelajaran
lain yang diberikan untuk penunjang pemahaman terhadap Al-Quran dan Hadits, seperti
bahasa Arab dengan tata bahasanya, menulis, membaca,syair dan peribahasa.4
Pendidikan pada masa khalifah Usman ini
tidak banyak terjadi perkembangan, jika dibandingkan pada masa Khalifah Umar
bin Khattab. Hal ini disebabkan pada masa khalifah Usman urusan pendidikan
diserahkan begitu saja pada rakyat. Dari segi pemerintahan khalifah Usman
banyak timbul pergolakan dalam masyarakat sebagai akibat ketidaksenangan mereka
terhadap kebijakan khalifah Usman yang mengangkat kerabatnya dalam jabatan
pemerintahan
d.
Pada
masa Ali bin Abi Tholib
Pendidikan pada pemerintahan Ali bin abi
Tholib tidak mengalami kemajuan yang berarti. Dikarenakan pada masa itu banyak
terjadi pemberontakan akibat dari terbunuhnya khalifah sebelumnya yaitu Utsma
bin Affan. Pemerintah pada masa itu terfokus pada menanggulangi perpecahan yang
berjadi. Sehingga pendidikan pada masa itu terlupakan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Dari kajian teori yang telah diperoleh
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Sistem suksesi Abu
Bakar yaitu pengangkatan khalifah yang dipilih oleh kaum muslimin berdasarkan
isyarat yang diberikan oleh Rasul sebelum beliau wafat. Abu Bakar berperawakan
kurus dan berkulit putih, mempunyai sifat baik dan kokoh dalam pendirianya.
Situasi politik pada periodenya yaitu cenderung stabil, tetapi terjadi
kemurtadan suku-suku arab yang menyebabkan Aku Bakar bekerja keras untuk
membasminya.
2.
Sistem suksei
Umar bin Khatab yaitu pemberian wasiat dari khalifah sebelumnya Abu Bakar yang
menjadikan Umar sebagai khalifah.Karakter dan sifat Umar yaitu bertubuh kekar,
tinggi, cerdas, seorang pegulat, pemberani dan baik. Situasi politik pada masa
Umar cukup stabil, dan banyak kemajuan dair segi pemerintahan dan administrasi
negara.
3.
Sistem suksesi
Utsman bin Khatab yaitu sistem demokratis yang diterapkan khalifah seberlumnya
yaitu Umar bin khatab yang membentuk tim formatur untuk pemilihan khalifah
setelanya Umar meninggal hingga terpilihlah Utsman bin Khatab. Karakter dan
sifat-sifat Utsman bin Khabat yaitu seorang yang rupawan berkulit sawo matang,
berperawakan sedang. Utsman seorang yang pemurah dan sangat pemalu. Situasi
politik pada masa Utsman tidak stabil pada tahun-tahun terakhir pemerintahanya,
karena sistem pemerintahan Utsman yang mengandung unsur nepotisme yang
menyebabkan banyak terjadi pemberontakan.
4.
Sistem suksesi
Ali bin Abi Tholib yaitu pengangkatan yang dilakukan secara langsung oleh umat
muslim karena khalifah sebelunya yaitu Utsman bin Affan wafat dibunuh oleh
pemberontak dan tidak meninggalkan wasiat apapun. Karakter Ali bin Abi Tholib
yaitu berperawakan sedang, berkulit sawo matang, cerdas, berilmu dan pemberani
karena Ali selalu ikut nabi dalam peperangan. Situasi politik pada masa Ali
tidak stabil karena terjadi pemberontakan yang disebabkan oleh tuntukan bebapa
orang yaitu Thalhah, az Zubair, dan Aisyah untuk menghukum mati pada pembunuh
Utsman bin Affan. Dan juha Mu’awiyah yang menuntut para pemberontak dihukum
mati serta tidak mau tunduk pada pemerintahan ali. Sehingga terjadilah
arbitrase yang menyebabkan Ali dan Mu’awiyah dicopotnya gelar khalifah sehingga
munculah golongan Khawarij yang keluar dari barisan Ali. Pada unjung
pemerintahan Ali abi Tholib kekuasaan politik Islam terpecah menjadi tiga yaitu
Mu’awiyah, Syi’ah (Ali) dan Khawarij.
5.
Manajemen
pendidikan Islam pada masa khulafaurrasyidin
sudah berjalan dengan baik terutama pada masa pemerintahan
khulafaurrasyidin. Pengelolaan pendidikan yang diterapkan oleh para khalifah
menjadikan pendidikan pada masa itu mengalami perkembangan yang cukup
signifikan.
B. Saran.
Dalam
pembuatan makalah ini penulis masih banyak kekuarangan diantaranya karakter
dari masing-masing khalifah yang kurang spesifik serta karakter kepemimpinan
dari masing-masing khalifah yang belum dicantumkan. Diharapkan dalam malah
selanjutnya lebih mempertajam mengenai masalah tersebut. Semoga makalah ini
bermanfaat dan memberi tambahan ilmu yang bermanfaat.
[1]Al-Hafizh ibnu Katsir, Tartib wa Tahdzib Kitab al Bidayah wan
Nihayah. 2004; Darul Haq. Jakarta. hal. 31.
[2]
Abdul Shabur Syahin, Saat
Al Qur’an butuh pembelaan. 2006 ;Erlangga, Jakarta. hal. 182.
[3] Ibid. hal. 35.
[4] Departemen Agama
RI, Al-Qur’an danTerjemah (Bandung; PT. PantjaSimpati, 1982).
[5] Ibnul ‘Arabi, al- Awashim min al-Qawashim. 2010; Akbar
media. Jakarta. hal. 9.
[6] Ishaq, Rusli dan
Suryantara, Bahroin. Pendidikan Agama Islam: Sejarah Kebudayaan Islam. 2008;
Semarang: PT Karya Toha Putra.hal 13.
[7] Op,.cit. Tartib wa Tahdzib
Kitab al Bidayah wan Nihayah. hal. 11.
[8] Syed Mahmudunnasir, Islam Its Concepts and History.1989;
Lahoti fine art press. India. hal. 117.
[9]
Ahmad Shams Madyan, Peta
Pembelajaran Al Qur’an. Yogyakarta; 2008. Pustaka belajar. hal. 78.
[10] Shiddiqi, Nourouzzaman. Jeram-jeram Peradaban Muslim. 1996;
Pustaka Pelajar. hal. 53.
[11] Op,.cit. Islam Its Concepts and History. hal. 126.
[12] Op,.cit. Tartib wa Tahdzib Kitab al Bidayah wan Nihayah. hal. 179.
[14] Ibid. hal. 158.
[15]
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam. 2009; Amzah.
Jakarta. hal. 103.
[16] Arif Setiawan, Islam dimasa Umar bin Khatthab. 2002;
Hijri Pustaka. Jakarta. hal. 4.
[17]
Muhammad Husein Haikal, Umar bin Khatthab, Sebuah Telaah Mendalam Tentang
Pertumbuhan Islam Dan Kedaulatannya Dimasa Itu. 2002; Pustaka Lintera
Antar Nusa.Bogor. hal. 45.
[18] Op,.cit. Islam dimasa Umar
bin Khatthab. hal. 4.
[19] Op,.cit. Tartib wa Tahdzib
Kitab al Bidayah wan Nihayah. hal. 320.
[20] Ibid. hal. 303.
[21] Aham al Usairy, Sejarah Islam. 2010; Akbar media.
Jakarta. hal. 165.
[22] Badri Yatim, Sejarah Peradaban islam. 1993; Rajawali
pers. Jakarta. hal. 39.
[23] Op,.cit. Tartib wa Tahdzib
Kitab al Bidayah wan Nihayah. hal. 352.
[24] Ibid. hal. 391.
[25] Imam as Shuyuti, Tarikh Khulafa’. 2005; Pustaka al
kautsar. Jakarta. hal. 194.
[26] Op,.cit. Tartib wa Tahdzib
Kitab al Bidayah wan Nihayah. hal. 392.
[27] Ibid. hal. 424.
[30] Mahmut yunus. Sejarah Pendidikan Islam, 2008;Raja
Grafindo Persada,Jakart. hal. 18.
[31]
Ibid.
[32]
Muhammad Syadid, Konsep
pendidikan dalam Al-Qur'an, 2001;
Penebar Salam, Jakarta. hal.37.
[33]
Karsidjo Djojosuwarno, Life
of Omar the Geat, 1981; Bandung, hal. 387.
[34]
Samsul Nizar, Sejarah
Pendidikan Islam, 2009;Kencana Prenada Media Group , Jakarta. hal.44.
[35]
Ibid. hal. 14.
[37] Ibid hal. 49.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar