BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam sebagai produk historis dapat diteliti dengan
menggunakan pendekatan historis (empiris). Dengan demikian kajian historis sebagai salah satu
pendekatan yang dapat digunakan dalam mempelajari Islam bertujuan untuk melihat
dari segi kesadaran sosial pada perilaku atau pendukung suatu peristiwa sejarah
sehingga mampu mengungkapkan banyak dimensi dari peristiwa tersebut.
Pendekatan
historis dalam studi Islam amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama
itu turun dalam situasi dan kondisi sosial kemasyarakatan, yaitu bagaimana
melakukan pengkajian terhadap berbagai studi keislaman dengan menggunakan
pendekatan historis sebagai salah satu alat (metodologi) untuk menyatakan
kebenaran dari objek kajian itu.
Membahas
historis Islam yang sampai saat ini bergerak dalam pengertian sempit yang
dikemukakan terdahulu, yaitu
ketika Islam muncul pada tataran politik, Islam merupakan kekuatan yang pernah
menghiasi percaturan politik dunia yang diwakili dengan dinasti-dinasti yang
pernah exsis, seperti di era Nabi Muhammad SAW di
Madinah, era khulafaurrasyidin, era dinasti umayyah, era Abbasiyah dan era
modern (Turki Utsmani), dll.
Dasar untuk membahas
Islam dibutuhkan semacam pendekatan yang mampu menjelaskan dari sisi mana Islam
dilihat. Untuk itu diperlukan seperangkat metodologi atau pendekatan agar studi
Islam lebih dapat dikaji secara objektif. Karena bila dilihat pada tataran politik
sangatlah sempit dalam memahami Islam.
Oleh karena itu disini pemakalah akan mencoba mengangkat sebuah tema mengenai
pendekatan historis dalam kaijan islam dengan mengangkat rumusan masalah
sebagai beriikut.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah
yang dimaksud dengan pendekatan historis dalam kajian islam ?
2.
Apa saja ruang lingkup kajian historis dalam kajian islam ?
3.
Bagaimana
metode pendekatan historis dalam kajian islam ?
4.
Bagaimana fungsi dan aplikasi pendekatan
historis dalam kajian islam?
C.
Tujuan Pembahasan
1.
Memahami pengertian pendekatan historis dalam kajian islam
2.
Mengetahui ruang lingkup kajian historis dalam islam dan
3.
Memahami metode pendekatan historis dalam kajian islam
4.
Memahami fungsi dan aplikasi pendekatan historis dalam islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pendekatan Historis (History of Religion).
1.
Historis
Dalam kamus bahasa inggris historis artinya
sejarah, atau peristiwa.[1] Kata sejarah dari kata
Arab syajarahtun yang berarti pohon. Pengambilan istilah ini agaknya
berkaitan dengan kenyataan, bahwa sejarah setidaknya dalam pandangan orang pertama
yang menggunakan kata ini menyangkut tentang, antara lain, syajarat al-nasab, pohon
genealogis yang dalam masa sekarang agaknya bisa disebut sejarah keluarga (family history). Atau boleh jadi juga karena kata kerja syajara juga punya arti to
happen, to occurred dan to develop. Namun
selanjutnya, sejarah dipahami mempunyai makna yang sama dengan tarikh
(Arab), istora (Yunani),[2] history atau geschichte (jerman), yang secara sederhana
berarti kejadian-kejadian menyangkut manusia pada masa silam.[3]
Merujuk
pada makna secara kebahasaan dari berbagai bahasa di atas dapat ditegaskan
bahwa pengertian sejarah menyangkut dengan waktu dan peristiwa. Perlu di ketahui dan dicatat bahwa tidak semua
peristiwa masa silam dimasukkan kedalam sejarah setidaknya kalau kita bicara
sejarah sebagai ilmu, terdapat pembatasan-pembatasan tertentu tentang peristiwa
masa lampau itu. Ada empat hal yang membatasi peristiwa masa lampu yaitu pertama,
pembatasan yang menyangkut waktu, kedua pembatasan yang menyangkut
peristiwa, ketiga, pembatasan yang menyangkut tempat, dan keempat,
pembatasan yang menyangkut seleksi artinya tidak semau peristiwa masa lampu
dianggap katagori sejarah Oleh karena itu masalah waktu penting dalam memahami
satu peristiwa, maka para sejarawan cenderung mengatasi masalah ini dengan
membuat periodisasi.[4]
2.
Penertian
Historis Menurut Para Pakar.
Para
sejarawan beragam dalam mendefinisikan historis. Sebagaimana
mendefinisikan secara sangat sempit; Edward Freeman, misalnya menyatakan historis
adalah politik masa lampau (history is past politics).
Sebagiannya mendefinisikan secara luas; Ernst Bernheim, sebagai contoh,
menyatakan, historis adalah ilmu tentang perkembangan
manusia dalam upaya-upaya mereka sebagai makhluk sosial.[5]
Menurut
Hasan historis atau tarikh adalah suatu seni yang membahas tentang
kejadian-kejadian waktu dari segi spesifikasi dan penentuan waktunya, temannya
manusia dan waktu, permasalahaannya adalah keadaan yang menguraikan bagian-bagian
ruang lingkup situasi yang terjadi pada manusia dalam suatu waktu.[6] Dalam hal ini bisa dipahami bahwa dengan seni
ini islam bisa hadir ditengah-tengah kita sekarang ini.
Menurut William H. Frederick, kata historis diserap
daribahasa Arab, syajaratun yang berarti pohon atau keturunan atau
asal-usul yang kemudian berkembang dalam bahasa Melayu syajarah.
Menurut Jan Romein,
kata sejarah memiliki arti yang sama dengan kata history (Inggris), geschichte
(Jerman) dan geschiedenis (Belanda), semuanya mengandung arti yang sama, yaitu cerita tentang kejadian atau peristiwa
yang terjadi
pada masa lampau.
Dari berbagai pendapat di atas sejarah dapat
diartikan sebagai gambaran tentang peristiwa-peristiwa atau kejadian masa lampau yang dialami manusia, disusun secara
ilmiah, meliputi urutan waktu tertentu, diberi tafsiran dan analisa
kritis sehingga mudah dimengerti dan dipahami. Kalau kita kaitkan dengan kajian
islam secara historis dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa islam historis dikaji
dari aspek sejarah, menganalisis perkembangannya dari awal sampai sekarang.
Mengapa demikian karena islam tidak lepas dari historisnya.
3.
Pendekatan
Historis.
Pendekatan
dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki pengertian sebagai usaha dalam
rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang
diteliti, atau metode-metode untuk mencapai pengertian masalah yang diteliti.[7]
Secara
umum dapat dimengerti bahwa pendekatan historis
merupakan penelaahan serta sumber-sumber lain yang berisi informasi mengenai
masa lampau dan dilaksanakan secara sistematis. Atau dengan kata lain yaitu
penelitian yang mendeskripsikan gejala, tetapi bukan yang terjadi pada waktu
penelitian dilakukan.[8]
Secara sempit Pendekatan
historis adalah meninjau suatu permasalahan dari sudut tinjauan sejarah, dan
menjawab permasalahan serta menganalisisnya dengan menggunakan metode analisis
sejarah. Sejarah atau histori adalah studi yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa
atau kejadian masa lalu yang menyangkut kejadian atau keadaan yang sebenarnya.
Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam
memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret
bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Tujuan pendekatan historis adalah untuk
membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif, dengan cara
mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasikan, serta mensistesiskan bukti-bukti
untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat. Seringkali penelitian yang demikian itu berkaitan dengan
hipotesis-hipotesis tertentu.[9]
Melalui
pendekatan historis seseorang diajak menukik dari alam
idealis yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan
melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam idealis
dengan yang ada di alam empiris dan historis.
Maka lapangan sejarah adalah meliputi segala pengalaman manusia. Menurut Ibnu
Khaldun sejarah tidak hanya dipahami sebagai suatu rekaman perisriwa masa
lampau, tetapi juga penalaran kritis untuk menemukan kebenaran suatu peristiwa,
adanya batasan waktu (yaitu masa lampau), adanya pelaku (yaitu manusia) dan daya
kritis dari peneliti sejarah.
Dengan kata lain di dalam sejarah terdapat objek peristiwanya (what), orang yang melakukannya (who),
waktunya (when), tempatnya (where) dan latar belakangnya (why). Seluruh aspek tersebut selanjutnya
disusun secara sistematik dan menggambarkan hubungan yang erat antara satu bagian dengan bagian lainnya.
Pendekatan historis ini juga dimaksudkan diamana
islam dikaji dari persefektif yang dikenal dalam ilmu-ilmu sejarah. Misalnya dalam
hal ini sebuah sejarah dipengaruhi oleh banyak faktor seperti sejarah
dipengaruhioleh masa dan cara berpikir masa itu dan seterusnya.[10]
Dengan demikian pendekatan historis dalam kajian
islam adalah usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memhami serta
membahas secara mendalam tentang seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan
dengan agama Islam, baik berhubungan dengan ajaran, sejarah maupun
praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari,
sepanjang sejarahnya.
Dengan menggunakan
pendekatan sejarah ada minimal dua teori yang bisa digunakan yaitu Idealist Approach dan Reductionalitst Approach. Maksud idealist approach
adalah seorang peneliti yang berusaha memahami dan menafsirkan fakta sejarah
dengan mempercayai secara penuh fakta yang ada tanpa keraguan. Sedangkan reductionalitst
approach adalah seorang peneliti yang berusaha memahami dan
menafsirkan fakta sejarah dengan penuh keraguan. Seperti dijelaskan sebelumnya
ada 3 teori lain yang penting di pahami dengan pendekatan sejarah, yakni:
diakronik, sinkronik dan sistem nilai.
a.
Diakronik
Diakronik dalah penelusuran sejarah dan perkembangan
satu fenomena yang sedang diteliti. Misalnya kalau sedang meneliti konsep riba, menurut Muhammad Abduh diakroninya adalah harus lebih dahulu membahas
kajian-kajian orang sebelumnya yang pernah membahas tentang riba.[11]
b.
Sinkronik
Sinkronik adalah kontekstualisasi atau sosiologis
kehidupan yang mengitari fenomena yang sedang diteliti. Kembali pada contoh
konsep riba Muhammad ‘Abduh, maka sosial kehidupan Muhammad ‘Abduh dan sosial
kehidupan tokoh-tokoh yang pernah membahas fenomena yang sama juga harus
dibahas.
c.
Sistem nilai
Sistem nilai adalah sistem nilai atau budaya sang
tokoh dan budaya dimana dia hidup. Maka penelitian dengan teori diakroni,
sinkroni dan sistem budaya adalah penelitian yang menelusuri latar belakang dan
perkembangan fenomena yang diteliti lengkap dengan sejarah sosio-historis dan
nilai budaya yang mengitarinya. Maka wajar kalau alat analisis ini lebih
dikenal sebagai alat analisis sejarah dan atau sosial (sosiologi).
B. Ruang Lingkup Kajian Historis
Kajian
islam sangat hangat di perbincangkan era moderen ini karena pergumulannya tak
pernah kunjung selesai sampai kapanpun yakni dari aspek historis-empiris partikular dari
agama-agama dan aspek meaning (makna) keberagamaan umat manusia yang
mendasar dan universal-transedental, yang pada gilirannya ingin dijembatani dan
dikawinkan oleh pendekatan fenomenologi agama. Jadi dalam bentuknya yang
historis-empiris, agama selalu menjadi bagian dari setting historis dan sosial
komunitasnya.[12]
Untuk memahami lebih dalam mengenai historis dalam kajian islam setidaknya kita
harus mendudukkan permasalahan ini pada ruang lingkup yang lebih sempit
diantarnya:
1. Islam
Sebagai doktrin dari Tuhan yang sebenarnya bagi para pemeluknya sudah final
dalam arti absolute, dan diterima apa adanya. bahwa islam itu terdapat dua macam nilai yakni
islam berdimensi normatif dan islam
berdimensi historis. Kedua aspek ini terdapat hubungan yang menyatu,
tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan. Pertama; aspek normatif yakni
wahyu harus diterima sebagaimana adanya, mengikat semua pihak dan berlaku
universal. Kedua aspek historis yakni, kekhalifahan senantiasa dapat
berubah, menerinma diskusi karena produk zaman tertentu, dan hal itu bukan hal yang sakral.
2. Islam
Sebagai gejala budaya, yang berarti seluruh yang menjadi kreasi manusia
dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap doktrin
agamanya.
4. Islam sebagai
peroduk historis adalah islam yang tidak bisa dilepaskan dari kesejarahan dan
kehidupan manusia yang berada dalam ruang dan waktu. Islam yang terangkai
dengan konteks kehidupan pemeluknya. Oleh karenanya realitas kemanusiaan selalu
berada dibawah realitas ke-Tuhan-an. Berbicara
tentang sejarah, biasanya akan segera menghubungkannya dengan cerita, yaitu
cerita tentang pengalaman-pengalaman manusia di waktu yang lampau. Bahwasanya
sejarah pada hakekatnya adalah sebuah cerita kiranya tidak bisa disangkal lagi.
semuanya mencerminkan gagasan bahwa sejarah itu hakekatnya adalah tidak lain
sebagai suatu bentuk cerita. Kendati begitu, hal
yang perlu sekali disadari adalah kenyataan bahwa sebagai cerita, sejarah
bukanlah sembarang cerita. Cerita sejarah tidaklah sama dengan dongeng ataupun
novel. Ia adalah cerita yang didasarkan pada fakta-fakta dan disusun dengan
metode yang khusus yang bermula dari pencarian dan penemuan jejak-jejak
sejarah, mengujji jejak-jejak tersebut dengan metode kritik yang ketat (kritik
sejarah) dan diteruskan dengan interpretasi fakta-fakta untuk akhirnyadisusun
dengan cara-cara tertentu menjadi sebuah cerita yang menarik tentang pengalaman masa lampau manusia itu.
5.
Historis/Sejarah sebagai peristiwa, sebagai
Kisah sebagai ilmu. Sejarah dapat digolongkan sebagai ilmu apabila ia
memiliki syarat-syarat dari suatu ilmu pengetahuan atau syarat-syarat ilmiah.
Itulah setidaknya fakta yang telah kami temukan
sebagai ruang lingkup kajian historis islam yang menarik dikaji dari asfek
sejarah.
C. Metode Pendekatan Historis
Penelitian
sejarah yang pada dasarnya adalah penelitian terhadap sumber-sumber sejarah, merupakan
implementasi dari tahapan kegiatan yang tercakup dalam metode sejarah, yaitu
heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Tahapan kegiatan yang
disebut terakhir sebenarnya bukan kegiatan penelitian, melainkan kegiatan
penulisan sejarah (penulisan hasil penelitian). Diantara metode yang dipakai dalam pendektan
kajian islam anatara lain sebagai beikut:
1. Heuristik
Heuristik
adalah kegiatan mencari dan menemukan sumber yang diperlukan. Berhasil-tidaknya
pencarian sumber, pada dasarnya tergantung dari wawasan peneliti mengenai
sumber yang diperlukan dan keterampilan teknis penelusuran sumber. Berdasarkan
bentuk penyajiannya, sumber-sumber sejarah terdiri atas arsip, dokumen, buku,
majalahatau jurnal, surat kabar, dan lain-lain.[14]
Berdasarkan
sifatnya, sumber sejarah terdiri atas sumber primer dan sumber sekunder. Sumber
primer adalah sumber yang waktu pembuatannya tidak jauh dari waktu peristiwa
terjadi. Sumber sekunder adalah sumber yang waktu pembuatannya jauh dari waktu
terjadinya peristiwa. Peneliti harus mengetahui benar, mana sumber primer dan
mana sumber sekunder. Dalam pencarian sumber sejarah, sumber primer harus
ditemukan, karena penulisan sejarah ilmiah tidak cukup
hanya menggunakan sumber sekunder.
Agar pencarian
sumber berlangsung secara efektif, ada dua unsur
penunjang heuristik harus diperhatikan yaitu:
a)
Pencarian
sumber harus berpedoman pada bibliografi kerja dan kerangka tulisan. Dengan
memperhatikan permasalahan-permasalahan yang tersirat dalam kerangka tulisan
(bab dan subbab), peneliti akan mengetahui sumbersumber yang belum ditemukan.
b)
Dalam
mencari sumber di perpustakaan, peneliti wajib memahami system katalog
perpustakaan yang bersangkutan.
Sumber
untuk penulisan sejarah ilmiah bukan sembarang sumber, tetapi sumber-sumber itu
terlebih dahulu harus dinilai melalui kritik ekstern dan kritik intern. Kritik
ekstern menilai, apakah sumber itu benar-benar sumber yang diperlukan? Apakah
sumber itu asli, turunan, atau palsu? Dengan kata lain, kritik ekstern menilai
keakuratan sumber. Kritik intern menilai kredibilitas data dalam sumber.
Tujuan utama
kritik sumber adalah untuk menyeleksi data, sehingga diperoleh fakta. Setiap
data sebaiknya dicatat dalam lembaran lepas (system kartu), agar memudahkan
pengklasifikasiannya berdasarkan kerangka tulisan.
2.
Interpretasi
Setelah fakta
untuk mengungkap dan membahas masalah yang diteliti cukup memadai, kemudian
dilakukan interpretasi, yaitu penafsiran akan makna fakta dan hubungan antara
satu fakta dengan fakta lain. Penafsiran atas fakta harus dilandasi oleh sikap
obyektif. Kalaupun dalam hal tertentu bersikap subyektif, harus subyektif
rasional, jangan subyektif emosional. Rekonstruksi peristiwa sejarah harus
menghasilkan sejarah yang benar atau mendekati kebenaran.
3. Historiografi
Kegiatan
terakhir dari penelitian sejarah (metode sejarah) adalah merangkaikan fakta
berikut maknanya secara kronologis/diakronis dan sistematis, menjadi tulisan
sejarah sebagai kisah. Kedua sifat uraian itu harus benar-benar tampak, karena
kedua hal itu merupakan bagian dari ciri karya sejarah ilmiah, sekaligus ciri
sejarah sebagai ilmu.[15]
Selain kedua
hal tersebut, penulisan sejarah, khususnya sejarah yang bersifat ilmiah, juga
harus memperhatikan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah umumnya.
Contoh klasik terbaik dalam penulisan “general” atau “total historis” adalah karya ibn khaldun, Kitab al-Ibar wa Diwan al-Mubtada ‘wa al Khabar fi Ayyam al ‘Arab wa
al-Barba wa man ‘Asharahum min dzawi al-Sulthan al-Akbar, dan tentu saja
pendahuluan kitab ini, al-Mukadimmah,
yang sering diterbitkan secara terpisah. Dalam
al-mukadimmah, Ibn Khaldun tidak
sekedar menarasikan kejadian-kejadian lampau, apalagi membatasi
peristiwa-peristiwa politik. Tetapi juga ilmu-ilmu lain termasuk geografi,
klimatologi, antropologi, etnologi, filologi, dll.
D. Fungsi dan Aplikasi Pendekatan Historis Dalam Kajian Islam
Historis yang diartikan sebagai gambaran tentang
peristiwa-peristiwa masa lamapau yang dialami oleh manusia, disusun secara
ilmiah, meliputi kurun waktu tertentu, diberi tafsiran, dan dianalisis secara
kritis sehingga mudah dimengerti dan memiliki manfaat.
Menurut M.Yatimin Abdullah, fungsi
pendekatan historis atau sejarah dalam pengkajian Islam adalah untuk
merekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif dengan cara
mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi, serta mensistematisasikan
bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat.[16]
Menurut Kuntowijoyo keguanaan kajian historis
dibagi menjadi dua yaitu guna intrinsik dan guna ekstrinsik apa
yang dimaksud dengan kedua fungsi tersebut silahkan baca keterangan dibawah
ini.
1.
Guna Intrinsik
Guna intrinsik, yakni
kegunaan dari dalam yang nampak terkait dengan keilmuan dan pembinaan profesi
kesejarahan. Guna intrinsik historis sebagai berikut
a.
Historis sebagai ilmu.
b.
Historis sebagai cara
mengetahui masa lampau
c.
Historis sebagai pernyataan
pendapat.
d.
Sejarah sebagai
profesi.
2.
Guna Ekstrinsik.
Guna ekstrinsik terkait
dengan proses penanaman nilai dan proses pendidikan. Guna Ekstrinsik meliputi.
a. Historis sebagai pendidikan moral.
b. Historis sebagai pendidikan penalaran.
c. Historis sebagai pendidikan politik.
d. Historis sebagai pendidikan kebijakan.
e. Historis sebagai pendidikan perubahan.
f. Historis sebagai pendidikan masa depan.
g. Historis sebagai pendidikan keindahan.
h. Historis sebagai ilmu bantu.
Menurut
Nugroho Notosusanto dengan fungsi ekstrinsik tersebut, menjelakan empat
fungsi atau guna historis yaitu: fungsi rekretaif, inspiratif, instruktif dan edukatif.
1. Fungsi rekreatif
Ketika seseorang
membaca narasi historis dan isinya mengandung hal-hal yang terkait dengan keindahan, romantisisme,
maka akan melahirkan kesenangan estetis. Tanpa bernajak dari tempat duduk,
seseorang yang mempelajari sejarah dapat menimati bagaimana kondisi suatu masa
pada masa lampau. Jadi seolah-olah seseorang tadi sedang berekreasi ke suasana
yang lampau.
2. Fungsi inspiratif
Dengan mempelajari historis akan dapat mengembangkan inspiratif, imajinatif dan kretivitas generasi
yang hidup sekarang dalam rangka hidup beragama dan bernegara. Fungsi
inspiratif juga dapat dikaitkan dengan pendidikan moral. Sebab setelah belajar historis/sejarah seseorang dapat
mengembangkan inspirasi dan berdasarkan keyakinannya dalam menerima atau
menolak nilai yang terkandung dalam suatu peristiwa sejarah/ historis.
3. Fungsi instruktif
Maksud fungsi
intrukstif adalah sejarah sebagai alat bantu dalam proses suatu pembelajaran.
Sejarah berperan sebagai upaya penyampaian pengetahuan dan ketrampilan kepada
orang lain.
4. Fungsi edukatif
Belajar historis/sejarah sebenarnya
dapat dijadikan pelajaran dalam kehidupan keseharian bagi setiap manusia. Historis mengajarkan tentang
contoh yang sudah terjadi agar seseorang menjadi arif, sebagai petunjuk dalam
berperilaku.[17]
Sejarah
atau historis adalah
suatu ilmu yang didalamnya dibahas
berbagai peristiwa
dengan memperhatikan unsur
tempat, waktu, obyek, latar
belakang, dan pelaku dari
peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini
segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan
peristiwa itu terjadi, dimana,
apa sebabnya, dan siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.[18]
Melalui
pendekatan sejarah seseorang akan diajak
menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari
keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara
yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.
Pendekatan
kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam
memahami agama. Begitu juga dengan islam karena agama itu sendiri turun dalam
situasi yang kongkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Sejarah
hanya sebagai metode analisis atas dasar pemikiran bahwa sejarah dapat
meyajikan gambaran tentang unsur-unsur yang mendukung timbulnya suatu lembaga.
Pendekatan sejarah bertujuan untuk menentukan inti karakter agama dengan
meneliti sumber klasik sebelum dicampuri yang lain. Dalam menggunakan data
historis maka akan dapat menyajikan secara detail dari situasi sejarah tentang
sebab akibat dari suatu persoalan agama.[19]
Melalui
pendekatan historis ini,
seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan
penerapan suatu peristiwa. Disini seseorang tidak akan memahami agama keluar
dari konsep historisnya, karena pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang
yang memahaminya. Misalnya seseorang yang ingin memahami Al-Qur’an secara benar
maka ia harus mempelajari sejarah turunnya Al-Qur’an atau kejadian-kejadian
yang mengiringi turunnya Al-Qur’an.
Dengan
pendekatan historis ini masyarakat diharapkan mampu memahami nilai sejarah adanya
agama Islam. Sehingga terbentuk manusia yang sadar akan historisitas keberadaan
islam dan mampu memahami nilai-nilai yang terkandung didalamnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1)
Sejarah atau
historis adalah suatu
ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa
dengan memperhatikan unsur
tempat, waktu, obyek, latar
belakang, dan pelaku dari
peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini
segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan
peristiwa itu terjadi, dimana,
apa sebabnya, dan siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Pendekatan sejarah mengutamakan
oreintasi pemahaman atau penafsiran terhadap fakta sejarah, sejarah tersebut
berperan sebagai metode analisis, atau pisau analisis, karena sejarah
dapat menyajikan gambaran tentang unsur-unsur yang mendukung timbulnya suatu
kejadian, maka agama sebagai sasaran penelitian haruslah dijelaskan
fakta-faktanya yang berhubungan dengan waktu.
2)
Islam historis adalah islam yang tidak bisa
dilepaskan dari kesejarahan dan kehidupan manusia yang
berada dalam ruang dan waktu. Islam yang terangkai dengan konteks kehidupan
pemeluknya. Oleh karenanya realitas kemanusiaan selalu berada dibawah realitas
ke-Tuhan-an.
3) Penelitian sejarah yang pada dasarnya adalah penelitian terhadap sumber-sumber
sejarah, merupakan implementasi dari tahapan kegiatan yang tercakup dalam
metode sejarah, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.
Tahapan kegiatan yang disebut terakhir sebenarnya bukan kegiatan penelitian,
melainkan kegiatan penulisan sejarah (penulisan hasil penelitian).
4) Fungsi pendekatan historis atau
sejarah dalam pengkajian Islam adalah untuk merekonstruksi masa lampau secara
sistematis dan objektif dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi,
serta mensistematisasikan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh
kesimpulan yang kuat.
DAFTAR RUJUKAN
Abdul Hakim, Atang, Metodologi
Studi Islam, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2000.
Abdullah, Taufik dan M Rusli Karim (ed.), Metodologi
Penelitian Agama Sebuah Pengantar, Cet. ke-2, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogyakarta, 1990.
Abdullah, Taufik, Sejarah dan
Masyarakat, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1987.
Bustaman Ahmad, Kamaruzzaman, ISLAM
HISTORIS: Dinamika Studi Islam di Indonesia, Yogyakarta: Galang press, 2002.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Jakarta: DPKRI 1998.
http://belajarpsikologi.com/pendekatan-jenis-dan-metode-penelitian-pendidikan/Sejarah,
diakses tanggal 03 april 2014 jam 21:02 AM.
M. Nurhakim, Metode Studi Islam, Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang, 2004.
M.Yatimin, Abdullah, Studi
Islam Kontemporer, Jakarta:Sinar
Grafika Offset, 2006.
Martin, Richard. C, Pendekatan Kajian Islam
dalam Studi Islam, Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2002.
Nasution, Harun
Tradisi Baru Penelitian Agama Islam
Tinjauan Antardisiplin Ilmu, Bandung: Purjalit dan Nuansa, 1998.
Sejarah (http://www.penalaran-umm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/162-penelitian-historis-sejarah.html,
diakses tanggal 03 april 2014 jam 21:02, AM.
Yatim, Badri, Historiografi Islam,
Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1997.
Yuniar, Tanti, Kamus Lengkap
Inggris-Indonesia, Surabaya: 2007.
[3] Nasution, Harun
Tradisi Baru Penelitian Agama Islam
Tinjauan Antardisiplin Ilmu, (Bandung: Purjalit dan Nuansa, 1998),
hlm. 119
[5] Op. Cit., Tradisi Baru Penelitian Agama Islam Tinjauan
Antardisiplin Ilmu. hlm. 119
[6] Hasan Usman, Metode Penelitian Sejarah. Hlm. 46
[7] Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia , (Jakarta: DPKRI 1998), hlm. 192
[8] Sejarah (http://www.penalaran-umm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/162-penelitian-historis-sejarah.html, diakses
tanggal 03 april 2014 jam 21:02, AM
[9] http://belajarpsikologi.com/pendekatan-jenis-dan-metode-penelitian-pendidikan/Sejarah, diakses
tanggal 03 april 2014 jam 21:02 AM
[10] Kamaruzzaman, Bustaman Ahmad, ISLAM HISTORIS: Dinamika Studi Islam di
Indonesia, (Yogyakarta: Galang press, 2002), hlm. 7.
[11] Taufik Abdullah dan M
Rusli Karim (ed.), Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar, Cet.
ke-2, (Yogyakarta:Tiara Wacana Yogyakarta, 1990), hlm. 92.
[12] Martin, Richard. C, Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Islam,
(Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2002), hlm. 3.
[14]http://belajarpsikologi.com/pendekatan-jenis-dan-metode-penelitian-pendidikan/Sejarah, diakses
tanggal 03 april 2014 jam 21:02 AM
[15] http://belajarpsikologi.com/pendekatan-jenis-dan-metode-penelitian-pendidikan/Sejarah, diakses
tanggal 03 april 2014 jam 21:02 AM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar