KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi Allah S.W.T , yang memberikan kita nikmat sehat
dan kesempatan sehingga kita bisa bertemu dan melaksanakan aktivitas
sebagaimana mestinya.
Selawat salam
tak lupa kita ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang membimbing kita ke jalan
petunjuk Al-Qur’an dan sebagai rahmatan lil-alamin. Waa Hudallil Mutaqqin.
Serta agama yang benar yakni agama islam, keluarga serta
sahabat-sahabatnya, hingga hari ahir.
(Amma ba’du).
Selanjutnya
penulis membahas atau membawakan tema tentang Muhammad Ibnu Asyur dan
Metodologi fenafsirannya dalam kitab Al Tahrir Wa Al Tanwir hasil karya
beliau sendiri, disini penulis hanya melihat bagaimana sistematika dan
metodologi penafsirannya, bukan mensyarah (menambah isi ) kitab tersebut,
karena kita sama sama sadari posisi dan kapasitas kita jauh dibanding dengan
pengarang kitab ini, atau dengn ulam’ mufasir lainnya, karena itu apa bila ada
yang kurang atau salah dalam memberikan sajian
mengenai metodologi beliau, itu semata-mata kekurangan penulis dan literatur
yang penulis baca, Kita sadar tak ada manusia yang sempurna diatas dunia ini,
oleh karena itu penulis berharap bimbingan pada dosen untuk memberikan saran
dan pemahaman supaya lebih baik dari sebelumnya.
Pepatah
mengatakn “tak ada gading yang retak’ artinya manusia tak ada yang tak salah
dan kurang, mohon maaf atas salah dan khilaf.
Terimakasih
banyak atas kesediaannya membaca dan mengkeritisi demi khazanah keilmuan kita,
amiin
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al Qur’an al-karim adalah sebuah kitab yang tidak
datang padanya kebatilan dari awal sampai akhirnya, yang di turunkan oleh Tuhan
yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. Kitab yang mendapatkan keistimewaan,
yaitu yang mampu mencetak ulama islam yang tahu dan mengerti tentang penafsiran
nas-nas Al Qur’an dan ulama yang mengamalkan hukum-hukum yang tersirat di
dalamnya, demi kemaslahatan umat manusia di dunia maupun di akherat.
Salah satu jalan untuk memudahkan orang dalam
mempelajari Al-Qur’an dan memahami makna hukum yang ada di dalamnya, ialah
dengan jalan menafsirkan atau menjelaskan isi kandungan dari Al-Qu’ran itu
sendiri, tentunya orang yang dapat menafsirkan Al-Qur’an itu adalah orang yang
memiliki disiplin ilmu pengetahuan serta pemahaman yang banyak tentang
Al-Qur’an.[1]
Banyak ulama-ulama terkenal yang telah menafsirakan Al-Qur’an dengan kemampuan
yang mereka miliki, diantara ulama-ulama yang terkenal itu adalah Ibnu Asyur
yang nama aslinya Muhammad Thair Ibnu Asyur dan dengan tafsirnya yang berjudul Tahrir Al Ma’na Al Sadid Wa Tanwir Al Aqli Al Jadid Min Tafsir Al Kitab Al
Jadid (At-Tahrir Wa At-Tanwir ) beliau
adalah ulama kontemporer yang berasal dari tunisia. Awal menulis kitab ini
didorong oleh cita-citanya untuk menulis tafsir sebagaimana yang di ucapkannya
“ salah satu cita-citaku yang terpenting sejak dulu adalah menulis sebuah
tafsir Alqur’an yang komprehensif untuk kemaslahatan dunia akherat”.[2]
Untuk lebih jelas tentang pembahasan tafsir Ibnu Asyur, kami mencoba menyusunya
dalam bentuk makalah berikut ini.
B. Rumusan Masalah
1.
Siapakah
Muhammad Ibnu Asyur ?
2.
Bagaimana
metode penafsiran Muhammad Ibnu Asyur dalam kitab tafsirnya?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui biografi tokoh mufassir yakni Muhammad Ibnu
Asyur dan
2. Bagaimana metode yang di pakai dalam menafsirkan Al- Qur’an
al- karim dalam kitab Tahrir Al Ma’na Al
Sadid Wa Tanwir Al Aqli Al Jadid Min Tafsir Al Kitab Al Jadid
.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Muhammad Ibnu
Asyur.
Nama lengkap Ibnu Asyur adalah Muhammad Thahir bin Muhammad bin Muhammad Thahir 1 bin
Muhammad bin Muhammad Syazili bin Abd al-Qadir bin Muhammad Bin Asyur. Lahir dari sebuah keluarga terhormat yang berasal dari
Andalusia pada tahun 1296 H atau 1879 M. Dan wafat pada tahun 1393 H, atau 1973 M. Tempat lahir dan
wafatnya yaitu di Tunisia, Keluarga Asyur terkenal sebagai keluarga religius sekaligus pemikir. Sejak kecil belajar ilmu al-qur’an, tahfidz, tajwid, dan kiroaat juga
mempelajari ilmu bahasa arab. Ibunya
bernama Fatimah, anak perempuan dari Perdana Menteri Muhammad Al- Aziz Attar. Muhammad Ibn
Asyur dibesarkan dalam lingkungan
kondusif bagi seorang yang cinta ilmu. Ia belajar al-Qur’an, menghafal,
ilmu tajwid,
maupun qiraatnya di sekitar tempat tinggalnya di andalusia.
Setelah hafal al-Qur’an, ia belajar di Masjid Zaitunah sampai ia ahli dalam berbagai
disiplin ilmu, Ibnu Asyur menjadi salah satu ulama besar di Tunisia.[3]
Karirnya sebagai pengajar bermula pada tahun 1930
menjadi mudarris (pengajar) tingkat kedua bagi mazhab Maliki di Mesjid
Zaitunah. Menjadi mudarris tingkat pertama pada tahun 1905. Pada tahun 1905
sampai 1913 ia mengajar di Perguruan Shadiqi. Ia juga seorang mufassir, ahli
bahasa, ahli nahwu dan ahli sastra. Ia terpilih menjadi anggota Majma’ al-Lugah
al-Arabiyyah di Mesir pada tahun 1950 dan anggota majma’ al-Ilmi al-Arabi di Damaskus pada
tahun 1955.
1. Tahrir Al Ma’na Al
Sadid Wa Tanwir Al Aqli Al Jadid Min Tafsir Al Kitab Al Jadid
2. Uslul
An-Nizham Al-Ijtima I Fi Al-Islam
3.
Maqashid Asy-Syari’ah Al-Islamiyah
4.
Hasyiyah Ala Al-Qathr
5.
Alaisa Ash-Shubh Bi Qarib
6.
Hasyiyah Ala Al-Qathr
7.
Uslul Al-Insya’i Wa Al-Khithabah
8.
Mujiz
Al-Balagah
9.
Dan masih banyak lagi
B. Metodologi Penafsiran
Muhammad Ibnu Asyur.
( Al-Tahrir Wa Al
Tanwir Min Al Tafsir)
Mengkaji tafsir buah karangan Ibnu Asyur tentu kita lihat dari berbagai
aspek mulai dari segi materi, kitab ini terdiri dari tiga puluh juz dan terbagi
kepada dua belas jilid. Masih diterbitkan oleh penerbit tunggal yang cukup
terkenal. Sebuah tafsir kontemporer yang memiliki ciri khas tersendiri dalam
paparannya menafsirkan ayat-ayat Al-Quran. Memiliki tampilan unik dan berbeda
dengan kitab lain secara menyeluruh. Memiliki metode penyusunan yang
konferhensif, yang tidak menghususkan satu jilid untuk satu juz saja melainkan
secara acak. Kadang memuat dua juz bahkan sampai lima juz perjilidnya.
Beliau memulai tafsirnya dengan sekelumit materi tentang hal-hal yang berhubungan dengan pengetahuan dasar memahami seluk beluk gaya bahasa Al-Quran secara singkat. Memaparkan muqaddimahnya sampai kepada sepuluh bagian pembukaan, mulai dari penjelasan tafsir dan ta'wil, penjelasan fenomena tafsir bil ma'tsur dan bir-ra'yi, asbabununnuzul, sampai kepada i'jazuI Qur’an.
Beliau memulai tafsirnya dengan sekelumit materi tentang hal-hal yang berhubungan dengan pengetahuan dasar memahami seluk beluk gaya bahasa Al-Quran secara singkat. Memaparkan muqaddimahnya sampai kepada sepuluh bagian pembukaan, mulai dari penjelasan tafsir dan ta'wil, penjelasan fenomena tafsir bil ma'tsur dan bir-ra'yi, asbabununnuzul, sampai kepada i'jazuI Qur’an.
Itupun sampai menghabiskan seratus halaman pertama untuk penjelasan
sesingkat ini. Mendeskripsikan cakupan bahasan dalam tafsir ini, beliau
mengungkapkan dalam pendahuluan tafsirnya, “Saya benar-benar berusaha
menampilkan dalam tafsir Al-Quran hal-hal langka yang belum digarap oleh ulama
tafsir sebelumnya. Menempatkan diri sebagai penengah perbedaan pendapat ulama
yang pada satu waktu sepaham dengan salah satunya dan pada waktu lain
berseberangan pendapat dengan alasan tersendiri. Dalam tafsir ini, saya
berusaha mengungkap setiap i'jazul Quran, nilai-nilai linguistik arab
(balaghah) , gaya bahasa (badi’), yang terkandung dalam sebuah kalimat Al-Quran
serta menjelaskan uslub-uslub penggunaannya menjelaskan hubungan antara satu
ayat dengan ayat lainnya, terutama antara satu ayat dengan ayat sebelum dan
sesudahnya.[4]
Al-Quran telah didesain dengan sangat luar biasa, memiliki susunan yang
unik namun tetap memiliki ketersambungan antara satu ayat dengan ayat lain.
Tidak melewatkan satu surat pun dalam Al-Quran kecuali berusaha menjelaskan
secara lengkap setiap maksud yang terkandung di dalamnya secara utuh. Tidak
sebatas menjelaskan makna setiap kata dan kalimatnya saja secara parsial,
melainkan merangkai kembali makna tiap kata dan kalimat yang telah diurai
terpisah menjadi satu tujuan atau maksud yang diusung oleh setiap ayat maupun
surah Al-Quran. Dalam metode pemaparan tafsir ini, tidak terlewatkan penjelasan
secara gamblang tinjauan bahasa setiap kata dalam Al-Quran, menyimak hikmah
dari pemilihan kata yang digunakan sampai kepada sisi gramatikal setiap
kalimat. Secara spesifik menilik setiap Al-Quran dari kacamata ilmu nahwu dan
tashrif, turut melengkapi posisi i'rab dari penggalan kata-kata Al-Quran.[5]
Kita mnegetahui bahwa Muhammad Ibnu Asyur menitikberatkan terhadap tafsirnya
Al tahrir wa tanwir terutama menjelaskan sisi-sisi i’jaznya, linguistik arab
(balagah).
Setelah menjabarkan
panjang lebar tentang pendekatan Muhammad Ibnu Asyur dalam menulis tafsirnya
bisa kita simpulkan metode yang dipakai hanya mencakup satu metodolgi yaitu metode
bil-lughah atau masuk ke metode tahlili, sebagai
seorang pakar tafsir bermazhab Maliki menulis karya tafsirnya dengan metode
analitis (tahlili) dan berusaha melakukan kritikan terhadap karya-karya
sebelumnya.[6] Dengan menggunakan tafsir tahlili maka sebagian orang mengatakan bahwa
dengan menggunakan tafsir tahlili saja lebih sulit di bandingkan dengan tafsir
yang lainya, seperti tafsir Ibnu Katsir, Qurtuby, Tafsir al-furqan, atau dengan
tafsir bil ma’stur karena tafsir bil ma’stur manggunakan penafsisran al-Qur’an
dengan al-Qur’an, al-Qur’an dengan hadits, al-Qur’an dan qaul sahabat, tabiin,
dan tabiut trabiin. Adapun tafsir tahlili
yakni dengan menjelaskan tafsir
al-Qur'an secara terperinci mulai dari surat al-Fatihah hingga surat an-Nas.[7]
Beliau juga mengungkap ketinggian
bahasa al-Qur'an dan menghubungkannya dengan sistem budaya masyarakat guna
menjadikan al-Qur'an sebagai kitab petunjuk dan problem solver bagi
permasalahan sosial masyarakat atau dengan kata lain corak penafsirannya adalah
penafsiran Adabi Ijtima'i.[8]
C. Contoh Penafsiran
Muhammad Ibnu Asyur
واقىمواالصلاوة
واتواالزكوةواركعوامع الركعين (البقرة : 34)
Artinya, Dan dirikanlah
shalat dan tunaikan zakat serta rukuklah beserta orang-yang rukuk (al-baqarah:
43).[9] Adalah
perintah melakukan syiar islam setelah melakukan aqidah islam, perintah pada
pondasi yang paling agung setelah perintah iman dan mengucapkan dua kali masyahadat.
Dalam perintah di atas, terdapat ta’ridl (pengertian ) dengan persangkaan baik
terhadap jawaban mereka dan pemenuhan mereka terhadap perintah yang ada. Mereka
telah betul-betul menyempurnakan hal-hal
yang di minta. Dan ayat yang menjelaskan Dan Berimanlah Pada Apa Yang Saya
Turunkan... maksudnya adalah beriman kepada Nabi SAW. Juga kepada perantara
dan tujuannya.[10]
Contoh Kutipan langsung
Tafsir Ibnu Asyur dari kitab Al-Tahrir Wa Al Tanwir Min Al Tafsir.
ولا
يشفعون إلاّ لمن ارتضى ( ( الأنبياء : 28 ) ، وثبتت للرسول عليه السلام في أحاديث
كثيرة وأشير إليها بقوله تعالى : ( عسى أن يبعثك ربك مقاما محمودا ( ( الإسراء :
79 ) وفسّرت الآية بذلك في الحديث الصحيح ، ولذلك كان من أصول اعتقادنا إثبات
الشفاعة للنبيء ( صلى الله عليه وسلم ) وأنكرها المعتزلة وهم مخطئون في إنكارها
وملبسون في استدلالهم ، والمسألة مبسوطة في كتب الكلام .
والشفاعة المنفية هنا مراد بها الشفاعة التي لا يسع المشفوعَ إليه ردّها ، فلا يعارض ما ورد من شفاعة النبي ( صلى الله عليه وسلم ) في الأحاديث الصحيحة لأنّ تلك كرامة أكرمه الله تعالى بها وأذن له فيها إذ يقول : ( اشفع تشفع ) فهي ترجع إلى قوله تعالى : ( من ذا الذي يشفع عنده إلا بإذنه ( ( البقرة : 255 ) وقوله : ( ولا يشفعون إلاّ لمن ارتضى ( ( الأنبياء : 28 ) وقوله : ( ولا تنفع الشفاعة عنده إلاّ لمن أذن له ( ( سبأ : 23 ) .
وقوله : ( والكافرون هم الظالمون ( صيغة قصر نشأت عن قوله : ( لا بيع فيه ولا خلّة ولا شفاعة ( فدلّت على أن ذلك النفي تعريض وتهديد للمشركين فعقب بزيادة التغليظ عليهم والتنديد بأنّ ذلك التهديد والمهدّد به قد جلبوه لأنفسهم بمكابرتهم فما ظلمهم الله ، وهذا أشدّ وقعاً على المعاقب لأنّ المظلوم يجد لنفسه سلوّاً بأنّه معتدى عليه ، فالقصر قصر قلب ، بتنزيلهم منزلة من يعتقد أنّهم مظلومون . ولك أن تجعلَه قصراً حقيقياً ادّعائياً لأنّ ظلمهم لما كان أشدّ الظلم جعلوا كمن انحصر الظلم فيهم .
والمراد بالكافرين ظاهراً المشركون ، وهذا من بدائع بلاغة القرآن ، فإنّ هذه الجملة صالحة أيضاً لتذييل الأمر بالإنفاق في سبيل الله ، لأنّ ذلك الإنفاق لقتال المشركين الذين بدأوا الدين بالمناوأة ، فهم الظالمون لا المؤمنون الذين يقاتلونهم لحماية الدين والذبّ عن حوزته . وذكر الكافرين في مقام التسجيل فيه تنزيه للمؤمنين عن أن يتركوا الإنفاق إذ لا يظنّ بهم ذلك ، فتركه والكفر متلازمان ، فالكافرون يظلمون أنفسهم ، والمؤمنون لا يظلمونها ، وهذا كقوله تعالى : ( وويل للمشركين الذين لا يؤتون الزكاة ( ( فصلت : 6 ، 7 ) ، وذلك أنّ القرآن يصوّر المؤمنين في أكمل مراتب الإيمان ويقابل حالهم بحال الكفار تغليظاً وتنزيهاً ، ومن هذه الآية وأمثالها اعتقد بعض فرق الإسلام أنّ المعاصي تبطل الإيمان كما قدّمناه .[11]
والشفاعة المنفية هنا مراد بها الشفاعة التي لا يسع المشفوعَ إليه ردّها ، فلا يعارض ما ورد من شفاعة النبي ( صلى الله عليه وسلم ) في الأحاديث الصحيحة لأنّ تلك كرامة أكرمه الله تعالى بها وأذن له فيها إذ يقول : ( اشفع تشفع ) فهي ترجع إلى قوله تعالى : ( من ذا الذي يشفع عنده إلا بإذنه ( ( البقرة : 255 ) وقوله : ( ولا يشفعون إلاّ لمن ارتضى ( ( الأنبياء : 28 ) وقوله : ( ولا تنفع الشفاعة عنده إلاّ لمن أذن له ( ( سبأ : 23 ) .
وقوله : ( والكافرون هم الظالمون ( صيغة قصر نشأت عن قوله : ( لا بيع فيه ولا خلّة ولا شفاعة ( فدلّت على أن ذلك النفي تعريض وتهديد للمشركين فعقب بزيادة التغليظ عليهم والتنديد بأنّ ذلك التهديد والمهدّد به قد جلبوه لأنفسهم بمكابرتهم فما ظلمهم الله ، وهذا أشدّ وقعاً على المعاقب لأنّ المظلوم يجد لنفسه سلوّاً بأنّه معتدى عليه ، فالقصر قصر قلب ، بتنزيلهم منزلة من يعتقد أنّهم مظلومون . ولك أن تجعلَه قصراً حقيقياً ادّعائياً لأنّ ظلمهم لما كان أشدّ الظلم جعلوا كمن انحصر الظلم فيهم .
والمراد بالكافرين ظاهراً المشركون ، وهذا من بدائع بلاغة القرآن ، فإنّ هذه الجملة صالحة أيضاً لتذييل الأمر بالإنفاق في سبيل الله ، لأنّ ذلك الإنفاق لقتال المشركين الذين بدأوا الدين بالمناوأة ، فهم الظالمون لا المؤمنون الذين يقاتلونهم لحماية الدين والذبّ عن حوزته . وذكر الكافرين في مقام التسجيل فيه تنزيه للمؤمنين عن أن يتركوا الإنفاق إذ لا يظنّ بهم ذلك ، فتركه والكفر متلازمان ، فالكافرون يظلمون أنفسهم ، والمؤمنون لا يظلمونها ، وهذا كقوله تعالى : ( وويل للمشركين الذين لا يؤتون الزكاة ( ( فصلت : 6 ، 7 ) ، وذلك أنّ القرآن يصوّر المؤمنين في أكمل مراتب الإيمان ويقابل حالهم بحال الكفار تغليظاً وتنزيهاً ، ومن هذه الآية وأمثالها اعتقد بعض فرق الإسلام أنّ المعاصي تبطل الإيمان كما قدّمناه .[11]
D. Keistimewaan Tafsir
Muhammad Ibnu Asyur
Diantara keistimewaan tafsir Al-Tahrir Wa Al Tanwir Min Al Tafsir
karangan Muhammad Ibnu Asyur adalah sebagai berikut:
1. Menuliskan
Poin- Poin Yang Belum Ada Pada Tafsir Sebelumnya.
2. Menjelaskan
Sisi-sisi I’jaznya, secara mendetail dan termuat dalam satu kitab tersendiri.
3. Linguistik
Arab (Balagah: nahwu,
sharaf, mantik, atau logika)
4. Dan
Gaya Bahasa (Badi’) Jelas Simpel.
5. Keselarasan
Satu Ayat Dengan Ayat Yang Lainnya,
Kelemahannya
adalah sebagai berikut
1.
Menitik Beratkan Pada Makna-makna Mufradat (Kata
Demi Kata) Dalam Bahasa Arab Dengan Membatasi dan Meneliti Dari Orang Lain Dari
Kamus-kamus Bahasa.
2.
Meneruskan Tafsir Abil Walid Ibnu Rusdi Dalam Kitab
Al Bayan
3.
Tidak mencantumkan asbabun nuzul dalam menjelaskan
ayat.
E. Isi
Kandungan Tafsir Muhammad Ibnu Asyur
Dalam
tafsir ibnu asyur secara umum mengupas hal-hal sebagi berikut:
- Menerangkan nama surah, bilangan ayat dan keterangannya.
- Menjelaskan perkara yang berkaitan dengan akidah
- Menyatakan uraian al-Quran dengan al-Quran
- Memaparkan uraian al-Quran dengan al-Sunnah
- Menjelaskan tafsiran al-Quran dengan kalam ulama Salaf
- Menjelaskan kaitan dengan aspek sejarah
- Membentangkan kekeliruan Israeliyyat
- Menjelaskan perkaitan ilmu Qiraat
- Menyatakan hal yang bersangkutan dengan Fiqh dan Usul
- Menghuraikan berdasarkan ilmu yang lebih moden seperti fisika, falsafah dan mukjizat yang terdapat di alam ini
- Mengutamakan perkatan dengan adab dan akhlak yang baik[12]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Dari pembahsan di atas
dapat kami simpulkan bahwa tafsir at-Tahrir wa al tanwir yang judul aslinya Tahrir
Al Ma’na Al Sadid Wa Tanwir Al Aqli Al Jadid Min Tafsir Al Kitab Al Jadid.
Kemudian di ringkas menjadi Al-Tahrir Wa Al Tanwir Min Al Tafsir,
merupakan kitab tafassir kontemporer atau moderen Pada separoh akhir dari abad ke 20 M, yang dikarang oleh Muhammad Thahir bin Muhammad bin Muhammad Thahir 1 bin
Muhammad bin Muhammad Syazili bin Abd al-Qadir bin Muhammad Bin Asyur. Lahir dari sebuah keluarga tehormat yang berasal dari andalusia pada tahun
1296 H atau 1879 M. Dan wafat pada
tahun 1393 H atau 1973 M.
2.
Dalam kitab tafsir ini, hemat penyusun Ibnu Asyur adalah seorang pakar
tafsir bermazhab Maliki.
3.
Ibnu Asyur mengunakan corak tafsir
billugoh , yang dalam tafsirnya sangat berbeda dengan kitab-kitab tafsir
lainnya, Dalam menulis karya tafsirnya, Ibnu 'Asyur menggunakan metode tahlili,
yakni dengan menjelaskan tafsir al-Qur'an secara terperinci mulai dari surat
al-Fatihah hingga surat an-Nas. Beliau mengungkap ketinggian bahasa
al-Qur'an dan menghubungkannya dengan sistem budaya masyarakat guna menjadikan
al-Qur'an sebagai kitab petunjuk dan problem solver bagi permasalahan sosial
masyarakat atau dengan kata lain corak penafsirannya adalah penafsiran Adabi
Ijtima'i. Sumber tafsir yang digunakannya sangat beragam seperti sumber
al-Qur'an, hadis, akal (rasio), kitab-kitab tafsir klasik seperti al-Kasysyaf
karya al-Zamakhsyari, al-Muharrar al-wajiz karya Ibnu 'Atiyyah, Mafatih
al-Ghaib karya Fakhruddin ar-Razi, tafsir al-Baidawi, tafsir al-Alusi, serta
komentar at-Thayyi', al-Qazwini, al-Qutub, dan at-Taftizani terhadap
al-Kasysyaf beserta kitab-kitab tafsir lainnya. Ibnu 'Asyur juga merujuk
pendapat para ulama', Qira'at, syair-syair Arab, Isra'iliyyat, dan lain sebagainya.
Ibnu 'Asyur sangat menjaga konsistensi metodologinya dalam menyusun karya
tafsirnya. Beliau juga sedapat mungkin
berusaha manafsirkan al-Qur'an dengan melihat realitas empiris dan mengusahakan
agar karya tafsirnya bermanfaat bagi kemaslahatan manusia. Sumbangan paling
berharga Ibnu 'Asyur dalam karya tafsirnya adalah sikapnya yang kritis,
objektif, dan menghargai karya-karya ulama-ulama pendahulunya.
DAFTAR RUJUKAN
Al-Farmawi,
Abdl Al-hayy, Al Bidayah Fi Tafsir Al-Maudhu’i, Mesir: Maktabah Jumhuriyah,
1977
Departemen RI, AL-HIKMAH
(Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Diponegoro, 2010
Halim,
Abdul, Epistemologi Tafsir Ibnu 'Asyur Dalam Kitab Tafsir Al-Tahrir Wa
Al-Tanwir. Thesis, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2010
Mamud, Mani’ Abdul Halim, alih bahasa Faisal Saleh &
Syahdianor, Metodologi Tafsir: Kajian Komperhensif Metode Para Ahli Tafsir, Jakarta: PT
Grafindo Persada,2006
Muhammad Amin, Suma, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2001
Ibn Asyur, Muammad, Kitab
Tahrir Al Ma’na Asadid Wa Tanwir Alaqli Al Jadid Wa Tafsir Al Ktab Al Majid,
Tunisia: Tabaqot Tunisi, 1997
[1] Muhammad, Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001). hlm. 4
[2] Mahmud, Mani’
Abdul Halim, alih bahasa Faisal Saleh & Syahdianor, Metodologi Tafsir:
Kajian Komperhensif Metode Para Ahli
Tafsir, (Jakarta: PT Grafindo Persada,2006), hlm. 315.
[3] Ibid,
hlm. 313.
[4] Ibid, 315.
[5] Mamud, Mani’
Abdul Halim, alih bahasa Faisal Saleh & Syahdianor, Metodologi
Tafsir:..... hlm. 317
[6] Halim, Abdul, Epistemologi Tafsir Ibnu 'Asyur Dalam Kitab Tafsir
Al-Tahrir Wa Al-Tanwir. Thesis, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2010), hlm
18
[7] Al-hayy, Al-Farmawi,
Al Bidayah Fi Tafsir Al-Maudhu’i, (Mesir: Maktabah Jumhuriyah, 1977),
hlm. 24
[8] Halim, abdul, Op,
C it hlm. 18
[9] Departemen RI,
AL-HIKMAH (Al-Qur’an dan Terjemahnya, ( Bandung: Diponegoro, 2010), hlm.
7
[10] Mamud, Mani’
Abdul Halim, alih bahasa Faisal Saleh & Syahdianor, Metodologi
Tafsir,.... hlm. 318
[11] Ibn Asyur,
Muammad, Tahrir,.... hlm, 233
[12] Ibn Asyur,
Muammad, Tahrir,.... hlm, 24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar