BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu dari sekian banyak persoalan pendidikan yang dihadapi bangsa
Indonesia saat ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan
satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah, bila dibandingkan
dengan Negara tetangga lainnya, dalam hal ini tentunya pemerintah harus
memberikan perhatian yang lebih kepada pendidikan sehingga mutu pendidikan kita
semakin berkualitas dan berkrembang.
Mengapa pendidikan kita harus bermutu? Dalam hal ini pendidikan
persekolahan di hadapkan pada berbagai tantangan baik nasional maupun
internasional, tantangan nasional muncul dari dunia ekonomi, sosial, politik,
budaya, dan keamanan.
Pada dasarnya peningkatan mutu pendidikan sudah sejak lama dibicarakan oleh
para pelaku pembangunan di bidang pendidikan, tetapi realitas dan bukti empirik
yang kita lihat dilapangan telah menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia
masih dikatakan rendah. Karena itu dapat dikatakan bahwa sampai saat ini titik
berat pembangunan pendidikan masih ditekankan pada upaya untuk meningkatkan
mutu.
Oleh sebab itu penyusun menyajikan sebuah solusi yang kiranya bisa
dijadikan bahan refrensi untuk melihat dimana letak kesalahan dan kelemahan
mutu pendidikan kita selama ini. Dengan menghadirkan pendapat tiga pakar
manajemen yang pemikiran-pemikirannya sangat akuntable yaitu W Edward Deming,
Joseph Juran dan Philip B Crosby. Kita bisa menerapkannya dalam lembaga
pendidikan islam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Siapkah W Edwords
Deming, Joseph Juran dan Philip B Crosby ?
2.
Bagaimana
pandangan W Edwords Deming, Joseph Juran dan Philip B Crosby tentang manajemen mutu pendidikan ?
3.
Bagaimana
kontribusi W Edwords Deming, Joseph Juran dan Philip B Crosby
dalam manajemen mutu pendidikan islam ?
4.
Bagaimana
mutu perspektif islam ?
C.
Tujuan Pembahasan
1.
Mengetahui
biografi tiga tokoh mutu ?
2.
Mengetahui
pandangan W Edwards Deming, Joseph Juran dan Philip B Crosby
dalam mendefinisikan manajemen mutu pendidikan
3.
Mengetahui kontribusi W Edwords Deming, Joseph Juran dan
Philip B Crosby dalam memanajemen mutu suatu lembaga pendidikan islam.
4.
Mengetahui
mutu dari perspektif Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. BIOGRAFI W EDWORDS DEMING, JOSEPH JURAN DAN PHILIP B CROSBY.
1.
William Edwards
Deming.
William Edwards
Deming ( 14 Oktober 1900-20 Desember 1993 M), adalah seorang Amerika statistik, Profesor,
Penulis, Dosen dan Konsultan. Deming secara luas dikreditkan dengan
meningkatkan produksi di Amerika Serikat selama Perang Dingin, meskipun ia
mungkin paling dikenal untuk karyanya di Jepang. Sejak tahun 1950 dan
seterusnya ia mengajar manajemen puncak bagaimana memperbaiki desain (dan
layanan), kualitas produk, pengujian dan penjualan (yang terakhir melalui pasar
global) melalui berbagai cara, termasuk penerapan metode statistik.
Deming
memberikan kontribusi yang signifikan untuk kemudian reputasi Jepang untuk
inovasi produk berkualitas tinggi dan kekuatan ekonomi. Ia dianggap sebagai
telah memiliki dampak yang lebih pada Jepang manufaktur dan bisnis daripada
individu lain bukan dari warisan Jepang. Meskipun dianggap sesuatu pahlawan di
Jepang, dia baru mulai mendapat pengakuan luas di Amerika Serikat pada saat
kematiannya. Pada tahun 1917, ia masuk di University of Wyoming di Laramie,
lulus pada tahun 1921 dengan BSc dalam teknik listrik. In 1925, he received an
MS from the University of Colorado, and in 1928, a Ph.D. From Yale University,
Pada tahun 1925, ia menerima MS dari University of Colorado, dan pada tahun
1928, sebuah Ph.D. dari Universitas Yale. Both graduate degrees were in
mathematics and mathematical physics. Kedua gelar sarjana itu dalam matematika
dan fisika matematika. Deming worked as a mathematical physicist at the United
States Department of Agriculture (1927–1939), and was a statistical adviser for
the United States Census Bureau (1939–1945). Deming bekerja sebagai ahli fisika
matematika di Amerika Serikat Departemen Pertanian (1927-1939), dan merupakan
penasihat statistik bagi Biro Sensus Amerika Serikat (1939-1945). He was a
professor of statistics at New York University‘s graduate school of business
administration (1946–1993), and he taught at Columbia University‘s graduate
School of business (1988–1993). Dia adalah seorang profesor statistik di New
York University‘s sekolah lulusan administrasi bisnis (1946-1993), dan ia
mengajar di Universitas Columbia lulusan Sekolah bisnis (1988-1993). He also
was a consultant for private business. Dia juga merupakan seorang konsultan
untuk bisnis swasta.[1]
2.
Joseph Juran.
Joseph Juran, (1904-2008) A Leader in Quality Control.
Recently
the business world lost a leader in quality control. Joseph Juran died at the
age of one hundred and three. He developed ideas that are still important today
to improving the quality of products. Joseph Juran was born in Braila, Romania.
His family came to the United States in nineteen twelve when he was eight. They
settled in Minneapolis, Minnesota. He studied electrical engineering at the
University of Minnesota. He was also the school champion at the game of chess.
After college, the Western Electric Company put him to work on mathematical
methods of quality control.
He
became interested in the idea he termed "vital few and trivial many."
This idea is popularly known as the "eighty-twenty rule." It could
mean, for example, that eighty percent of manufacturing problems result from
twenty percent of the causes. He named it the "Pareto principle," for
the Italian economist Vilfredo Pareto. A century ago, Pareto observed that
eighty percent of the wealth in Italy went to twenty percent of the population.
But Joseph Juran came to recognize that he had misnamed this principle. He knew
that unequal distribution had long been observed in other areas, not just
wealth. Yet he gave Pareto credit for identifying it as "universal"
when, it seemed, he could have taken the credit himself. He could have
called it, he said, the Juran principle. In nineteen fifty-one, he published
his "Quality Control Handbook." This influential book especially
interested the Japanese. He was invited to teach in Japan, and he advised some
of its largest companies. The Japanese also had help from another American,
William Edwards Deming. The two experts helped Japan become a world leader in
quality control. In nineteen sixty-four Joseph Juran published "Managerial
Breakthrough." This book formed the basis of several other strategies to
reduce manufacturing mistakes and cut waste. Among them are the methods known
as Six Sigma and lean management. In nineteen seventy-nine, Joseph Juran
established the Juran Institute in Connecticut. It works with organizations
that want to improve quality. But the main purpose of the institute, he said,
is to improve society. Joseph Juran died on February twenty-eighth in Rye, New
York. That was where he lived with Sadie Juran, his wife of eighty-one years.
And that's the VOA Special English Economics Report, written by Mario
Ritter. I'm Steve Ember.[2]
3.
Philip B.
Crosby.
Philip B.
Crosby. (18 Juni 1926 –18 Augustus 2001 M ).
The distinguished career of Mr. Philip B.
Crosby (1926-2001) is eminent throughout the global quality community. For over
35 years, Mr. Crosby was both an illustrious philosopher and pragmatic
practitioner of quality management. His writings have helped to stimulate
international interest in the quality field that was a catalyst for a global
awakening and driver for a worldwide movement that matured over the past two
decades. His innovative thinking and creative outlook on quality management
have been the inspiration for thousands of companies around the world.
Mr. Crosby made many significant contributions
to the core quality body of quality knowledge and served as an international
ambassador extending the influence of quality thinking to the furthest parts of
the globe. One area emphasized throughout Mr. Crosby’s career was his focus on
clear communication of the message of quality. Mr. Crosby considered himself a
writer and communicator who plainly spoke his message and reached a broad
audience because of his clear and pragmatic writing style. Mr. Crosby’s
contributions and service are known throughout the global quality community and
his influence has spanned the world at the level of international business
leaders.[3]
Inilah gambaran
umum tiga tokoh mutu, setidaknya kita kenal siapa mereka dari biografi
masing-masing, sebelum mengungkapkan isi pemikiran-pemikiran mereka tentang
mutu, karena pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang, tak tahu karena tak
kenal.
B. PENGERTIAN MUTU MENURUT W EDWARDS
DEMING, JOSEPH JURAN DAN PHILIP CROSBY.
Sebelum kita simpulkan pengertian mutu kita analisis mutu menurut tiga
tokoh mutu yaitu W Edwards Deming, Joseph Juran dan Philip Crosby,
Menurut W Edward Deming, Mutu ialah kesesuaian
dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan yang bermutu ialah perusahaan
yang menguasai pangsa pasar karena hasil produksinya sesuai dengan kebutuhan
konsumen, sehingga menimbulkan kepuasan bagi konsumen. Jika konsumen merasa
puas, maka mereka akan setia dalam membeli produk perusahaan baik berupa barang
maupun jasa.[4]
Menurut Jhosep Juran,
Mutu ialah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi
kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan pengguna produk tersebut didasarkan
atas lima ciri utama yaitu (1) teknologi; yaitu kekuatan; (2) psikologis, yaitu
rasa atau status; (3) waktu, yaitu kehandalan; (4) kontraktual, yaitu ada jaminan;
(5) etika, yaitu sopan santun.[5]
Menurut Philip B Crosby,
Mutu ialah conformance to requirement,
yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki
mutu apabila sesuai dengan standar atau kriteria mutu yang telah ditentukan, standar
mutu tersebut meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi.[6]
Dari ketiga tokoh ini dapat kita ambil kesimpulan bahwasanya mutu itu suatu
kebutuhan konsumen terhadap kepuasan pelanggan sepenuhnya terhadap suatu barang
yang di butuhkan atau mutu merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan
kepuasan pelanggan terhadap sebuah produk.
Dalam kontek pendidikan, pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada
peroses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam peroses pendidikan yang bemrutu
terlibat berbagai input, seperti bahan ajar ( kognitif, afektif dan
piskomotorik ) metodologi, sarana prasarana dan sumber daya lainnya. Sedangkan Mutu
dalam kontek hasil pendidikan mengacu pada perestasi kebaikan yang dicapai oleh
sekolah pada setiap kurun tertentu.[7]
Pendidikan islam di indonesia masih belum bisa memberikan corak yang begitu
menonjol terutama di bidang umum yang mengisi sektor umum lebih banyak keluaran
pendidikan umum, belum kita temukan serjana islam yang notabenenya dari
perguruan tinggi islam yang mengisi sektor teknologi, oleh sebab itu
perguruan-perguruan tinggi agama islam segera mewujudkan perguruan tinggi STAIN
menjadi UIN, agar mutu pendidikan bisa bersinergi saling mengisi antara ilmu
agama dengan ilmu umum.
Mengapa pendidikan kita harus bermutu? Dalam hal ini pendidikan
persekolahan di hadapkan pada berbagai tantngan baik nasional maupun
internasional, tantangan nasionl muncul dari dunia ekonomi, sosial, politik,
budaya, dan keamanan.[8] Perbaikan
mutu pendidikan islam harus segera dilakukan secara terus menerus dengan cara
memperbaiki manajemen mutu pendidikannya[9].
Organisasi-organisasi pendidikan memegang peranan awal dalam proses peningkatan
mutu pendidikan. Untuk itu kami dalam makalah ini berusaha membahas mengenai
mutu pendidikan melalui pendekatan manajemen mutu.
Ada dua faktor yang
dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang
atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih
bersifat penyesuaian diri ke dalam. Strategi yang demikian lebih
bersandar kepada asumsi bahwa bila mana semua input pendidikan telah dipenuhi,
seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan
sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara
otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output
(keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi
input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function tidak
berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi
dalam institusi ekonomi dan industri.[10]
Kedua, pengelolaan
pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented,(organisasi pusat) diatur
oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang
diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan
sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat
dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali
tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
Diskusi tersebut
memberikan pemahaman kepada kita bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya
terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih
memperhatikan faktor proses pendidikan. Input pendidikan merupakan hal yang
mutlak harus ada dalam batas-batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat
secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan.
Disamping itu mengingat
sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai
keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam,
kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis
dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan
kualitas/mutu pendidikan.[11] Hal ini
akan dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamannya itu,
diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan
kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya. Walaupun demikian, agar mutu
tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada
standar yang diatur dan disepakati secara nasional untuk dijadikan indikator
evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut. Pemikiran ini telah mendorong
munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di
masa mendatang harus berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam
kegiatan pendidikan. Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan manajemen peningkatan
mutu pendidikan.[12]
Kesimpulan dari pandangan
tiga tokoh tadi bahwa mutu dapat diartikan sebagai derajat kepuasan luar biasa
yang di terima oleh costumer sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Untuk
lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini,
Tabel 01
perbedaan pandangan
tiga tokoh mutu tentang mutu
No
|
Aspek
|
W
Edwards Deming
|
Joseph Juran
|
Philip Crosby
|
1
|
Definisi
|
Satu tingkat yang
dapat diprediksi dari keseragaman dan ketergantungan pada
biaya yang rendah sesuai pasar.
|
Kemampuan untuk digunakan
(fitness for use).
|
Sesuai persyaratan.
|
2
|
Tanggung jawab manajemen senior
|
94% atas masalah
mutu.
|
Kurang dari 20%
karena masalah mutu menjadi tanggung
jawab pekerja
|
100%
|
3
|
Standar
pres-tasi/motivasi
|
Banyak skala sehingga
digunakan statistik untuk mengukur mutu
di semua bidang. Kerusakan nol sangat penting
|
Menghindari kampanye
untuk melakukan pekerjaan secara sempurna
|
Kerusakan nol (Zero Defect)
|
4
|
Pendekatan umum
|
Mengurangi
ke-anekaragaman dengan perbaikan berkesinambungan dan menghentikan pengawasan
massal
|
Manusiawi
|
Pencegahan bukan
pengawasan
|
5
|
Cara memperbaiki mutu
|
14 butir
|
10 butir
|
14 butir
|
6
|
Kontrol proses
statistik (SPC)
|
Harus digunakan
|
Disarankan karena SPC
dapat mengakibatkan Total Driven Approach
|
Menolak
|
7
|
Basis perbaikan
|
Terus-menerus
mengurangi penyimpangan
|
Pendekatan ke-lompok, proyek-proyek, menetapkan
tujuan
|
Proses bukan program, tujuan perbaikan.
|
8
|
Kerja sama tim
|
Partisipasi karyawan
dalam membuat keputusan
|
Pendekatan tim dan
Gugus Kendali Mutu (GKM atau QCC).
|
Tim perbaikan mutu
dan Dewan Mutu
|
9
|
Biaya mutu
|
Tidak ada optimal
perbaikan terus menerus
|
Mutu tidak gratis (Quality is not free), terdapat batas
optimal.
|
Mutu gratis.
|
Pembelian dan barang
yang diterima
|
Pengawasan terlalu
lambat.Menggunakan standar mutu yang dapat diterima
|
Masalah pembelian
merupakan hal yang rumit sehingga diperlukan survei resmi
|
Menyatakan
persyaratan pemasok adalah perluasan
|
|
10
|
Penilaian pemasok
|
Tidak kritik atas
banyaknya sistem
|
Ya tetapi membantu
memperbaiki pemasok
|
-
|
11
|
Hanya satu sumber penyedia
|
Ya
|
Tidak dapat
di-abaikan untuk meningkatkan daya saing
|
-
|
Sumber: manajemen (teori,
praktek dan riset pendidikan).[13]
Dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan Islam, yang meliputi input, proses output
dan outcome, maka memerlukan partisipasi aktif dan dinamis dari orang
tua, siswa, guru dan staf lainnya termasuk institusi yang memiliki kepedulian
terhadap pendidikan sekolah harus melakukan tahapan kegiatan untuk menunjang
mutu pendidikan sebagai berikut:
1. Penyusunan basis data dan profil sekolah lebih presentatif, akurat, valid
dan secara sistimatis menyangkut berbagai aspek akademis, administratif (siswa,
guru, staf), dan keuangan.
2. Melakukan evaluasi diri (self assesment) utnuk menganalisa kekuatan dan
kelemahan mengenai sumber daya sekolah, personil sekolah, kinerja dalam
mengembangkan dan mencapai target kurikulum dan hasil-hasil yang dicapai siswa
berkaitan dengan aspek-aspek intelektual dan keterampilan, maupun aspek
lainnya.
3. Berdasarkan analisis tersebut sekolah harus mengidentifikasikan kebutuhan
sekolah dan merumuskan visi, misi, dan tujuan dalam rangka menyajikan
pendidikan yang berkualitas/ bermutu bagi siswanya sesuai dengan konsep
pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai. Hal penting yang perlu
diperhatikan sehubungan dengan identifikasi kebutuhan dan perumusan visi, misi
dan tujuan adalah bagaimana siswa belajar, penyediaan sumber daya dan
pengeloaan kurikulum termasuk indikator pencapaian peningkatan mutu tersebut. Berangkat dari visi,
misi dan tujuan peningkatan mutu tersebut sekolah bersama-sama dengan
masyarakatnya merencanakan dan menyusun program jangka panjang atau jangka
pendek (tahunan termasuk anggarannnya.[14]
Dari uraian diatas dapatlah kita simpulkan, suatu lembaga pendidikan harus
memperbaiki intern lembaga dengan memperbaiki sistim pengelolaan dan kerja sama
dalam meningkatkan lembaga dan mengevaluasi seluruh stekholder lembaga, baru
setelah itu mengadakan promosi keluar (ekstrnal) berupa hasil (output) yang
bermutu yang di harapkan masyarakat.
C.
KONTIBUSI W EDWARD DEMING, JOSEPH JURAN dan PHILIP CROSBY DALAM MANAJEMEN
MUTU PENDIDIKAN ISLAM.
1. W Edward Deming.
Menurut W Edward Deming
masalah mutu terletak pada masalah manajemen dalam hal ini mutu dihadapkan pada
lembaga pendidikan harus mengukur dari hal-hal yang berkaitan dengan manajemen.
Ada 14 poin W Edward Deming yang termasyhur dan merupakan kombinasi baru
tentang manajemen mutu dan seruan terhadap manajemen untuk merubah
pendekatannya, yaitu :
1) Ciptakan sebuah usaha peningkatan produk dan jasa dengan tujuan agar bisa
kompetitif dan tetap berjalan serta menyediakan lowongan pekerjaan.
2) Adopsi falsafah baru.
3) Hindari ketergantungan inspeksi massa untuk mencapai mutu.
4) Akhiri praktek menghargai bisnis dengan harga.
5) Tingkatkan dengan secara konstan sistem produksi dan jasa untuk
meningkatkan mutu dan produktivitas.
6) Lembagakan pelatihan kerja.
7) Lembagakan kepemimpinan.
8) Hilangkan rasa takut agar setiap orang dapat bekerja secara efektif.
9) Uraikan kendala-kendala antar departemen.
10) Hapuskan slogan, desakan dan target serta tingkatkan produktifitas tanpa
menambah beban kerja.
11) Hapuskan standar kerja yang mengunakan quota numerik.
12) Hilangkan kendala-kendala yang merampas kebanggaan karyawanatas
keahliannya.
13) Lembagakan aneka program pendidikan yang meningkatkan semangat dan
peningkatan kwalitas kerja.
14) Tempatkan setiap orang dalam tim kerja agar dapat melakukan transformasi.[15]
Dari keempat belas poin yang di utarakan W Edward Deming di atas dianalisis
atau dilihat dari kepuasan pihak konsumen dalam hal ini yang dimaksud adalah
para peserta didik dan masyarakat yang bersangkutan dalam dunia pendidikan.
2. Kontribusi Joseph Juran dalam manajeman mutu
pendidikan.
Dalam merencanakan mutu
pendidikan, Joseph Juran menggunakan pendekatan Manajemen Mutu Management (
Strategic Quality Management ) yang banyak dibicarakan dan di terapan ahir-ahir
ini.
SQM ( Strategic
Quality Management ), adalah sebuah proses tiga bagian yang
didasarkan pada staf pada tingkat yang berbeda yang memberi kontribusi unik
terhadap peningkatan mutu. Pimpinan lembaga memiliki pandangan strategis
tentang organisasi atau lembaga, wakil pimpinan memiliki pandangan operasional
tentang mutu, dan para guru memiliki tanggung jawab terhadap kontrol mutu.
SQM ( Strategic Quality
Management ), cocok diterapkan dalam konteks pendidikan sejalan dengan gagasan
Consultant at Work oleh John Miller dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan. John Miller berpendapat bahwa manajemen senior ( Dewan Rektor)
perlu menggunakan manajemen mutu strategis dengan cara menyusun visi, rioritas
dan kebijakan universitas.[16]
Joseph Juran
memperkenalkan tiga peroses kualitas atau mutu diantaranya sebagi berikut:
a. Perencanaan mutu (quality planning) yang meliputi kualitas pelanggan,
menentukan kebutuhan pelanggan, menyusun sasaran mutu, dan meningkatkan
kemampuan peroses.
b. Pengendalian mutu (quality control), terdiri dari memilih dasar
pengendalian, memilih jenis pengukuran, menyusun standar kerja, dan mengukur
kinerja yang sesungguhnya,
c. Perbaikan dan peningkatan mutu (quality improvement), terdiri dari: mengidentifikasi
perbaikan khusus, mengorganisasi lembaga untuk mendiagonis kesalahan, menemukan
penyebab kesalahan peningkatan kebutuhan untuk mengadakan perbaikan.[17]
Joseph Juran berpendapat bahwa
penggunaan sebuah pendekatan untuk meningkatkan mutu pendidikan harus tahap
demi tahap sebab semua bentuk peningkatan mutu harus dilakukan dengan cara
tahap demi tahap.
Menurut Joseph Juran
komponen manajemen mutu diatas secara sistematis menjadi hal-hal dibawah ini:
a. Membangun kesadaran terhadap kebutuhan dan kesempatan untuk pengembangan
b. Menyusun tujuan yang jelas untuk pengembangan
c. Menciptakan susuanan organisasi untuk menjalankan proses pengembangan
d. Menyediakan pelatihan yang sesuai
e. Mengambil pendekatan terhadap penyelesaian masalah
f. Mengidentipikasi dan melaporkan pelaksanaan.
g. Mengetahui keberhasilan.
h. Mengomunikasikan hasil.
i. Melaporkan perubahan dan
j. Mengembangkan peningkatan tahunan pada seluruh proses pendidikan[18]
Dalam mengelola mutu
pendidikan, hemat penyusun seorang pimpinan harus memperhatikan
komponen-komponen diatas, selain itu harus mengevaluasi sejauh mana
keberhasilan yang telah dilakukan yang berkaitan dengan perencanaan The
Juran Trilogy tentang mutu (Quality Planning), pengendalian mutu (Quality
Control), dan perbaikan serta
peningkatan mutu (Quality Improvement).
3. Kontribusi Philip B Crosby dalam Mutu Pendidikan .
B Philip Crosby menyatakan bahwa sebuah langkah sistematis untuk mewujudkan
mutu akan menghasilkan mutu yang baik. Penghematan sebuah institusi akan datang
dengan sendirinya ketika institusi tersebut melakukan segala sesuatunya dengan
benar. selalu berusaha agar berhati-hati dalam setiap langkah yang meliputi
input, seperti bahan ajar ( kognitif, afektif dan piskomotorik ) metodologi,
sarana prasarana dan sumber daya lainnya. Sedangkan Mutu dalam kontek hasil
pendidikan mengacu pada perestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun
tertentu.
Ada 14 langkah Philip B
Crosby untuk meraih manjemen mutu pendidikan, yaitu :
a.
Komitmen Manajemen (
Management Commitment )
b.
Membangun Tim
Peningkatan Mutu (Quality Improvement Team)
c.
Pengukuran Mutu (
Quality Measurement )
d.
Mengukur Biaya Mutu (
The Cost Of Quality )
e.
Membangun Kesadaran
Mutu ( Quality Awareness )
f.
Kegiatan Perbaikan (
Corrective Action )
g.
Perencanaan tanpa cacat
( Zero Deffects Planning )
h.
Menekankan Perlunya
Pelatihan Pengawas ( Supervisor Training )
i.
Menyelenggarakan Hari
Tanpa Cacat ( Zero Defects Day )
j.
Penyusunan Tujuan (
Goal Setting )
k.
Penghapusan Sebab
Kesalahan ( Error Cause Removal )
l.
Pengakuan ( Recognition
)
m. Mendirikan Dewan-dewan Mutu ( Quality Councils )
n. Lakukan Lagi ( Do It Over Again ).[19]
Jika diperbandingkan
antara studi W Edward Deming, Jhosep Juran dan Philip B Crosby akan
ditemukan beberapa persamaan dan perbedaan .
Persamaannya adalah :
a. Mereka menganggap bahwa customer baik internal maupun eksternal adalah
penting
b. Peranan manajer adalah merupakan tangung jawab utama untuk peningkatan
kualitas
c. Mengakui terjadinya krisis kualitas yang segera harus diperbaiki atau
ditingkatkan melalui beberapa tindakan
d. Di dalam melihat segi pentingnya kualitas, Philip Crosby mengetengahkan
kebiasaan-kebiasaan kualitas pada organisasi, sedangkan W Edward Deming memperlihatkan
obsesi kualitas dalam rangka memberikan kepuasan kepada customer dan implikasi
lain juga dapat membuat organisasi tetap dalam situasi yang cenderung
kompetitif
e. Menyukai tindakan yang konkrit dari pada sekedar dengan menggunakan slogan
dan peringatan
f. Training merupakan investasi untuk masa depan
g. Partisipasi aktip dalam usaha-usaha pemecahan masalah
h. Penggunaan teknik dan pengetahuan ilmiah
i. Diklat merupakan suatu yang penting
j. Pentingnya memperbaiki kualitas secara berkelanjutan, W Edward Deming menyebutnya
dengan lakukan terus dan selamanya sedangkan Philip Crosby menyebutnya berulang
lagi
k. Perlunya sebuah organisasi pengendali mutu
l. Peranan pimpinan adalah merupakan tanggung jawab utama untuk meningkatkan
kualitas.[20]
Adapun perbedaannya adalah sebagai berikut:
a. W Edward Deming lebih menekankan pada manajemen yang cukup keras
dibandingkan dengan Philip Crosby
b. Pendekatan yang dilakukan W Edward Deming lebih bersifat spesifik dan Philip
Crosby lebih bersifat general
c. W Edward Deming mengusulkan perlunya mencari isu-isu kunci atau pokok yang
ditindak lanjuti dengan peningkatan secara kontinu dan dilarikan pada konsep
optimisme pada sistem yang menyeluruh , disisi lain Philip Crosby setelah
menemukan isu-isu pokok ditindak lanjuti dengan trilogi kualitas yaitu
perencanaan, pengawasan, dan perbaikan
d. W Edward Deming lebih memperdulikan pada konsep pendidikan sedangkan Philip
Crosby mengutamakan pada membangun bagian-bagian serta merinci pelaksanaan
e. W Edward Deming lebih mempokuskan pada manajemen dan proses dari pada
kelulusan sedangkan Philip Crosby lebih mementingkan pada hasil
f. W Edward Deming percaya penuh bahwa kualitas manajemen dan pertanggung
jawaban pada tindakan perbaikan
ditujukan pada seluruh karyawan sedangkan Philip Crosby
mementingkan pertanggung jawaban kualitas terletak pada manajer menengah.
Melihat kebanyakan realitas pendidikan dewasa ini yang dihadapkan kepada
berbagai bentuk persaingan, oleh karena itu upaya meningkatkan mutu atau
kualitas pendidikan sangat di utamkan, lebih-lebih lembaga pendidikan Islam.
D. MUTU DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
Islam mengajarkan
kepada umatnya untuk berlomba dalam kebaikan (Fastabiqul Khairot),
untuk dapat berlomba dalam melakukan kebaikan (mutu),, terlebih dahulu
seseorang harus memahami apa arti kebaikan, mengapa harus berbuat baik, dan
bagaimana caranya berbuat baik.
Konsep mutu (kebaikan) muncul dalam pesan Allah SWT, yang tertuang dalam
al-qur’an,
9e@ä3Ï9ur
îpygô_Ír
uqèd
$pkÏj9uqãB
( (#qà)Î7tFó$$sù
ÏNºuöyø9$#
4 tûøïr&
$tB
(#qçRqä3s?
ÏNù't
ãNä3Î/
ª!$#
$·èÏJy_
4 ¨bÎ)
©!$#
4n?tã
Èe@ä.
&äóÓx«
ÖÏs%
ÇÊÍÑÈ
Artinya, Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia
menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di
mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari
kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.[21]
`yJsù
ö@yJ÷èt
tA$s)÷WÏB
>o§s
#\øyz
¼çntt
ÇÐÈ
Artnya, Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun,
niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.[22]
ö@yd
âä!#ty_
Ç`»|¡ômM}$#
wÎ)
ß`»|¡ômM}$#
ÇÏÉÈ
Artinya, tidak
ada Balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).[23]
Mutu (kebaikan) merupakan sesuatu yang memberi manfaat kepada diri sendiri,
lingkungan dan kepada sesama manusia. Tentu saja kebaikan itu dilakukan dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah di tetapkan oleh Allah SWT,
kebaikan itu tak lain dari amal saleh yang dilakukan atas dasar imandengan
ikhlas untuk memperoleh pidho Allah SWT.[24]
Jadi, Mutu dalam islam merupakan realisasi dari ajran Ikhsan, yakni
berbuat baik kepada semua pihak disebabkan karena Allah SWT, telah berbuat baik
kepada manusia dengan aneka nikmatNya, dan dilarang berbuat kesalahan dalam
bentuk apapun[25],
sebagaimana yang di firmankan Allah SWT, dalam al-qur’an,
Æ÷tGö/$#ur
!$yJÏù
9t?#uä
ª!$#
u#¤$!$#
notÅzFy$#
( wur
[Ys?
y7t7ÅÁtR
ÆÏB
$u÷R9$#
( `Å¡ômr&ur
!$yJ2
z`|¡ômr&
ª!$#
øs9Î)
( wur
Æ÷ö7s?
y$|¡xÿø9$#
Îû
ÇÚöF{$#
( ¨bÎ)
©!$#
w
=Ïtä
tûïÏÅ¡øÿßJø9$#
ÇÐÐÈ
Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.[26]
Dalam ayat diatas dapat kita ambil beberapa inti sari yakni:
1. Berbuat baik kepada manusia sebagaimana Allah berbuat baik kepada kita,
2. Jangan mengadakan kerusakan dimuka bumi, dalam cankupan yang lebuh luas
jangan menipu orang lain dengan suatu bentuk apapun dalam hal kualitas suatu
barang misalnya,
3. Selalu berbuat untuk dunia dan
akherat secara seimbang, dan
4. Allah SWT, tidak suka kepada orang-orang yang selalu berbuat kerusakan.
Untuk mewujudkan
pendidikan yang bermutu, pemerintah telah menetapkan standar yang harus
dipenuhi oleh lembaga yang disebut pendidikan baik pendidikan formal maupun non
formal, standar pendidikan itu diantaranya: standar isi, standar kompetensi
lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan
prasarana, standar pengeloaan, standar pembiayaan dan standar penilaian
pendidikan.[27]
Untuk itu, masyarakat
pendidikan harus menyakini bahwa dunia ini hanya merupakan tempat yang akan
segera kita tinggalkan, sedangkan akherat merupakan tempat yang kita tuju,
kehidupan di dunia bersifat sementara dan serba ketidak pastian, sedangkan
akherat adalah tempat yang pasti dan abadi. Dengan demikian, jadikan dunia sebagai
tempat berlomba dlam melakukan kebaikan, orang yang beruntung adalah mereka
yang menjadikan dunia sebagi tempatmenanam kebaikan untuk perbekalan akherat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Mutu adalah suatu kebutuhan konsumen dan kepuasan pelanggan sepenuhnya
terhadap suatu barang yang di butuhkan atau mutu merupakan suatu ukuran yang
berhubungan dengan kepuasan pelanggan terhadap sebuah produk.
2. Menurut W Edward Deming masalah mutu terletak pada masalah manajemen dalam
hal ini mutu dihadapkan pada lembaga pendidikan harus mengukur dari hal-hal
yang berkaitan dengan manajemen. Ada 14 poin W Edward Deming yang termasyhur
dan merupakan kombinasi baru tentang manajemen
mutu dan seruan terhadap manajemen untuk merubah pendekatannya.14 poin diungkapkan
Philip Crosby dan 3 poin oleh Joseph Juran mengenai kontribusi mereka dalam
manajemen mutu.
3. Berdasarkan teori yang diungkapkan oleh W Edward Deming, Joseph Juran, dan Phlip
B Crosby tentang kontribusi strategi manajemen mutu pendidikan, pendapat mereka
sangat unik dan menarik untuk diterapkan di dunia pendidikan sekarang ini.
Mereka berpendapat cukup logis, W Edwors Deming cukup rinci dan sangat jelas, senada
dengan teori yang diungkapkan oleh Joseph Juran, yakni tiga aspek sebagai Quality
Planing, Quality Qontrol dan Quality Improvement, lebih kuat lagi
teori yang di ungkapkan oleh Philip B Crosby Bahwa bekerja tanpa salah adalah
hal yang sangat mungkin, ungkapan ini mendorong untuk selalu berusaha agar berhati-hati
dalam setiap langkah yang meliputi input, seperti bahan ajar ( kognitif,
afektif dan piskomotorik ) metodologi, sarana prasarana dan sumber daya
lainnya. Sedangkan Mutu dalam kontek hasil pendidikan mengacu pada perestasi
yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun tertentu.
4. Mutu (kebaikan) merupakan realisasi dari ajran ikhsan, yakni berbuat
baik kepada semua pihak, disebabkan karena Allah SWT, telah berbuat baik kepada
manusia dengan aneka nikmatNya, dan dilarang berbuat kesalahan dalam bentuk
apapun.
DAFTAR
RUJUKAN
Bush, Toni dan Marianne Coleman, Manajemen Mutu, Jogjakarta:
IRCiSoD, 2012
Dani,
Kuswara dan Cepti Triatna, Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan, Bandung:
Alfbeta, 2011
Departemen Agama. Al Hikmah, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: Diponegoro, 2012
Hadis, Abdul dan
Nurhayati, Manajemen Mutu Pendidikan, Bandung: Penerbit AlfaBeta, 2010
Listio
Prabowo, Sugeng, Impementasi Sistem Manajemen Mutu, (Malang: UIN-Malang
press, 2009
Mulyasana, Dedy, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011
Nata, Abuddin, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan
Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007
Qomar, Mujamil,
Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta: Erlangga, 2007
Rusman, Manajemen Kurikulum,
Jakarta: Rajawali Pers, 2009
Sallis, Edward. Alih
Bahasa Ali Riyadi, Ahmad & Fahrurozi.Total Quality Management in Edecation:
Manajemen Mutu Pendidikan. Yogyakarta: Irchisod, 2006
Swardi,
Dampak Srtipikasi Terhadap Peningkatan Kualitas Guru, Skripsi, Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), slatiga, 2010
Http://Kminoz.Wordpress.Com/2010/05/25/Profil-W-Edward-Deming/diambil
Tanggal 02 Oktober 2013, pukul 20.30
Mulyadi,
Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya Mutu, Malang: UIN Maliki Press, 2010
Usman,
Husaini, Manajemen: Teori, Praktek & Riset Pendidikan, Jakarta: Bumi
Aksara, 2011
Prawirosentono,
Suyadi, Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadutotal Quality Management
Abad 21 Study Kasus dan Analisis, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004
[1] http://kminoz.wordpress.com/2010/05/25/profil-w-edward-deming/
Diambil Tanggal 02 Oktober, 2013, pukul 20.30
[3]
http://www.philipcrosby.com/25years/crosby. Diambil Tanggal 02 Oktober 2013,
pukul 20.30
[4]Mulyadi, Kepemimpinan
Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya Mutu, ( Malang: UIN Maliki Press,
2010), hlm. 78
[5]Prawirosentono,
Suyadi, Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadutotal Quality Management
Abad 21 Study Kasus dan Analisis, ( Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), hlm, 5
[7]Rusman, Manajemen
Kurikulum, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 555
[8]Dani, Kuswara
Dan Cepti Triatna, Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan, (Bandung:
Alfbeta, 2011),hlm. 288
[9]Bush, Toni Dan
Marianne Coleman, Manajemen Mutu, (Jogjakarta: IRCiSoD, 2012), hlm. 147
[10]Qomar, Mujamil,
Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 203
[11]Nata, Abuddin, Manajemen
Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2007), hlm. 135
[12] Listio
Prabowo, Sugeng, Impementasi Sistem Manajemen Mutu, (Malang: UIN-Malang
press, 2009),hlm. 19
[13]
Usman, Husaini, Manajemen: Teori, Praktek & Riset Pendidikan,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 478-479
[14]Sallis, Edward. Alih
Bahasa Ali Riyadi, Ahmad & Fahrurozi.Total Quality Management in
Edecation: Manajemen Mutu Pendidikan. (Yogyakarta: Irchisod, 2006) , hal.
173
[17]Rusman, Manajemen...
hlm, 564-565
[18] Usman, Husaini, Manajemen..., hlm. 504
[20]Dani, Kuswara
dan Cepti Triatna, Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan, (Bandung:
Alfbeta, 2011), hlm. 299
[21] QS. Al Baqaroh,
[2] : 148
[22] QS. Az-Zalzalah,
[99] : 7
[23] QS Ar-Raman,
[55] : 60
[24]Mulyasana,
Dedy, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), hlm. 229
[25] Mulyadi, Kepemimpinan,...hlm.79
[26] QS Al-Qoshosh
[28] : 77
[27] Swardi, Dampak
Srtipikasi Terhadap Peningkatan Kualitas Guru, Skripsi, Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri (STAIN), slatiga, 2010